IM.com – Program perlindungan pada perempuan dan anak di Kabupaten Mojokerto menjadi hal mendesak yang harus dilaksanakan. Perlindungan itu terutama terkait ancaman tindak kekerasan dan stunting.
Data Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) Kabupaten Mojokerto menyebutkan, angka stunting mencapai sekitar 30,5 persen atau sepertiga dari jumlah anak di daerah ini. Sementara secara nasional berdasar hasil penelitian Kementrian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan angka stunting sebesar 27,9 persen dari jumlah balita di Indonesia.
“Kita akan menggencarkan program pencegahan dan pelayanan anak stunting. Dimulai dari hulu melalui pendampingan keluarga berisiko stunting,” kata Sekertaris DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto, Siti Asiyah saat sosialisasi program Bangga Bencana di Cafe DT, Jalan RA Basoeni, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jumat (17/12/2021).
Stunting sendiri merupakan kondisi gangguan kesehatan yang mengakibatkan tubuh gagal bertumbuh secara maksimal karena dipicu kekurangan gizi kronis pada masa 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan). Asiyah menyebutkan, saat ini kasus stunting sudah terjadi di 46 Desa se-Kabupaten Mojokerto.
“Kami akan membentuk tim percepatan penurunan stunting di tingkat desa yang terdiri dari anggota kesehatan, PKK, kader KB,” ujarnya.
Tim ini, lanjut Asiah, bertugas memberikan pendampingan, edukasi, rujukan dan memfasilitasi bantuan sosial kepada masyarakat rentan stunting. Sasarannya antara lain anak-anak, calon pengantin hingga ibu hamil dan pasca melahirkan.
“Anak balita di usia 0-59 bulan. Ini sesuai Perpres 72/2021,” ucapnya.
Asiyah mengatakan risiko stunting pada balita tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak perempuan saja. Menurutnya, pihak laki-laki juga harus mengambil peran dengan membiasakan hidup sehat 75 hari sebelum konsepsi antara lain dengan mengurangi atau berhenti merokok.
Prakonsepsi dan pemeriksaan kesehatan, lanjutnya, perlu dilakukan sejak tiga bulan sebelum menikah. Langkah ini sebagai bentuk upaya mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan pada saat kehamilan, seperti janin tumbuh dalam kondisi yang lambat.
“Sperma berkualitas yang dibutuhkan untuk membuahi sel telur sudah terbentuk pada rentang waktu tersebut,” terangnya.
Selain stunting, Asiyah menandaskan, masalah penting lain yang perlu segera ditangani yakni mencegah ancaman tindak kekerasan dan memberikan perlindungan pada perempuan dan anak-anak. Salah satunya melalui program sosialisasi ke pelajar mulai dari tingkatan, SD, SMP, dan SMA yang rencananya akan dilaksanakan pada tahun 2022.
“Kita ingin buat sosialiasi kepada siswa SD, SMP, SMA termasuk pondok pesantren juga terkait dengan kekerasan yang sering terjadi sekarang ini,” tegasnya.
Bahkan, kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan maupun anak perempuan dewasa ini yang semakin marak sudah menjurus ke arah tindakan seksual. DP2KBP2 Kabupaten Mojokerto sendiri akan fokus untuk memberikan pemahaman kepada kalangan pelajar, baik tentang pencegahan dan tindakan pasca terjadinya hal tersebut.
“Dengan harapan anak-anak itu tahu apa yang harus mereka lakukan, apa yang harus mereka perbuat di saat ada hal-hal pelecehan. Jadi bisa menambah pengetahuan mereka. Kita tata sehingga hal semacam ini tidak terjadi lagi seperti kasus-kasus kemarin,” ungkapnya.
Tak hanya sosialiasi, Siti Aisiah juga menyampaikan, telah membentuk tim pendamping keluarga untuk percepatan penurunan stunting dan melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan.
“Kita membentuk tim pendampingan keluarga terkait dengan percepetan penurunan stunting dan pendampingan korban kekerasan anak dan perempuan,” jelasnya.
Pendampangan terhadap korban kekerasan, tambah Siti Aisah, meliputi mendatangkan psikolog sebagai langkah pemulihan sampai ke ranah hukum. Semuanya difasilitasi secara gratis.
“Kita mendampingi, ada psikolog, ada pendampingan sampai ke ranah hukum, dan visum. Semuanya gratis,” pungkasnya. (im)