IM.com – Mantan Anggota Polres Pasuruan, Randy Bagus Hari Sasongko (RBHS) segera menjalani persidangan sebagai terdakwa kasus pengguguran kandungan (aborsi) Novia Widyasari Rahayu hingga bunuh diri. Kejaksaan telah melimpahkan berkas perkaranya ke Pengadilan Negeri Mojokerto, Kamis (10/2/2022).
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto telah menunjuk dua jaksa penuntut umum (JPU) yakni Ivan Yoko Wibowo dan Ari Wibowo. Pelimpahan meliputi berkas perkara dan barang bukti sebagaimana yang dilimpahkan penyidik Polda Jawa Timur pada 2 Februari 2022 lalu.
“Sekitar pukul 11.00 WIB tadi, jaksa penuntut umum telah melimpahkan perkara atas nama inisial RBHS ke Pengadilan Negeri Mojokerto. Pelimpahan ini menindaklanjuti pelimpahan dari penyidik Polda Jatim ke Kejari pada 2 Februari 2022 lalu,” kata Kepala Kejari Kabupaten Mojokerto, Gaos Wicaksono melalui Kasi Intel, Mochammad Indra Subrata di kantornya, Kamis (10/2/2022).
Selanjutnya, JPU tinggal menunggu agenda persidangan dari pengadilan. “Kita menunggu penetapan dari Pengadilan Negeri. Insya Allah Minggu depan,” imbuhnya
Terkait delik pidana yang dikenakan kepada Randy, Indra menegaskan, tidak ada yang berubah sebagaimana hasil penyidikan dari Polda Jatim. Randy akan didakwa melanggar Pasal 348 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP.
“Menurut saya (penerapan pasal itu) sudah maksimum ya. Lebih detilnya nanti jaksa penuntut umum yang menjelaskan di pengadilan,” ujar Indra.
Sebelumnya, penerapan pasal 348 KUHP terhadap Randy Bagus menuai pro kontra. Pihak keluarga korban Novia Widyasari melalui tim kuasa hukumnya merasa keberatan karena menganggap pasal tersebut terkesan meringankan ancaman hukuman terhadap tersangka.
“Semoga jaksa berkenan untuk menggali fakta lebih dalam saat persidangan dan merubah pasal pada saat persidangan,” ucap kuasa hukum keluarga Novia, Ansorul Huda.
Kuasa hukum keluarga Novia sempat mendorong pihak kepolisian menerapkan pasal 347 KUHP. Sebab mahasiswi asal Perum Japan Asri Sooko tersebut sesungguhnya tidak setuju untuk menggugurkan kandungannya.
Sebagai informasi, terdapat sedikit perbedaan ketentuan pada Pasal 347 dan 348 KUHP yang sama-sama mengatur hukuman terhadap pelaku aborsi serta pihak-pihak yang ikut terlibat. Pada pasal pertama disebutkan ‘tanpa persetujuan’ dari pihak perempuan yang menggugurkan kandungan.
“Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan tidak dengan izin perempuan itu, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun,” demikian bunyi pasal 347 ayat 1.
Sedangkan pasal kedua memuat adanya persetujuan. Perbedaan kedua pasal itu tentu membawa implikasi pada ancaman masa hukuman yang juga juga berbeda.
“Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.” bunyi pasal 348 KUHP.
Kasus ini terungkap dari penemuan jasad tak bernyawa perempuan muda yang belakagan diketahui bernama Novia Widyasari di samping makam ayahnya, Kamis (2/12/2021) lalu. Setelah diselidiki, mahasiswi cantik asal Perum Japan Asri, Kecamatan Sooko, Mojokerto itu ternyata tewas bunuh diri dengan menenggak racun.
Dalam pengembangan penyelidikan, terkuak kisah yang melatari tindakan nekat Novia mengakhiri hidupnya. Mahasiswi Universitas Brawijaya (UB) Malang itu rupanya bunuh diri akibat depresi setelah hubungannya dengan Randy kandas karena tak direstui orang tuanya. (Baca: Mahasiswi Cantik Mojokerto Bunuh Diri di Pusara Ayahnya Minum Cairan Potasium).
Randy dan keluarganya juga tak mau bertanggung jawab atas kehamilan Novia, bahkan meminta korban menggugurkan kandungannya (aborsi). Kondisi psikis perempuan berusia 23 tahun itu pun semakin terpuruk ketika pengaduannya ke Propam Polres Pasuruan, kesatuan tempat Randy bertugas sebagai anggota Polri, tak mendapat respon. (Baca: 5 Kontroversi di Balik Kematian Novia Widyasari, Bias Opini dan Fakta).
Majelis persidangan Kode Etik Profesi Polisi (KEPP) menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Randy Bagus Hari Sasongko di Ruang Sidang Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Mapolda Jatim pada Kamis (27/1/2022). Namun polisi berpangkat Bripda itu belum secara sah dipecat sebagai Anggota Polri karena SK pemberhentiannya belum resmi keluar. (im)