IM.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto menghentikan penuntutan kasus pengeroyokan yang melibatkan murid dua perguruan silat dengan pertimbangan restorastive justice (RJ). Penyelesaian kasus dengan cara mediasi dan perdamaian antara kedua pihak karena ancaman hukuman di bawah lima tahun, kerugian tidak lebih dari Rp 2,5 juta dan pelaku masih berstatus pelajar.
Ketiga pertimbangan tadi membuat perkara tersebut memenuhi syarat diselesaikan melalui restorative justice. Dengan demikian, Kejari Kabupaten Mojokerto menghentikan penuntutan atau penyelesaian perkara di luar persidangan.
“Kami menghentikan penuntutan perkara dengan nama tersangka CR alias Dani bin Sukandar Giat. Proses perdamaian kedua belah pihak beserta keluarganya telah disaksikan oleh tokoh masyarakat dan para pendamping kedua belah pihak,” kata Kepala Kejari Kabupaten Mojokerto, Gaos Wicaksono, Jumat (25/3/2022).
Kejari pun telah melaporkan kesepakatan damai kedua pihak ini ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung RI. Permohonan penyelesaian perkara melalui RJ akhirnya disetujui dan memperoleh surat ketetapan penghentian penuntutan.
Selain itu, Ivan juga mempertimbangkan tersangka yang masih berstatus pelajar. Tersangka duduk dibangku kelas 3 SMK. Karena tersandung kasus ini, ia tidak bisa mengikuti ujian sekolah.
“Kami pada prinsipnya menginginkan antar perguruan silat saling bersaudara. Tidak ada kejadian permusuhan,” ujar Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Kabupaten Mojokerto, Ivan Yoko Wibowo.
Saat proses RJ di Kantor Kejari Kabupetan Mojokerto, Jumat (25/3/2022), pelaku dan korban kembali dipertemukan. Keduanya saling meminta maaf dan berpelukan dengan disaksikan Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, Gaos Wicaksono.
Ivan mengatakan, akibat kasus ini, pelaku yang masih duduk di bangku SMK tidak bisa pergi ke sekolah. Ia berharap, kasus ini dijadikan sebuah pembelajaran bagi setiap anggota perguruan pencak silat di Kabupaten Mojokerto.
“Korban juga masih sekolah kelas 2 SMA,” ungkapnya.
Kejadian pengeroyokan ini berawal saat CR (18), warga Desa Kemantren, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Mojokerto itu bersama teman-temanya melintas di Kawasan Desa Kemeloko, Kecamatan Trawas pada Minggu (2/1/2022) malam. Di jalan, mereka berpapasan dengan korban, ABS (17), yang memakai atribut perguruan pencak silatnya.
Pelaku yang berasal dari perguruan silat berbeda tiba-tiba menghentikan korban dan menantangnya berduel karena terpancing emosi melihat atribut yang dibawa remaja asal Kecamatan Pacet tersebut. ABS pun meladeni tantangan CR dan mencari tempat yang sepi untuk adu jotos.
Tak disangka, dalam perkelahian itu dua teman pelaku ikut membantu mengeroyok ABS. Korban dihujani pukulan serta tendangan hingga mengalami luka pada kepala, mulut, dan giginya lepas.
Keesokan harinya (3/1/2022), ABS melaporkan polisi dan melakukan visum. CR ditangkap dan dimasukkan sel tahanan. Setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan, akhirnya CR ditetapkan sebagai tersangka pada 8 Januari 2022.
Polisi menjerat pelaku dengan pasal 76 C juncto pasal 80 ayat 2 Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2004 tentang perlindungan anak. Ancaman pidananya paling lama 3 tahun 6 bulan penjara.
Pelaku CR pada kesempatan mediasi di Kantor Kejari, mengaku menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ia merasa senang karena perbuatan yang dilakukannya tidak diproses di pengadilan.
“Tidak menyangka bisa (diselesaikan dengan RJ) seperti ini. Ya saya senang. Dengan permasalah ini bisa mengoreksi diri sendiri dan berjanji tidak mengulangi lagi. (Saat itu) saya terpancing teman-teman,” tandas CR.
Sementara, wali dari korban ABS, Kusnadi mengatakan, dari permasalahan ini kedua anak tersebut bisa saling intropeksi sendiri. Mengingat selama ini sering terjadi bentrokan antar anggota perguruan pencak silat.
“Sebagai orang tua, ini bisa menjadikan mereka intropeksi diri. Untuk pengurus masing-masing perguruan pencak silat menekankan ke anggotanya agar tidak ada kejadian seperti ini berulang,” imbuhnya. (im)