IM.com – Kyai Muchtar Mu’thi meminta polisi tidak menangkap anaknya, Mochamad Subchi Azal Tsani (MSAT), yang menjadi tersangka kasus pencabulan terhadap santriwati. Pengasuh Pesantren Thoriqoh Shiddiqiyyah, Ploso Jombang itu berdalih perkara tersebut adalah fitnah terhadap keluarganya sehingga meminta kepolisian mundur dari kediamannya.
Kiai Muchtar menyampaikan permintaan tersebut kepada Kapolres Jombang AKBP Moh. Nurhidayat saat ratusan personel kepolisian yang dipimpin Dirreskrimum Polda Jatim hendak menangkap MSAT. Pertemuan di Ponpes Majma’al Bachroin Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, Desa Losari, Ploso, itu direkam dalam video yang tersebar berantai di Whatsapp, Minggu (3/7/2022) malam.
“Bismillahirrahmanirrahim. Allahu Akbar, demi untuk keselamatan kita bersama, demi untuk kejayaan Indonesia Raya, masalah ini masalah keluarga,” ucap Kyai Muchtar Mu’thi kepada Kapolres Jombang AKBP Nur Hidayat.
Dalam kesempatan tersebut, Kiai Muchtar ditemani istri keduanya Sofwatul Ummah yang juga ibu kandung tersangka.
“Untuk kebaikan kita bersama, untuk keselamatan kita bersama, untuk kejayaan Indonesia Raya, masalah fitnah ini masalah keluarga. Jangan memaksakan diri mengambil anak saya karena fitnah ini,” ungkap Muchtar Mu’thi dengan mengibaskan kedua tangannya.
Sayangnya, kiai tersohor di Jombang itu tidak menyebut siapa pelaku yang dianggapnya telah menyebarkan fitnah. Ia malah meminta, Kapolres dan ratusan personel kepolisian yang mengepung rumahnya agar mundur dan mengurungkap penangkapan MSAT.
“Untuk itu, kembalilah ke tempat masing masing. Semuanya ini adalah karena fitnah, Allahu Akbar, cukup begitu saja,” tukasnya.
Pernyataan Kai Muchtar Mu’thi tersebut langsung disambut pekikan takbir dari para santrinya yang mengikuti pertemuan itu. Berdasarkan informasi yang dihimpun, setelah agenda tersebut, Polres Jombang menarik mundur ratusan anggota kepolisian yang sebelumnya bersiaga di sekitar Ponpes Shiddiqiyyah.
Usai bertemu Kiai Muth’i, Kapolres Jombang AKBP Nur Hidayat mengaku tak menyangka akan dihadapkan pada situasi itu. Ia merasa kecewa karena pertemuan yang semula dianggap negosiasi ternyata menjadi ajang provokasi.
“Saya pikir negosiasi di ruangan khusus, ternyata saya dihadapkan ke jemaah yang mudah diprovokasi. Sangat rawan sekali, makanya saya tidak berdebat lama,” kata Nurhidayat, Senin (4/7/2022).
Sekitar 200 personel Polres Jombang diterjunkan ke pondok dan sekitarnya. Bantuan 30 personel dari Kodim 0814 bersiaga di markas Koramil Ploso. Sedangkan personel dari Polda Jatim bersiaga di luar pondok.
Nur Hidayat ditunjuk menjadi negosiator saat Dirreskrimum Polda Jatim memimpin ratusan personel mendatangi kediaman Kiai Muchtar Muth’i, Minggu (3/7/2022) malam. Negosiasi itu karena polisi ingin menangkap Mochamad Subchi Azal Tsani (MSAT) dengan cara damai dan mengedepankan etika.
“Kalau di ruangan khusus, saya bisa menyampaikan panjang lebar. Makanya di dalam video itu saya hanya menyampaikan satu pesan kepada Mbah Yai (Kiai Mukhtar) secara beretika,” imbuh Nur Hidayat.
Sudah Dua Tahun Jadi Tersangka, Buronan Sejak Januari 2022
Subchi atau MSAT, pria asal Desa Losari, Kecamatan Ploso, dilaporkan pada 29 Oktober 2019 oleh korban yang berinisial NA, salah seorang santri perempuan asal Jawa Tengah. Belakangan terkuak korban tidak hanya satu melainkan lima orang.
Para santriwati itu diduga dicabuli dan dilecehkan MSA di salah satu lokasi padepokan milik pondok yang ada di Desa Purisemanding, Kecamatan Plandaan. Modusnya dengan menjalankan ritual kemben untuk transfer ilmu.
Dua bulan penyelidikan, polisi akhirnya mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan dengan menetapkan MSA sebagai tersangka. Putra Kiai Muchtar itu dijerat pasal 285 KUHP dan pasal 294 KUHP ayat 2.
Pasal pertama berbunyi: “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
Sedangkan Pasal 294 ayat (2) KUHP mengatur mengenai perbuatan cabul di lingkungan kerja (dilakukan oleh pegawai negeri dan orang dalam satu lingkungan kerja/institusi).
Penanganan perkara ini kemudian diambil alih Polda Jatim pada Januari 2020. Alasan kasus ini dilimpahkan dari Polres Jombang ke Polda Jatim karena pertimbangan dampak sosial, kewilayahan, dan aspek teknis lainnya.
“Dalam kasus ini kebetulan korbannya di bawah umur, jadi penanganannya juga harus hati-hati. Namun, bukan perarti Polres Jombang tidak mampu, tapi di Polda Jatim lebih lengkap,” jelas Kabid Humas Polda Jatim Wisnu Andiko Trunoyudo.
Trunoyudo mengatakan, MSAT sebelumnya sudah dua kali mangkir dari panggilan polisi. Polda Jatim juga sempat akan menjemput paksa putra kiai tersohor itu di kediamannya, Kecamatan Ploso, Jombang, pada Januari 2020, tetapi upaya tersebut gagal.
“Dalam Pasal 112 KUHAP, namanya surat perintah membawa tersangka untuk dilakukan pemeriksaan,” kata Trunoyudo.
Polda Jawa Timur menetapkan MSA sebagai DPO usai gugatan praperadilan tersangka ditolak Pengadilan Negeri Surabaya dan PN Jombang, pada Januari 2022 lalu. Alasan ditetapkan MSA sebagai buronan karena sang putra kiai itu tidak kooperatif.
Pada 2021 lalu, MSA sempat mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya untuk meminta kepastian hukum atas statusnya yang menjadi tersangka selama dua tahun tanpa kejelasan. Pemohon ingin kasusnya dihentikan dan nama baiknya dipulihkan.
Dalam permohonan praperadilan itu, termohon adalah Polda Jatim dan turut termohon adalah Kejaksaan Tinggi Jatim. MSA juga meminta Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta membayar ganti rugi sebesar Rp 100 juta.
Saat itu, kuasa hukum MSA, Setijo Boesono mengatakan, berkas kasus kliennya sudah beberapa kali ditolak oleh pihak kejaksaan. Namun sampai saat ini belum jelas kepastian proses hukum berlanjut.
Meski ditolak PN Surabaya, pihak MSA tak surut langkah. Melalui pengacaranya, dia kembali mengajukan upaya hukum mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangkanya ke Pengadilan Negeri Jombang pada 6 Januari 2022 lalu.
Pada Desember 2021, Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta mengaku sangat terpukul melihat lima korban yang terus mempertanyakan kasus pelecehan yang dialaminya. Hal itu lantaran mereka menganggap polisi kurang merespons dengan cepat hingga memakan waktu 2 tahun lebih.
“Bisa dibayangkan, bagaimana kondisi korban yang mendatangi kepolisian mempertanyakan berkali-kali, Pak bagaimana pak kasus kami. Kami sudah dilecehkan sudah ada 5 korban, kok polisi gak maju-maju,” beber Nico, Senin (27/12/2021).
Atas pertanyaan perkembangan kasus pelecehan seksual itu, Kapolda Jatim mengajak semua elemen bekerja sama untuk mengumpulkan bukti-bukti agar terpenuhi dan mempercepat proses penyidikan sehingga dapat dilimpahkan ke kejaksaan.
“Nah hal ini yang kami komunikasikan terus, bukti kami lengkapi supaya apa yang dilaporkan terpenuhi alat buktinya.” Sehingga Insya Alloh dapat disidangkan dan pelaku dapat diproses secara hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Pada Selasa (7/1/2022), massa dari Aliansi Kota Santri Melawan Kekerasan Seksual menggelar aksi demonstrasi di Mapolres Jombang. Massa yang didominasi kalangan aktivis perempuan meminta agar polisi segera menahan MSA dan menuntaskan kasus pencabulan tersebut.
Sepekan setelah aksi tersebut, ratusan santri dan alumni salah satu pesantren di Jombang, Jawa Timur menggelar aksi di Mapolres Jombang, Selasa (14/1/2022). Massa dari pesantren yang berada di wilayah Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang itu meminta agar kasus dugaan pencabulan seorang anak kiai terhadap santri tidak diintervensi oleh pihak manapun.
Lalu pada Senin (20/1/2022), massa dari salah satu pesantren juga menggelar aksi demo dan doa bersama di Alun-alun Jombang. Massa memprotes pernyataan Bupati Jombang Mundjidah Wahab yang dinilai mengintervensi kasus dugaan pencabulan dengan tersangka MSA (39), putra kiai terkenal di Jombang. (im)