IM.com – Pemerintah Kabupaten Mojokerto melaksanakan program pembinaan dan pelatihan kepemudaan dalam pencegahan pernikahan anak usia dini. Acara yang berkolaborasi dengan Lembaga Kemaslihatan Keluarga Nahdalatul Ulama (LKKNU) berlangsung di Aula PT. Intiland Ngoro, Rabu (13/7/2022) siang.
Peserta pelatihan berasal dari LKKNU Kecamatan Ngoro dan Gondang. Materi ditekankan soal pentingnya wawasan dan kematangan usia agar muda-mudi tidak buru-buru menikah atau melangsungkan pernikahan dini.
Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati yang menjadi pemateri menjelaskan, perkawinan anak saat ini menjadi masalah yang luar biasa di indonesia. Maka, kegiatan pembinaan seperti ini menjadi salah satu program percepatan yang tidak bisa ditunda lagi.
Hal ini mengingat angka perkawinan anak di Indonesia terbilang cukup tinggi yaitu mencapai 1,2 juta kejadian. Data tersebut berdasar Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2018 BPS.
“Indonesia menduduki peringkat ke-2 di ASSEAN dan peringkat ke-8 di dunia untuk kasus perkawinan anak. Dari jumlah tersebut proporsi perempuan umur 20-24 tahun yang berstatus kawin sebelum umur 18 tahun adalah 11,21 persen dari total jumlah anak,” paparnya.
Dengan demikian, sekitar 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun menikah saat usia anak. Jumlah ini berbanding terbalik dengan laki-laki.
“Dimana laki-laki usia 20-24 tahun, yang menikah di usia anak hanya 1 dari 100 orang,” urainya.
Ikfina menambahkan, Data Badan Peradilan Agama mencatat 64,2 ribu dispensasi perkawinan anak pada tahun 2020, angka tersebut meningkat sekitar tiga kali lipat atau 177,7 persen dari 2019 yang sebanyak 23,1 ribu dispensasi kawin.
“Ini akan berpotensi melonjak karena undang-undang perkawinan dirubah tahun 2019, yang semula usia minimum calon pengantin 16 tahun meningkat menjadi 19 tahun,” tambahnya.
Bupati Ikfina menjelaskan, pasangan yang menikah dibawah umur rentan beresiko empat kali lebih banyak mengalami putus sekolah, dibandingkan yang menikah diatas usia 18 tahun. Selain itu, juga rentan resiko pada kesehatan pasangan wanita maupun bayinya serta gangguan psikologis ibu bayi.
“Negara kita ini juara pernikahan dini dan itu arahnya tidak bagus untuk negara ini. Rentetannya pun panjang, mulai stunting, kematian ibu, kemiskinan, tenaga kerja tidak terampil, belum lagi secara psikis yang tidak siap, bisa alami percecokan, perceraian dan anaknya terlantar,” cetusnya.
Beberapa penyebab perkawinan anak sangat kompleks sekali, hal ini secara garis besar ada tiga yakni, kehamilan yang tidak diinginkan, kemiskinan, Interpretasi nilai adat istiadat tertentu. Ikfina juga mengatakan, persoalan tersebut paling banyak kasusnya terjadi di daerah perkotaan.
Menurut Ikfina, Hasil observasi menunjukkan setidaknya terdapat 9 faktor yang menurut para informan menjadi pendorong praktik perkawinan anak. Faktor sosial 28,5 persen menjadi yang paling menonjol sebagai pendorong kasus perkawinan anak
“Yang paling besar adalah faktor sosial, karena ini termasuk pola pikir yang dipengaruhi pendapat-pendapat terutama saat ini adanya informasi di medsos,” ucapnya.
Sementara itu, Ikfina mengatakan, Presiden telah memberikan arahan terkait Strategi Nasional (Stranas) pencegahan perkawinan anak. Hal tersebut untuk menangani permasalahan perkawinan anak yang dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Secara tegas RPJMN menargetkan penurunan angka perkawinan anak dari 11,21% pada tahun 2018 menjadi 8,74% pada akhir tahun 2024. Perkawinan anak pun menjadi Prioritas Nasional yang dimandatkan kepada kami,” terangnya.
Kemudian dalam Stranas tersebut, Ikfina menjelaskan, terdapat Pembangunan Berkelanjutan Sustainable Development Goals (SDGs) Desa sudah mencakup sasaran pencegahan perkawinan anak.
“SDGs Desa kelima adalah keterlibatan perempuan desa dengan salah satu tujuannya adalah pendewasaan usia perkawinan,” katanya.
Yang ketiga, strategi nasional pencegahan pernikahan anak yaitu menurunkan angka perkawinan dari 11,21 persen menjadi 8,74 persen di tahun 2024.
“Strateginya menjamin pelaksanaan pengadaan regulasi, meningkatkan kapasitas serta optimalisasi tata kelola kelembagaan, semua lembaga yang berhubungan dengan perkawinan anak,” tegasnya.
Masih Ikfina, untuk melancarkan pencegahan dan penurunan angka stunting di wilayah Kabupaten Mojokerto, Pemerintah Kabupaten Mojokerto juga telah menandatangani MoU dengan Pengadilan Agama Kabupaten Mojokerto.
“MoU ini terkait stunting. Khususnya dispensasi nikah. Calon pengantin yang belum usia 19 tahun kita cegah dulu. Agar bisa menunda pernikahannya,” ujarnya.
Ikfina juga mengatakan, BKKBN telah merekomendasikan usia pernikahan yang ideal di usia yang sudah matang, yaitu di usia 21 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria.
“Meskipun undang-undang perkawinan ini menetapkan 19 tahun. Tetapi inilah usia ideal secara fisik dan psikis,” pungkasnya. (im)