IM.com – APBD Kota Mojokerto Tahun 2023 diproyeksikan defisit Rp 293,1 miliar. Angka tersebut akan ditutup dari pembiayaan daerah meliputi penerimaan sebesar Rp 323,1 milair dan pengeluaran Rp 29,9 miliar.
Angka defisit anggaran muncul dari selisih pendapatan tahun 2023 yang diproyeksikan sebesar Rp 782,8 miliar dengan belanja daerah Rp 1,076 triliun. Proyeksi tersebut tertuang dalam kerangka KUA PPAS APBD Tahun 2023 yang disepakati Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Tim Anggaran Pemerintah Kota Mojokerto.
Rinciannya, pendapatan daerah diproyeksikan sebesar Rp 782.849.329.170. Meliputi pendapatan asli daerah Rp 225.135.713.697 dan pendapatan transfer Rp 557.713.615.473.
Adapun belanja daerah diproyeksikan sebesar Rp 1.076.038.214.593. Jumlah tersebut meliputi belanja operasi sebesar Rp 832.179.579.858, belanja modal Rp 235.317.171.724 dan belanja tidak terduga Rp 8.541.463.011.
“Dari total sebagaimana tersebut di atas, maka terjadi selisih kurang (defisit) antara rencana pendapatan daerah dan belanja daerah pada KUA PPAS tahun anggaran 2023 sebesar Rp 293.188.885.423,” kata juru bicara Banggar DPRD Kota Mojokerto Miftah Aris Zuhuri, Kamis (4/8/2022).
Paparan tersebut disampaikan melalui laporan hasil kerja Badan Anggaran DPRD Kota Mojokerto dalam rangka pembahasan Kebijakan Umum Apbd Serta Prioritas Dan Plafon Anggaran Sementara APBD Tahun Anggaran 2023. Adapun defisit anggaran akan ditutup dari pos pembiayaan daerah yang diproyeksikan sebesar Rp 323.134.486.674.
Angka tersebut diperoleh dari penerimaan pembiayaan meliputi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) tahun sebelumnya sebesar Rp 323.084.486.674 dan penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah Rp 50.000.000 . Kemudian pengeluaran pembiayaan diproyeksikan sebesar Rp 29.945.601.250 dari penyertaan modal daerah sebesar Rp 4.500.000.000 dan cicilan pokok utang yang jatuh tempo Rp 25.445.601.250.
“Dengan demikian, pembiayaan daerah diproyeksikan sebesar Rp 293.188.885.424,” ujar Miftah.
Strategi Peningkatan PAD
Dalam upaya meningkatkan PAD untuk menekan defisit anggaran, Banggar dan TPAD Pemkot merekomendasikan sejumlah strategi. Antara lain, pertama, memberikan pelayanan yang optimal kepada wajib pajak, baik dalam pelayanan offline maupun online.
Kedua, mengembangkan aplikasi perpajakan online untuk memudahkan pelaporan perpajakan daerah. Ketiga, melakukan monitoring dan evaluasi pendapatan daerah.
Keempat, melakukan pemeriksaan pajak daerah khususnya yang bersifat self assessment. kelima, memberikan pembebasan denda pajak daerah dan retribusi daerah.
Keenam, melaksanakan Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) secara online dengan DPMPTSP NAKER. Hal ini untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan daerah wajib pajak yang melakukan pengurusan perijinan.
Ketujuh, bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam melakukan penagihan tunggakan pajak daerah. Kedelapan, penyediaan aplikasi QRIS PBB-P2 dan penambahan kanal pembayaran non tunai melalui OVO, Gopay, Tokopedia, Indomart dan Alfamart).
“Hal ini untuk meberikan kemudahan bagi WP PBB-P2 dalam pembayaran PBB-P2,” ucapnya.
Kesembilan, melakukan pendataan aktif kepada wajib pajak baru dan lama. Kesepuluh, peningkatan pengawasan kepada wajib pajak (penambahan alat perekam transaksi).
Kesebelas, mengoptimalkan penagihan piutang pajak daerah. Keduabelas, mengintensifikan pendapatan daerah, khususnya pelaksanaan transaksi elektronik / non tunai.
“Terakhir, pemberian hadiah untuk meningkatkan stimulus pembayaran pajak di awal waktu kepada wajib pajak dengan hadiah utama berupa tiket umroh,” tuturnya.
Selain itu, berkaca pada proyeksi APBD 2023, secara khusus Banggar DPRD juga menekankan sejumlah poin. Rekoemndasi tersebut sesuai dengan kondisi perekonomian dan dinamika sosial yang berkembang.
Pertama, pembangunan daerah merupakan suatu usaha terukur dan terencana yang dilakukan oleh daerah dengan memanfaatkan serta mengembangkan segala potensi daerah. Hal itu guna memberikan kemanfaatan kepada masyarakat.
“Sebagai suatu usaha yang terencana, pelaksanaannya harus mengikuti berbagai kaidah dan prinsip yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga antara RPJMD, RENJA, RKPD DAN KUA PPAS menjadi sinkron dan in line antara satu dengan lainnya,” papar Miftah.
Kedua, dalam penyusunan kua ppas hendaknya memperhatikan kondisi makro dan mikro ekonomi. Hal ini didasarkan pada kesamaan kondisi global yang sangat berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi, baik nasional, provinsi maupun daerah. Sehingga dalam hal pemulihan dunia usaha menjadi prioritas.
Ketiga, upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan pendapatan antara lain mengekstensifikasi pendapatan daerah. Cara ini dilakukan dengan pengelolaan sumber penerimaan baru serta penjaringan wajib pajak atau wajib retribusi baru.
“Hal ini dapat dilakukan melalui identifikasi usaha yang terdaftar dari kepemilikan nomor induk berusaha (NIB),” terangnya.
Strategi berikutnya, mengintensifikasi pendapatan daerah. Cara ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penerimaan sesuai potensi daerah serta optimalisasi penerimaan dari piutang.
Miftah menjelaskan, salah satu kunci untuk mencapai potensi pajak daerah yaitu melalui pemutakhiran atau validasi data pajak daerah. Selain itu juga dapat dilakukan intensifikasi pendapatan dari retribusi, salah satunya terhadap pedagang pasar.
“Retribusi dapat dioptimalkan pada inventarisasi jumlah pedagang, baik yang berada di stan pasar maupun yang di luar stan. Monitoring dilakukan pada kesesuaian pendapatan dari retribusi dengan jumlah pedagang,” paparnya.
Keempat, perlu ada upaya penguatan kelembagaan yang dilakukan melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Kemudian, modernisasi administrasi perpajakan daerah serta penyederhanaan proses bisnis-pemungutan perpajakan.
Hal itu dilakukan dengan pendekatan teknologi informasi dalam pengelolaan pajak daerah dan kerja sama dengan instansi terkait. Antara lain kantor badan pertanahan nasional dan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) untuk sinergi pengelolaan PBB-P2 dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB).
“Dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu (DPMPTSP) untuk sinergi perijinan dan integrasi sistem informas,” tuturnya.
Kelima, sebagai salah satu titik strategis penyelenggaraan pemerintahan adalah belanja. Akan tetapi mekanisme belanja harus disusun sedemikian rupa sehingga proses belanja dapat dilakukan secara terkendali.
Oleh karena itu, dewan menganjurkan agar Pemkot Mojokerto menghindari belanja daerah yang tidak semestinya. Meliputi, belanja yang melebihi kebutuhan atau overspending serta belanja yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau misspending.
Keenam, belanja modal hendaknya diarahkan pada kebijakan umum belanja. Di antaranya dengan penguatan ekonomi lokal melalui pengembangan inovasi produk, jasa, industri kreatif dan pariwisata.
Kemudian, pemerataan pembangunan untuk mengurangi kesenjangan dan simulasi kesempatan kerja baru. Serta peningkatan kualitas SDM yang berdaya saing dan produktif melalui optimalisasi pendidikan vokasi dan ketahanan sistem kesehatan primer.
Ketujuh, besaran Silpa sebagai hal yang positif hendaknya disikapi sebagai belanja yang tidak terlaksana atau underspending. Kedelapan, dengan proyeksi defisit anggaran tahun 2023 yang besar menimbulkan konsekuensi logis pada proyeksi silpa pada tahun anggaran 2022 yang besar pula.
Untuk itu, menurut Banggar, dibutuhkan jaminan terhadap anggaran tahun 2022 yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Seperti anggaran untuk pemenuhan pelayanan dasar, jaminan sosial bagi tokoh masyarakat dan TPP bagi PNS harus dapat direalisasikan sampai dengan akhir tahun anggaran 2022.
Khusus untuk TPP bagi PNS hendaknya pencairannya lancar setiap bulan. Karena menurut dewan, sampai saat ini masih ada OPD yang merealisasikan TPP hanya di Bulan Januari.
“TPP dari Bulan Februari sampai dengan bulan juli belum terealisasi sama sekali,” tandas MIftah.
Kesembilan, program kegiatan pembangunan fisik tahun anggaran 2021 yang tidak terselesaikan, harus dapat diselesaikan pada tahun anggaran 2022 ini.
“Karena kegagalan untuk menyelesaikan pembangunan fisik dengan tepat waktu tersebut telah menjadi atensi masyarakat Kota Mojokerto,” demikian Miftah.
Efisiensi Struktur Belanja
Untuk struktur belanja daerah, Banggar menyampaikan sejumlah poin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019. Meliputi belanja operasi yakni belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja bunga, belanja subsidi, hibah, bantuan sosial.
Kemudian, belanjar modal, belanja tidak terduga, belanja transfer, penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial dianggarkan pada SKPD terkait. Serta kebijakan pengelolaan belanja diarahkan sebagai berikut.
Pertama, pemanfaatan belanja sesuai dengan anggaran berbasis kinerja (performance based) untuk mendukung capaian target kinerja utama. Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam RPJMD Kota Mojokerto tahun 2018-2023.
Kedua, pemanfaatan belanja menganut prinsip akuntabilitas, efektif dan efisien dalam rangka mendukung penerapan anggaran berbasis kinerja. Ketiga, pemanfaatan belanja yang bersifat regular/rutin diutamakan untuk memenuhi belanja yang bersifat mengikat.
Antara lain pembiayaan gaji ASN, belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota dan belanja operasional kantor dengan prinsip mengedepankan prinsip efisien dan efektif.
Keempat, efektivitas dan efesiensi belanja daerah, melalui pemanfaatan sesuai prioritas daerah (money follow program priority). Kelima, pengelolaan belanja daerah berbasis kinerja (performance based).
“Sehingga setiap belanja akan bermuara untuk mendukung capaian indikator kinerja utama tahun 2023,” ucapnya.
Keenam, mengalokasikan kebutuhan belanja tetap, belanja rutin, dan belanja variabel secara terukur dan terarah. Terakhir, belanja lainnya dalam rangka recovery dan penanganan dampak pandemi Covid-19 pada semua bidang. (im)