IM.com – Sebuah gua di perkampungan Dusun Tumpangsari, Desa Jiyu, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto cukup kental nuansa mistis. Gua itu dibuat Mustain, pria paruh baya yang mendapatkan wangsit (petunjuk gaib) usai bertapa dan puasa ‘mutih’ selama 40 hari.
Mustain mengatakan, pertama kali dirinya menerima wangsit melalui mimpi pada tahun 1989. Kala itu, ia sedang menjalani lelaku melek-an (terjaga semalam suntuk) dan melakukan puasa mutih (hanya makan nasi tanpa lauk) selama 40 hari.
Mustain membuat terowongan di lahan pekarangannya. Ayah satu anak itu tidak membuat gua tersebut sekali jalan, melainkan secara bertahap selama tiga tahun sejak tahun 2000 sampai 2002.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah orang datang melihat beberapa gua yang dikerjakan lebih dalam waktu tiga tahun. Sekilas jika orang melihat gua-gua tersebut, mereka tidak akan percaya bahwa itu adalah buatan tangan.
Pasalnya, gua tersebut tidak memiliki penyangga kerangka baja, melainkan hanya menggunakan konstruksi tanah gunung berbahan liat. Gua tersebut bukanlah karya arsitektur ternama, melainkan hasil kerja tangan seorang lelaki bernama Mustain yang saat ini berusia 54 tahun.
Selama tiga tahun itu, Mustain berhasil menggali hingga kedalamam 15 meter dengan luas 15 x 20 meter. Ia menyebutkan aktivitas pembangunan gua itu bisa jadi akan dilanjutkan, tetapi masih menunggu petunjuk atau wangsit lagi yang sampai saat ini belum muncul lagi.
Ia menceritakan, pada satu malam, ketika dirinya melek-an bersama sejumlah temannya di bawah pohom jati area pekarangan rumahnya tiba-tiba saja tertidur. Dalam mimpinya, dirinya didatangi oleh seseorang berpakaian jubah dan memakai surban putuh serta berwajah ke arab-arab.
Menurut dia, sosok yang dia lihat dalam mimpi merupakan kakek bututnya yang merupakan seorang syekh dari kesultanan Demak. Ia mengaku masih meliki keturanan dari kesultanan Demak. Namun, ia belum bisa memastikan sosok tersebut adalah kakek bututnya, karena belum pernah sekali berkunjung dan beriziarah ke Demak.
“Perintahnya disuruh gali, saat itu masih rungsep. Bertepatan saat itu sedang sumpek dan ingin membuat gua untuk menangkan hati. kok kebetulan cocok,” tuturnya, Selasa (23/8/2022).
Disisi lain, sebelum mendapat wangsit tersebut, pada suatu kesempatan Mustain pernah diberitahu tetangganya yang sama-sama menjalani lelaku kalau di pekerangannya kelak ada terowongan. Kala itu, Mustain tidak mengerti maksudnya dan menghiraukan begitu saja.
“Orang sini tapi bukan seorang kiai, hanya saja suka melekan atau lelaku tidak tidur malam. Setelah melek-an itu dibilangi ‘di tempat sampean itu nanti kayak ada terowongannya’. Tapi saat itu tidak paham,” ujarnya.
Usai mendapat wangsit itulah dirinya bari mengerti apa yang dimaksud tetanggganya. Pada tahun 2000, dirinya mulai menggali pekarangan warisan orang tuanya itu. Tepat disisi selatan rumahnya. Sayangnya ia lupa tanggal awal memulai penggalian. Yang diingat, bertepatan dengan bulan Sura hari ke dua belas, Hari Kamis Legi.
Digali Bertahap Selama Tiga Tahun
Mustain menggali gua itu dengan cara manual, berbekal peralatan ala kadarnya seperti linggis, palu, dan cangkul. Menurut dia, struktur dan komponen tanah lokasi gua agak berbeda dengan material di sekitar rumahnya.
Menurutnya, tanah di lokasi gua tergolong tanah yang keras. Beruntung, tidak ada material keras lain seperti bebatuan.
“Di sekitarnya ada sawah, kalau disini tidak bisa dibuat sawah karena air tidak bisa mengalir. Tanah dilokasi jenis tanah keras tapi tidak berbatu. Namun tanah diluar lokasi (gua) jika digali terdapat bebatuan besar,” ungkapnya.
Ia mengerjakan seorang diri selama satu tahun. Meskipun sulit, tapi saat menggali ada semangat dan dorongan tersendiri.
“Saya menggali jam 7 pagi sampai jam 1 siang setiap hari. Terus dilanjut ke sawah,” ujar pria yang berprofesi sebagai petani dan peternak kambing itu.
Awalnya, ia membuat lubang pintu bungker menggunakan tanah berundak dengan posisi menurun menyerupai anak tangga. Mulut pintu bungker tidak menggunakan penahan apapun, seperti kayu dan besi. Lubang tanah sekadar menfaatkan tanah bercadas hingga memasuki lorong sepanjang 10 meter.
Setelah menggali 10 meter, dia mendapat petunjuk lagi. Isi petunjukanya mencari titik tempat petilasan kakek bunyutnya. Dia sempat kebingungan mencari lokasinya, kemudian berkonsultasi kepada seorang kiai di Pondok Pesantren Peta, Tulungagung.
“Sama kiai diberi tahu ancer-ancer lokasinya,” ucap Mustain.
Setelah menemukan lokasi yang dimaksud, Mustain langsung menyulapnya menyerupai tempat pemakaman beserta sejumlah pusara. Kendati tidak ada jenazah seseorang di dalamnya.
“Saya buat seperti makam sebagai penanda atas petunjuk dari seorang kiai asal Tulungagung Pengasuh Pondok Peta,” jelasnya.
Satu tahun kemudian, baru ada sejumlah orang yang ikut membantu melakukan penggalian selama dua tahun. “Satu tahun saya sendiri, terus tahun selanjutnya dibantu 9 orang,” tandas Mustain.
Media ini berkesempatan memasuki gua buatan tersebut bersama Mustain. Didalam sangat gelap sehingga harus menggukan lampu senter. Terdapat kelalawar berterbangan. Nampak Penyangga dari tanah diberi tulisan Allah dengan huruf arab dan menggunakan cat putih.
Didalamnya tidak terlalu pengap, karena tepat di area tengah, terdapat lorong seperti sumur yang tembus ke atas. Lorong itu pergunakan untuk sirkulasi udara.
Ternyata, wangsit yang diterima tidak hanya membuat gua. Pada tahun 2003, ia kembali menerima wangsit dari sosok yang sama. Ia diperintahkan untuk membuat sebuah musholla tepat diatas gua yang ia gali.
“Mushollah bangun 2003 awal dengan biaya sendiri. Ada juga yang membantu,” tandasnya.
Anehnya, lanjut Mustain, tempat Imam di dalam Musholla berada tepat diatas makam petilasan gua. Itu pun tanpa ia sengaja.
“(Makam)!m Pas dibawah Musholla kedalaman 3 meter. Lokasi makam tepat dibawah imaman itu tidak sengaja,” tandasnya.
Selain salat berjamaah, kini Musholla tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan istighosah dan kegiatan Thariqat Naqshabandiyah.
“Jamaah ada yang orang sini, ada yang orang luar kalau tariqotnya, rutinan,” katanya.
Mustain menambahkan, tak jarang ada orang yang mengujungi gua dengan berbagai macam tujuan. Tidak hanya dari Mojokerto, mereka juga datang dari berbagai daerah, seperti Surabaya, Jombang, dan Cirebon.
“Ada yang sekedar melihat. Ada yang semedi. Kadang satu orang, kadang ya ada yang rombongan, saya juga bingung dari mana mereka tahu tempat ini,” pungkasnya. (cw)