Bupati Ikfina Fahmawati menyampaikan materi pelatihan peningkatan Kapasitas Tim Penggerak PKK dalam upaya penurunan angka stunting di Kantor Kecamatan Bangsal, Rabu (21/9/2022).

IM.com – Keluarga di Desa Ngrowo paling berpotensi dan berisiko melahirkan balita stunting di antara 17 desa se-Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto. Potensi itu merujuk jumlah keluarga di desa tersebut merupakan yang tertinggi yakni 1.569 KK.

Berkaca pada data tersebut, Pemerintah Kabupaten Mojokerto meningkatkan peran Tim Penggerak (TP) Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dalam program penurunan angka stunting. Tim Percepatan Penurunan Angka Stunting (TPPS)  sampai tingkat desa yang dibentuk dari unsur TP PKK menjadi ujung tombak dalam upaya tersebut.

“Yang berisiko stunting yang paling banyak ada di Desa Ngrowo terdapat 706 keluarga,” kata Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati saat menyampaikan materi pelatihan peningkatan Kapasitas Tim Penggerak PKK di Kantor Kecamatan Bangsal, Selasa (21/9/2022).

Ikfina menyatakan, penurunan stunting merupakan program nasional dengan rencana aksi yang sudah jelas. Dalam rangka mendukung program tersebut, Pemkab Mojokerto terus berupaya agar upaya penurunan angka stunting melalui pemberdayaan TP PKK dan TPPS tingkat desa bisa berjalan sukses.

“Targetnya tahun 2024 ini selesai, stunting tidak masalah lagi,” tandas Ikfina.

Ikfina menjelaskan stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun atau balita akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

“Stunting jangka ke depannya adalah berhubungan dengan kecerdasan,” ujarnya.

Sementara itu, berdasarkan penelitian Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) angka stunting di Kabupaten Mojokerto mencapai 27,4 persen, menurut Ikfina, perlu dikaji ulang. Yakni dengan monitoring langsung semua balita yang ada di kabupaten Mojokerto melalui puskesmas dan posyandu.

“Kita akan pengadaan yang isinya adalah alat ukur panjang badan. Kita akan bagikan kepada semua posyandu-posyandu di semua desa dan saya minta tolong ukur semua tanpa terkecuali,” jelasnya.

Ikfina memaparkan, salah satu penyebab kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang pada balita, 60 persen anak usia 0-6 bulan karena tidak mendapatkan ASI eksklusif. Kondisi ini yang kemudian menyebabkan stunting.

“Kenapa ASI eksklusif? Karena ASI eksklusif yang diberikan selama 6 bulan itu akan membentengi anak ini berbagai penyakit, karena asi ini mengandung zat kebal yang tidak bisa didapatkan pada susu formula, sehingga kalau asi eksklusif nomor satu dia tidak akan sering sakit-sakitan,” jelasnya.

Selain itu, Ikfina menjelaskan, terdapat empat indikator untuk menilai keluarga beresiko melahirkan balita stunting. Pertama keluarga prasejahtera atau anak 7-15 tahun tidak sekolah, tidak punya sumber penghasilan tetap, lantai tanah, keluarga tidak makan beragam minimal dua kali.

Kedua fasilitas lingkungan tidak sehat atau tidak memiliki sumber air minum layak, tidak memiliki jamban layak, dan tidak memiliki rumah layak huni. Ketiga pendidikan terakhir ibu di bawah SLTP.

“Dan terakhir pasangan usia subur terlalu muda, terlalu tua, punya anak jaraknya kurang dari dua tahun, dan anak lebih dari tiga,” sebutnya.

Lebih lanjut, melihat indikator pra sejahtera dalam kategori tidak ada anggota keluarga memiliki sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok perbulan, Ikfina menghimbau, agar memastikan para keluarga tersebut masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

“Minta tolong dipastikan masuk dalam DTKS apa belum, paling banyak di Desa Kutoporong dengan 28 KK,  Desa Mejoyo 13 KK, dan Desa Ngrowo 12 kk,” jelasnya.

Selain itu, dalam menurunkan angka stunting, Ikfina membeberkan, terdapat dua intervensi pencegahan stunting yakni Intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Menurutnya, terdapat dua jenis intervensi yakni spesifik seperti berhubungan langsung dengan yang stunting.

“Contohnya remaja, calon pengantin,ibu hamil, dan balita,” ucapnya.

Selanjutnya intervensi sensitif seperti yang tidak berhubungan langsung dengan stunting. Seperti air minum layak, sanitasi layak, penerima bantuan iuran JKN, bantuan tunai bersyarat bantuan sosial pangan.

“Serta pelayanan KB, menekan angka kehamilan, dan pemberian informasi mengenai stunting,” ujarnya.

Ikfina meminta TPPS tingkat desa mampu melaksanakan program percepatan penurunan stunting dengan memfasilitasi dan memastikan pelaksanaan kegiatan percepatan penurunan stunting di tingkat desa. Antara lain memfasilitasi tim pendamping keluarga berisiko Stunting dalam pendampingan, pelayanan dan rujukan stunting bagi kelompok.

“Selain itu, sasaran dalam percepatan penurunan stunting di tingkat desa, melakukan pendataan, pemantauan dan evaluasi secara berkala, melaksanakan rembug stunting di tingkat desa atau kelurahan dan melaporkan penyelenggaraan percepatan penurunan stunting,” pungkasnya.

Setelah menyampaikan materi, Bupati Ikfina melanjutkan dengan melihat berbagai produk UMKM kecamatan bangsal yang menyuguhkan berbagai produk seperti olahan makanan, pertanian, dan berbagai kerajinan tenun ikat.

Diketahui dalam pelaksanaan pelatihan peningkatan Kapasitas Tim Penggerak PKK di Kantor Kecamatan Bangsal diikuti sedikitnya 34 peserta dan dihadiri Camat Bangsal Priyantoro Sugeng Wijaya, Ketua TP PKK Kabupaten Mojokerto Shofiya Hana Al Barra, Ketua TP PKK Kecamatan Bangsal, dan Kepala Puskesmas Bangsal. (im)

189

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini