IM.com – Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati mengundang pengurus puluhan pondok pesantren (ponpes), Jumat (21/10/2022). Agenda tersebut dalam rangka mensosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mojokerto Nomor 11 Tahun 2021 untuk memfasilitasi pengembangan ponpes.
Perda Kabupaten Mojokerto Nomor 11 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pesantren sebagai produk hukum turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Sosialisasi digelar di Aula Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Mojokerto, Jum’at (21/10/2022) pagi diikuti perwakilan 50 pondok pesantren dari 180 ponpes di Kabupaten Mojokerto.
Bupati Ikfina menjelaskan, Perda tentang Fasilitasi Pesantren menjadi landasan hukum Pemkab Mojokerto dalam mengeluarkan anggaran untuk ponpes. Peraturan ini, lanjutnya, untuk menghindarkan potensi penyalahgunaan APBD.
“Setiap bantuan dari pemerintah kepada pesantren apakah itu untuk pembangunan masjid, asrama, kamar mandi, atau yang lain-lainnya, harus ada dasar hukumnya,” jelas Ikfina.
Agenda sosialisasi Perda Fasilitasi Ponpes ini juga dihadiri Kepala Kemenag Kabupaten Mojokerto Barozi, Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kabupaten Mojokerto Nunuk Djatmiko. Serta Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Kabupaten Mojokerto, Muhibbudin.
Ikfina mengatakan, dalam Perda Kabupaten Mojokerto Nomor 11 Tahun 2021, tertuang ada tiga 3 pihak yang berhak menerima bantuan sesuai jenis fasilitasi berdasar Perda 11/2021. Ketiganya meliputi fasilitasi untuk pesantren, pendidikan Diniyah non formal, pendidik dan tenaga kependidikan.
“Bahwa fasilitasi kita ada syaratnya. Jadi selain Perda ini, ada syarat lain bagi pemerintah agar bisa mengeluarkan anggaran yaitu kriteria pesantren yang bisa menerima anggaran itu,” jelasnya.
Ia menjelaskan, pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 terdapat beberapa fungsi pesantren diantaranya fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat.
Selain itu, pada pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2019 yang menjelaskan unsur-unsur di dalam pesantren yang terdiri dari kiai, santri yang bermukim di pesantren pondok atau asrama, masjid atau mushola, dan kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan pola pendidikan muallimin. Bupati Ikfina mengatakan, dalam mendirikan bangunan syarat utama harus ada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan kedua adalah mendapatkan sertifikat layak fungsi.
“Supaya ada keamanan bagi yang memakai gedung itu, bayangkan misalkan santrinya seribuan kalau gedungnya ini tidak ada sertifikat layak fungsi kemudian terjadi sesuatu yang membahayakan para santri, ini akan menjadi masalah ketika gedung itu tidak memiliki sertifikat layak fungsi,” jelasnya.
Selain pentingnya gedung yang memiliki sertifikat layak fungsi, terkait para santri yang masih anak-anak, Bupati Ikfina meminta, agar para pengurus pondok pesantren yang menjadi pengganti orang tua dari anak-anak tersebut, tidak hanya memberikan pendidikan dan dakwah, akan tetapi hak-hak anak bisa terpenuhi serta dapat mengantisipasi segala hal yang dapat berdampak negatif pada para santri.
“Saya minta tolong betul-betul bisa dilaksanakan dengan baik dan nanti kedepannya mungkin nanti kita akan turun, bagaimana kita memastikan bahwa pondok pesantren kalian betul-betul sudah melaksanakan pemenuhan terhadap hak-hak anak,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Bagian Kesra Kabupaten Mojokerto Nunuk Djatmiko menjelaskan, diselenggarakan kegiatan ini bertujuan untuk memberikan sosialisasi program pengembangan dan pemberdayaan lembaga pondok pesantren secara sistematis, terpadu, dan berkelanjutan.
“Kemudian meningkatkan manajemen dan pengetahuan mengenai materi pengelolaan dan pengembangan pondok pesantren kepada para pengampu dan pengurus pondok pesantren,” pungkasnya.
Untuk diketahui, kegiatan sosialisasi fasilitasi pengembangan pondok pesantren dilaksanakan selama 5 hari. Serta dalam pelaksanaannya diikuti sedikitnya 50 pengurus pondok pesantren di masing-masing harinya. (im)