IM.com – Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati menekankan kewajiban lembaga pendidikan seperti pondok pesantren dalam memenuhi anak didiknya. Selain itu, kelayakan fungsi gedung untuk proses pembelajaran juga menjadi aspek yang harus diperhatikan.
Hal ini ditekankan Ikfina dalam agenda sosialisasi fasilitasi pengembangan pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Mojokerto. Kegiatan tersebut sebagai upaya edukasi Pemkab Mojokerto kepada pengurus ponpes terkait landasan hukum dalam memberikan fasilitasi pendidikan agama.
Sosialisasi yang digelar di Aula Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Mojokerto, Selasa (25/10/2022) diikuti sedikitnya 50 pengurus ponpes dari 180 ponpes. Turut hadir Kepala Kemenag Kabupaten Mojokerto Barozi, Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kabupaten Mojokerto Nunuk Djatmiko, serta Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Kabupaten Mojokerto, Muhibbudin.
Terkait sosialisasi fasilitasi pengembangan ponpes, Pemkab Mojokerto telah menerbitkan produk hukum yakni Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mojokerto Nomor 11 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pesantren yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Bupati Ikfina mengungkapkan, alasan utama diterbitkannya Perda Kabupaten Mojokerto Nomor 11 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Pesantren adalah sebagai landasan hukum pemerintah yang secara sah dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memberikan fasilitasi atau bantuan kepada ponpes.
“Makanya perlu produk hukum, ya Perda ini, Perda fasilitasi pesantren,” jelasnya.
Orang nomor satu dilingkup Pemerintah Kabupaten Mojokerto juga mengatakan, terkait fasilitasi yang tertuang didalam Perda Kabupaten Mojokerto Nomor 11 Tahun 2021, terdapat tiga jenis fasilitasi yakni fasilitasi pesantren, fasilitasi pendidikan Diniyah non formal, serta fasilitas terhadap pendidik dan tenaga kependidikan
“Jadi ada syaratnya fasilitasi atau dukungan yang bisa diberikan kepada pesantren itu harus memenuhi kriteria sebagai berikut 1. Pesantren itu harus terdaftar di Kementerian Agama 2. Masuk dalam data SDIPD (Sistem Data dan Informasi Pesantren Daerah) 3. Menyelenggarakan pendidikan pesantren 4. Melakukan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.
Baca: Ini Kriteria Penerima Bantuan Anggaran Fasilitasi Pesantren di Kabupaten Mojokerto
Selain itu, Bupati Ikfina juga menjelaskan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 terdapat beberapa fungsi pesantren diantaranya fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Ia juga menambahkan, pada pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2019 yang menjelaskan unsur-unsur di dalam pesantren yang terdiri dari kiai, santri yang bermukim di pesantren, pondok atau asrama, masjid atau mushola, dan kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan pola pendidikan muallimin.
Terkait unsur-unsur pesantren yang terdapat pada santri yang bermukim di pesantren dan dibangunnya suatu pondok atau asrama, Bupati Ikfina mengatakan, sebagai pengurus pesantren juga harus paham terkait undang-undang tentang perlindungan anak dan undang-undang tentang bangunan gedung.
Ia mengatakan, menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang nomor 23 tahun 2002, anak dikategorikan seseorang yang belum berusia 18 tahun. Sesuai UU tersebut, setiap anak anak mempunyai hak.
“Hak ini wajib dijamin dan dipenuhi secara khusus oleh negara kita. Terkait dengan hak-hak anak, sehingga untuk memenuhi hak anak ini ada kewajiban terhadap para orang tua,” ujarnya.
Ikfina menjelaskan, pengasuh pesantren juga turut berkewajiban untuk memenuhi hak anak yang menempuh pendidikan di lembaga tersebut. Karena ketika berada di ponpes atau sekolah, mereka sudah di luar jangkauan pengasuhan orang tuanya.
“Pengasuhannya berpindah kepada para pengasuh pondok pesantren. Sehingga menurut saya bahwa kalian semuanya juga harus paham terkait dengan undang-undang perlindungan anak,” tambahnya.
Selain itu, di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dijelaskan beberapa hak anak yakni hidup, tumbuh dan berkembang, bermain, rekreasi (piknik/wisata), berkreasi, beristirahat, memanfaatkan waktu luang, berpartisipasi, bergaul dengan anak sebayanya, menyatakan dan didengar pendapatnya, dibesarkan dan diasuh orangtua kandungnya sendiri, berhubungan dengan orang tuanya bila terpisahkan, beribadah menurut agamanya.
Anak juga berhak untuk mendapatkan nama, identitas, kewarganegaraan, pendidikan dan pengajaran, informasi sesuai usianya, pelayanan kesehatan, jaminan sosial, kebebasan sesuai hukum, bantuan hukum dan bantuan lain, serta anak juga berhak untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan,penganiayaan, ketidakadilan, perlakuan salah lainnya, penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, pelibatan dalam peperangan, dan sasaran penganiayaan dan penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
“Ketika kemudian para orang tua menyerahkan anak-anak kepada kalian semuanya, bahwa kalian semuanya juga terikat dengan undang-undang perlindungan anak,” ucap Ikfina.
Terkait dengan gedung, Bupati Ikfina menjelaskan, terdapatnya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Tujuannya, untuk mewujudkan bangunan gedung yang sesuai dengan standar keamanan dan keandalan bangunan baik pada tahap perencanaan maupun pada tahap pemanfaatan. Maka Ia menilai bahwa dalam mendirikan gedung harus memiliki izin Perencanaan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF).
“Untuk menjamin supaya gedung itu aman, layak, tidak mudah roboh, tidak membahayakan didalamnya. Apalagi kalau santrinya ribuan, karena ini nanti akan membahayakan ribuan nyawa, kalau kemudian tidak bersertifikat layak fungsi,” pungkasnya. (im)