Toetik mengimbau korban tindak kekerasan berani bercerita kepada pihak yang dipercaya untuk segera mencari informasi bantuan, meminta pendampingan dan melapor ke aparat penegak hukum. Kemudian, mereka bisa meminta bantuan komunitas cari bantuan pemulihan professional, bahkan bisa langsung mengadu ke LPSK.
“Alur penanganan kasusnya dimulai dari pengaduan, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi, pendampingan korban. Pendamping harus bisa memahami tentang situasi krisis dan memberikan dukungan psikologis awal sebagai komponen dasar pendampingan korban kekerasan,” terangnya.
Pada Situasi Krisis REAKSI SUBYEKTIF individu atas suatu peristiwa yang dinilai sangat menekan sehingga mempengaruhi kestabilan (psikologis) individu yang kemudian menurunkan kemampuannya untuk mengatasi masalah dan keberfungsiannya secara umum penekanan definisi ini adalah pada persepsidan respon individu bukan pada peristiwanya
Saat melakukan pendampingan yang boleh dilakukan adalah menenangkan dan membantu individu untuk merasa aman dan tenang. Menyediakan dukungan emosional. Menjadi pendengar yang baik. Membantu pemenuhan kebutuhan dasar, perawatan dan dukungan praktis.
Sementara yang tidak boleh dilakukan saat pendampingan adalah melakukan tindakan yang hanya boleh dilakukan oleh profesional, membahas detail kejadian krisis yang menyebabkan stress. Serta Membahas detail kejadian krisis yang menyebabkan stress dan memaksa individu berbagi perasaan atau respon.
“Kekerasan terhadap perempuan bukanlah budaya, itu kriminal. Kesetaraan tidak bisadatang pada akhirnya,itu adalah sesuatuyang harus kitaperjuangkan saat ini,” tutur Ketua IPK Indonesia Wilayah Jawa Timur itu.
Workshop yang dilaksanakan selama dua hari 23-24 Oktober dihadiri oleh Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari dan diikuti 55 peserta. Mereka terdiri dari Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), Dharma Wanita Persatuan (DWP) serta anggota Gabungan Organisasi Wanita (GOW).
Kadinsos P3A Choirul Anwar mengatakan, digelarnya workhsop ini bertujuan agar peserta mampu berkontribusi menurunkan kasus kekerasan anak dan perempuan di Kota Mojokerto. Selain itu, peserta juga diharapkan bisa juga motivator pencegahan kasus kekerasan anak dan perempuan di Kota Mojokerto.
Sementara Walikota Ika Puspitasari dalam sambutannya mengajak korban kekerasan dan keluarganya atau pihak yang mengetahui agar tidak takut untuk mengadu. Ia menegaskan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak jangan sampai ditutup-tutupi.
“Lebih baik mengadu dan segera ditangani, daripada diam-diam. Supaya korban tidak bertambah banyak, maka ajaklah untuk jangan takut, untuk berani berbicara, berani mengadu. Karena rata-rata pelaku itu kalau melakukan kejahatan seksual itu ketika tidak terbongkar maka akan terus dilakukan. tetapi kalau ada yang berani melaporkan maka akan kita buat efek jera,” kata Ika Puspitasari.
Jenis kekerasan terhadap anak dan perempuan:
- Kekerasan Domestik Perilaku abusif: kekerasan fisik,kekerasan verbal, kekerasan seksual
- Penelantaran: penelantaran emosional psikologis, penelantaran fisik
- Disfungsional: perceraian, pertengkaran orang tua, perselingkuhan, penggunaan napza, kondisi kesehatan jiwa yang terganggu
- Kekerasan Publik
- Perundungan
- Pelecehan seksual
- Eksploitasi
- Perdagangan manusia
(im)