IM.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mojokerto meminta Pemerintah Kota agar mengkaji ulang atau bahkan membatalkan rencana mengubah pegawai non ASN menjadi pekerja alih daya (outsourcing). Pasalnya, kebijakan tersebut cenderung merugikan pegawai dan hanya menguntungkan pihak ketiga (penyedia jasa).
Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik mengatakan, kebijakan mengalihkan tenaga honorer menjadi outsourcing tidak membuat kesejahteraan pegawai dan manajemen birokrasi menajdi lebih baik. Bahkan berdasar pengalaman penggunaan pekerja alih daya pada RSUD 10 tahun lalu telah memunculkan banyak permasalahan.
“Permasalahan yang terjadi saat itu terkait gaji, seragam, semua bermasalah, termasuk kebutuhan untuk operasional tidak disiapkan oleh pihak ketiga, sehingga penananganan tenaga honorer dikembalikan lagi ke RSUD. Kesimpulannya kesejahteraan Tenaga Non ASN tidak lebih baik kalau diserahkan ke pihak ketiga,” katanya, Selasa (31/10/2023).
Permasalahan terkait pegawai non ASN dan rencana pengalihan statusnya menjadi pekerja outsourcing dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) DPRD dan OPD terkait, pekan lalu. Forum tersebut menghasilkan sejumlah poin rekomendasi dewan menyangkut permasalahan tenaga honorer.
“Kami menilai kebijakan ini dipaksakan, banyak yang nonprosedural. Kami mendegar walikota melakukan tindakan cepat, dengan memakai pihak ketiga (jasa Outsouring),” tandas legislator yang akrab disapa Juned.
Menurut politisi PKB ini, tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan tersebut sangat menguntungkan para penyedia jasa tenaga alih daya yang ditunjuk. Apalagi, masuknya pihak ketiga akan menambah beban anggaran.
“Karena ada diktum pemkot menambah biaya Rp 500 ribu per tenaga honorer. Padahal semangat penganggaran pemerintah pusat adalah efisiensi, tetapi sekarang ini malah akan memakai mekanisme outsourcing yang memberi keuntungan pihak ketiga,” tukasnya.
Masalah lain yakni kebijakan itu mengubur peluang pegawai non ASN yang sudah mengabdi lebih dari 5 tahun untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Juned mengungkapkan, dengan adanya kebijakan outsourcing itu, maka peluang tersebut langsung terputus.
“Pegawai non ASN yang sudah 5 tahun bekerja yang dengan syarat tertentu bisa langsung melamar menjadi PPPK akan terputus semua. Hal tersebut jelas ini mengebiri haknya masyarakat,” cetusnya.
Kayak ga tai aja semua demi cuan lah