IM.com – Peresmian Wihara Budhhayanna di Jalan Joktole, Kelurahan Magersari, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto selama 7 hari di hadiri ratusan umat Buddha untuk lakukan Pendarasan Tripitaka dari hari senin hingga minggu dan ditutup dengan upacara Garbhadana atau mendem pedaging. Minggu (7/7/2024).
Acara peresmian Wihara Budhhayanna Mojokerto dari hari senin tersebut dengan melakukan Pendarasan Tripitaka yang dengan 21 biku dan bikuni Sangha Agung Indonesia.
Sampai dilanjutkan hari minggu dengan upacara tradisi Kasogatan Majapahit dari Buddha Keling, yang di pimpin oleh Ida Pedanda Gede Swabawa Karang Adnyana dari Bali.
Ida Pedanda Gede Swabawa Karang Adnyana, keturunan Mpu Tantular generasi ke 16, mengatakan Wihara Buddhayana Mojokerto yang telah di resmikan nantinya agar bisa mengajarkan dan meneruskan Budhha Kasogatan Majapahit yang seperti di Budakeling Bali.
“Terkait upacara yang dilaksanakan di wihara pada hari ini sama seperti di bali yang di namakan Mendem Pedagingan atau disebut upacara garbhadana dengan melakukan memendam alat-alat atau materi-materi yang dinamakan Pancadatu,” kata Ida Pedande Gede.
Ida Pedande Gede juga mengatakan, Pancedatu yang di pendam itu berupa 5 ungsur logam mulia yang merupakan simbolik dari inti-inti ajaran Buddhayana, sehingga nantinya dari energi yang di tanam bisa memancarkan kepada seluruh sangga-sangga anggota Buddha berada. Sehingga bangunan wihara ini nantinya menjadi tempat untuk pensucian diri, tempat untuk pensucian pikiran, dan tempat pensucian laksana agar tumbuh generasi yang berbudi luhur baik.
“Dengan adanya upacara Mendem pedagingan di Wihara Buddhayana Mojokerto ini agar tumbuh generasi yang berbudi luhur baik. Arti Medem Pedagaingan yaitu inti energi elemen-elemen alam semesta yang di pendam, jadi saat memuja Beliau doa kita bisa langsung terpancarkan ke alam semesta,” terang Ida Pedande Gede.
Upacara Garbhadana adalah upacara pembenihan dengan melakukan peletakan garbhaputra pada tempat yang ditetapkan sebagai ratnatraya-sthana di dasar di bagian tengah mandala.
Ada 8 batu yang di letakkan di dalam guji dan di pendam di dalam tanah, yaitu batu permata warna putih bertuliskan aksara Kawi merupakan sifat dari Buddha Vairocana, batu permata berwarna ungu bertuliskan aksara Kawi merupakan sifat dari Buddha Aksobya, batu permata warna kuning bertuliskan aksara Kawi merupakan sifat dari Buddha Ratnasambava, batu permata warna merah bertuliskan aksara Kawi merupakan sifat dari Buddha Buddha Amitabha, batu permata warna hijau bertuliskan aksara Kawi merupakan sifat dari Buddha Amogasiddhi, batu permata warna putih dengan ukiran bija aksara Buddha Vairocana merupakan sifat dari Buddha, batu permata warna hitam dengan ukiran bija aksara Bodhisattva Avalokitesvara merupakan sifat dari Dharma, dan batu permata warna merah dengan ukiran bija aksara Vajrapani merupakan sifat dari Sangha.
Tepat pada pukul 19.00 WIB upacara mendem pedaging ditutup dengan pagelaran wayang potehi etnis Tionghoa. (rik)