IM.com – Pembahasan tentang BPJS perlu terus dikembangkan untuk memastikan masyarakat memahami hak dan kewajibannya serta manfaat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Berikut wawancara daring antara Rokimdakas (R) dari inilahmojokerto.com dengan dr. Elyasani Irwanti (E), pengamat jaminan sosial di Jakarta yang disajikan berikut:
R: Apa tantangan terbesar Indonesia dalam membangun kesadaran jaminan sosial?
E: Pertama, literasi publik masih rendah. Banyak pekerja menganggap iuran hanya potongan gaji, padahal manfaatnya jauh lebih besar. Kedua, ada masalah kesejahteraan. Sebagian masyarakat menganggap polis asuransi mahal, sehingga cenderung untuk memenuhi kebutuhan harian.
Ketiga, ada pandangan religi yang ekstrem. Sebagian orang menganggap sakit, mati atau kecelakaan sepenuhnya urusan Tuhan, sehingga tidak perlu perlindungan. Padahal jaminan sosial adalah bentuk ikhtiar sosial dan tanggung jawab ekonomi agar keluarga tidak jatuh miskin.
R: Bagaimana dengan pekerja informal?
E: Peserta BPJS Ketenagakerjaan mencakup pekerja formal maupun Bukan Penerima Upah (BPU) seperti petani, pedagang, seniman, freelancer, hingga mitra ojek online. Inilah inklusi sosial.
Namun tantangannya adalah kesadaran dan kemampuan finansial. Pekerja informal sering tidak terbiasa menyisihkan penghasilan untuk perlindungan jangka panjang. Padahal, mereka justru paling rentan karena tidak punya penghasilan tetap.
R: Sebagai pekerja, sering muncul pertanyaan, apa jaminan sosial itu penting? Bukankah iurannya terasa membebani?
E: Jaminan sosial bukan sekadar kewajiban administratif melainkan perlindungan dasar agar setiap warga negara tetap bisa hidup layak ketika menghadapi risiko.
Tanpa perlindungan ini, keluarga bisa jatuh miskin ketika tulang punggungnya sakit, kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan atau memasuki usia tua. Negara hadir melalui jaminan sosial untuk memastikan hak dasar itu terlindungi.
R: Seperti apa bentuk perlindungannya?
E: Ada tiga pilar utama. Pertama, bantuan sosial, ditujukan bagi masyarakat miskin atau rentan. Kedua, asuransi sosial, berbasis iuran pekerja dan pemberi kerja, misalnya BPJS Ketenagakerjaan.
Ketiga, pilar tambahan, berupa asuransi swasta atau tabungan lain yang sifatnya pelengkap. Ketiganya saling menopang. Tanpa itu, masyarakat akan rentan menghadapi risiko sepanjang hidup.
R: Kalau dibandingkan dengan negara lain, apa yang bisa dipelajari?
E: Ada contoh menarik. Misalnya Jerman, sudah sejak abad ke-19 mewajibkan perusahaan mendaftarkan pekerjanya dalam asuransi kesehatan, kecelakaan, dan pensiun. Kesadaran masyarakatnya tinggi karena jaminan sosial dianggap kontrak sosial.
Jepang punya sistem asuransi kesehatan universal. Semua pekerja wajib didaftarkan, sementara pemerintah menanggung kelompok rentan. Hasilnya: akses merata dan angka harapan hidup tertinggi di dunia.
Australia menggabungkan asuransi sosial dan bantuan sosial. Program Medicare memberi perlindungan kesehatan bagi pekerja, sementara keluarga berpenghasilan rendah mendapat tunjangan. Ketiga negara itu membuktikan, jaminan sosial adalah fondasi penting masyarakat sehat, tangguh, dan berdaya saing.
R: Apakah iuran bisa diambil kembali?
E: Bisa. Dana Jaminan Hari Tua (JHT) dapat dicairkan sebagian atau penuh.
Sebagian, misal 10% untuk persiapan pensiun atau 30% untuk pembelian rumah, dengan syarat minimal kepesertaan 10 tahun
Penuh: bila pekerja berhenti bekerja, terkena PHK, atau pensiun. Kini prosesnya makin mudah melalui aplikasi JMO (Jamsostek Mobile), tanpa perlu antre di kantor cabang.
R: Menurut Anda, apa langkah yang harus dilakukan agar sistem jaminan sosial di Indonesia lebih kuat?
E: Ada tiga hal penting. Pertama, meningkatkan literasi. Sosialisasi harus masif agar masyarakat paham bahwa jaminan sosial adalah investasi masa depan.
Kedua, memperluas cakupan peserta. Pekerja informal perlu didorong ikut serta dengan skema iuran yang lebih fleksibel. Ketiga, Memperbaiki layanan. Proses klaim harus cepat, mudah, dan transparan agar masyarakat percaya manfaatnya nyata.
Jika langkah ini dijalankan, Indonesia bisa meniru kesuksesan Jerman, Jepang atau Australia dalam membangun sistem perlindungan sosial yang kokoh. (kim)
Beranda Politik Birokrasi Kesehatan Tantangan Jaminan Sosial di Indonesia Begini Uraian Pengamat dr. Elyasani Irwanti
Tantangan Jaminan Sosial di Indonesia Begini Uraian Pengamat dr. Elyasani Irwanti
8