Dr Ir. Agus Wibowo, MSc, Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB berpose bersama peserta dari NTB dan Yogyakarta.

‎IM.com – Bayangkan sebuah jembatan roboh akibat bencana. Dulu, pemerintah harus menunggu alokasi dana APBN untuk membangunnya kembali tetapi sekarang tidak lagi. Melalui skema asuransi infrastruktur yang menjadi bagian dari Pooling Fund Bencana (PFB), pembangunan ulang dapat dilakukan dengan cepat lewat klaim polis asuransi.

‎Inovasi pendanaan penanggulangan bencana melalui Dana Bersama atau Pooling Fund Bencana (PFB) menjadi sorotan dalam peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Nasional 2025 yang digelar di Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto, 1–3 Oktober 2025.

‎Hal ini disampaikan oleh Dr. Ir. Agus Wibowo, M.Sc., Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB, saat menjadi narasumber dalam sesi diskusi tematik yang diinisiasi oleh YAKKUM Emergency Unit (YEU) bersama mitra kemanusiaan.

‎“Pooling Fund Bencana adalah instrumen strategis dalam pembiayaan dan asuransi risiko bencana. Skema ini menghimpun dana dari berbagai sumber, termasuk APBN, APBD, masyarakat, maupun mitra internasional, untuk memastikan pendanaan penanggulangan bencana yang memadai, berkelanjutan dan adaptif,” ujar Dr. Agus.

Diskusi Penanggulangan Resiko Bencana juga melibatkan penterjemah bahasa simbol bagi peserta disabilitas.

‎Menurut Dr. Agus, pendanaan bencana selama ini bersandar pada mekanisme reguler, yakni APBN dan APBD, serta Dana Siap Pakai (DSP). Namun kebutuhan di lapangan sering kali lebih besar dari ketersediaan dana cadangan, khususnya saat darurat bencana.

‎Melalui PFB, pemerintah dapat menghimpun dan mengembangkan dana melalui instrumen investasi jangka pendek maupun jangka panjang. Dana tersebut kemudian disalurkan untuk tahap prabencana, tanggap darurat, hingga pemulihan pascabencana serta skema transfer risiko berbasis asuransi.

‎“Salah satu inovasi yang saat ini sudah berjalan adalah mengasuransikan infrastruktur penting, misalnya jembatan. Jika jembatan terdampak bencana, maka pembangunan kembali bisa dilakukan melalui klaim polis asuransi. Ke depan, jumlah aset yang diasuransikan akan semakin banyak sehingga pembangunan pasca bencana tidak terlalu membebani APBN,” jelasnya.

‎Regulasi dan Tata Kelola

‎Pengelolaan Dana Bersama diatur dalam sejumlah regulasi, di antaranya Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana, PMK Nomor 28 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Dana Bersama, hingga berbagai petunjuk teknis Kepala BNPB tahun 2025.

‎PFB sendiri dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di bawah Kementerian Keuangan, dengan tata kelola yang memungkinkan penyaluran langsung kepada kementerian/lembaga, pemerintah daerah, kelompok masyarakat, maupun penyedia barang dan jasa sesuai kebutuhan.

‎Peringatan Bulan PRB Nasional 2025 di Kota Mojokerto mengusung tema “Bencana Tidak Bisa Menunggu, Kesiapsiagaan Menjadi yang Utama” dengan tagline khas Jawa Timur “Tangguh Rek!”. Selama tiga hari, kegiatan meliputi seminar nasional, pameran kebencanaan, workshop tematik serta simulasi penanggulangan bencana.

‎YEU menjadi penyelenggara utama tiga diskusi tematik yang menyoroti pendekatan GEDSI, jejaring koordinasi inklusif serta aksi komunitas dalam adaptasi perubahan iklim.

‎Berbagai komunitas dampingan, termasuk kelompok perempuan, penyandang disabilitas, dan organisasi pemuda, ikut ambil bagian dalam forum ini.

‎Menurut Eli Sunarso – perwakilan YEU selaku penyelenggara – keterlibatan langsung masyarakat dan komunitas lokal menjadi kunci keberhasilan program PRB. Setiap aksi, mulai dari edukasi hingga simulasi, didokumentasikan dalam Dashboard Gerakan PRB berbasis spasial yang memetakan kontribusi daerah-daerah di seluruh Indonesia.

‎Dengan kehadiran Dr. Agus Wibowo yang menekankan pentingnya inovasi pendanaan melalui PFB dan skema asuransi infrastruktur, Bulan PRB 2025 tidak hanya menjadi ruang edukasi publik, tetapi juga ajang memperkuat fondasi pembiayaan nasional menghadapi risiko bencana.

‎“Bencana tidak bisa menunggu. Oleh karena itu, inovasi pendanaan yang inklusif, transparan, dan berkelanjutan adalah keharusan agar masyarakat Indonesia benar-benar siap menghadapi ancaman bencana,” pungkas Dr. Agus. (kim)

18

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini