ISM membuktikan bahwa kesukarelaan dapat berubah menjadi sistem penanganan darurat yang profesional.

‎IM.com – Integritas Sukarelawan Mojokerto (ISM) menunjukkan bahwa manajemen kebencanaan yang efektif tidak selalu lahir dari institusi formal.

‎Sejak berdiri pada 15 Agustus 2015, ISM tumbuh dari gerakan akar rumput menjadi organisasi relawan dengan standar operasional yang rapi, logistik yang terkelola, dan tim yang siap bekerja dalam 24 jam.

‎Di tengah berbagai bencana yang melanda Mojokerto dan sekitarnya, ISM membuktikan bahwa kesukarelaan dapat berubah menjadi sistem penanganan darurat yang profesional.

‎Ketua ISM, Agus Wahyu Cahyono, menegaskan bahwa kekuatan relawan tidak hanya terletak pada jumlah personil, tetapi pada manajemen yang disiplin.

‎“Kami bergerak cepat karena punya sistem. Mobil rescue, ambulan, genset, dan logistik selalu siap. Dalam sehari, semua sudah bisa turun ke lapangan tanpa perlu menunggu perintah siapa pun,” ujarnya.

‎Perjalanan ISM dimulai dari aksi sederhana: menutup jalan berlubang di Mojosari agar tidak menimbulkan kecelakaan. Namun ketika banjir besar melanda Desa Gembongan dan Kedung Gerpol pada 2015, mereka menyadari perlunya koordinasi dan pembagian tugas yang lebih terstruktur. Dari situlah embrio manajemen kebencanaan ISM terbentuk.

‎Kini ISM memiliki 279 relawan dari berbagai profesi, ASN, TNI-Polri, pekerja swasta hingga pelajar, dengan struktur kepemimpinan yang lengkap.

‎Fleksibilitas menjadi prinsip utama. “Relawan tidak diwajibkan ikut semua kegiatan. Yang penting mereka paham SOP dan siap saat dibutuhkan. Relawan itu bukan beban tapi hobi yang berguna,” kata Agus.

‎ISM mengoperasikan gudang logistik khusus yang menyimpan peralatan evakuasi, perahu, tenda darurat, senzo, air mineral, hingga kebutuhan dasar untuk korban.

‎Sistem pendanaan mandiri juga menjadi kekuatan organisasi ini. Operasi bencana dibiayai dari urunan anggota dan donatur tetap, sementara donasi publik hanya dibuka untuk bencana di luar Mojokerto. Kemandirian ini membuat ISM mampu bergerak cepat tanpa terhambat birokrasi.

‎Pelatihan rutin bersama Forum Pengurangan Bencana (FPB) dan BPBD Kabupaten Mojokerto memastikan setiap personil memahami teknik evakuasi, penggunaan alat pelindung diri, pemetaan risiko, hingga mekanisme membangun hunian sementara dan sanitasi darurat.

‎Kompetensi ini terbukti ketika ISM bertugas selama 2,5 bulan menangani erupsi Gunung Semeru 2021–2022. Mereka mengevakuasi korban, membangun hunian sementara, dan mengatur distribusi logistik dengan koordinasi lintas lembaga.

Nuansa kemanusiaan semakin terasa dalam setiap operasi. Relawan ISM bekerja dengan protokol ketat. Wajib menggunakan masker, helm, kacamata, serta persediaan air dan makanan kering.

‎Namun, di balik disiplin itu, ada sentuhan empati yang menjadi ciri khas mereka. Dalam setiap tenda pengungsian, relawan tak hanya membawa bantuan, tetapi juga kehadiran yang menenangkan masyarakat.

‎Beberapa operasi terbaru yaitu longsor di Cangar pada November 2025, banjir besar di Sooko di awal tahun, hingga layanan ambulan gratis bagi warga tak mampu. Kesemuanya kian menegaskan bahwa ISM telah membangun model manajemen kebencanaan berbasis komunitas yang efektif dan relevan.

‎“Kami memulai dari hal kecil. Ternyata, kalau dikelola dengan baik, hal kecil itu bisa menyelamatkan banyak nyawa,” tutup Agus.

‎ISM Mojokerto membuktikan bahwa relawan bukan sekadar gerak spontanitas. Dengan manajemen yang presisi, logistik siap dan ketrampilan yang terlatih, mereka berhasil menjembatani kekosongan antara kebutuhan masyarakat dan lambannya prosedur formal.

‎Sebuah model yang layak dicontoh, sekaligus inspirasi bahwa kesigapan dapat lahir dari komunitas kecil yang bekerja dengan misi besar. (kim/wid)

16

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini