IM.com – Aksi bela tauhid menuntut Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dan Gerakan Pemuda Ansor NU dibubarkan di sejumlah daerah, Jumat (26/10/2018), berubah menjadi ajang gerakan politis. Asi ribuan massa dari berbagai kelompok peserta aksi 212 di Jakarta bahkan tak hentinya mengumandangkan seruan 2019GantiPresiden.
Massa yang menamakan diri Barisan Nusantara Pembea Tauhid (BNPT) berunjuk rasa dan berorasi depan Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Awalnya, mereka mendesak pemerintah membubarkan organisasi masyarakat Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU).
Massa aksi menilai bendera yang dibakar anggota Banser Nahdlatul Ulama (NU) di Garut, Jawa Barat beberapa waktu lalu merupakan bendera tauhid karena di dalamnya bertuliskan kalimat syahadat. Kendati Polri memastikan bendera tersebut merupakan atribut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sering digunakan ketika menyelenggarakan suatu kegiatan. (Baca: Pengibar Bendera Provokatif di HSN Garut Akui Bendera HTI).
Di hadapan ribuan massa, salah seorang orator mengatakan Banser selama ini melakukan pekerjaan yang keliru. Misalnya membela mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kala itu, Ahok terseret kasus dugaan penodaan agama ketika masih menjabat sebagai pimpinan DKI.
“Banser tidak ada kerjaannya. Kerjaannya persekusi, jaga gereja, bela Ahok, menghukum LGBT. Banser bermafaat?” ucap orator tersebut.
“Tidak,” jawab massa aksi serentak.
“(Banser) lebih baik?,” kembali orator tersebut berkata. “Dibubarkan,” jawab massa aksi.
Namun desakan pembubaran Banser ini kemudian berubah menjadi seruan ganti presiden. Pergeseran ajang demonstrasi menjadi politis ini digiring oleh koordinator aksi yang menyebut rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini anti-Islam. Sebab, pemerintah dan aparat hukum tak mau mengusut pelaku pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid.
“Presiden yang zalim ini haram atau halal dipilih saudara-saudara?” tanya koordinator massa aksi yang dijawab seruan ‘haram’ dengan lantang.
“Mau memberikan kesempatan dua periode lagi atau tidak saudara-saudara?” koordinator aksi kembali bertanya yang dijawab seruan ‘tidak’ dari massa.
“Kalau haram 2019 ganti apa?” sorak koordinator aksi. “Presiden,” ucap massa berseru.
Rizieq Gerakkan Massa dari Mekkah
Di sela aksi, salah satu orator menyampaikan pesan dari Imam Besar FPI, Rizieq Syihab untuk kembali melakukan aksi nasional pada 2 November mendatang.
“Ada seruan dari imam besar Indonesia Habib Rizieq Shihab, beliau menyerukan, ayo sepekan ini lakukan aksi bela tauhid di seluruh Indonesia. Puncaknya ayo dari daerah turun ke Jakarta aksi 211 berarti 2 November 2018 bulan depan. Siap datang ke Jakarta?” tanya orator tersebut, Jumat (26/10).
Seruan tersebut menurutnya berasal dari Rizieq Syihab yang saat ini ada di Mekkah. Aksi 211 tersebut rencananya akan dipusatkan di depan Istana Negara.
“Salat Jumat di Masjid Istiqlal kemudian long march dari Istiqlal dan Patung Kuda menuju istana. Kita ruqyah istana dengan kalimat tahlil. Sebab di istana loba jurig,” kata orator tersebut.
Sedangkan untuk puncak reuni akbar 212, kata orator tersebut, akan dilaksanakan 2 Desember 2018 mendatang.
“Kibarkan setinggi-tingginya bendera Rasulullah. Semua ormas bisa pakai seragam ormasnya. Puncak kemenangan reuni akbar mujahid 212 di Monas pda 2 Desember 2018. Siap penuhi Jakarta?” teriaknya pada demonstran.
Seruan dan tuntutan massa demonstran semakin melebar kemana-mana. Setelah kumandang 2019GantiPresiden bergema, demonstran pun mendesak Ketua Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil diadili. Meskipun, Yaqut tak terkait dengan aksi pembakaran bendera HTI.
Imam Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Muchsin Alatas beralasan, Yaqut sebagai Ketua Umum GP Ansor yang menanungi Banser adalah sosok yang paling bertanggung jawab atas insiden pembakaran.
“Yang pertama Yaqut harus diadili, pimpinan banser, pimpinan ansor,” ujar Muchsin di depan gedung Kemenkopolhukam, Jakarta.
Ia meminta pihak Kemenkopolhukam agar dapat memfasilitasi pertemuan dengan Yaqut bersama Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj dan sejumlah ulama dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.
“Jangan sampai (tuntutan kami) hanya jadi catatan. Kalau tidak (dipenuhi) kita tagih janjinya tanggal 2 November,” katanya. (cni/im)