IM.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan akan memindahkan ibu kota negara ke daerah di luar Pulau Jawa. Salah satu pertimbangannya tak lain karena ingin ‘menyelamatkan’ Pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta yang sudah penuh sesak hingga menyebabkan kemacetan parah dan banjir.
“Pulau Jawa sudah sangat padat,” kata Presiden Jokowi dalam rapat terbatas soal rencana pemindahan Ibu Kota di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4/2019).
Data yang diperoleh Jokowi, penduduk di Jawa sudah 57 persen dari total penduduk kita. Di Sumatera 21 persen, di Kalimantan 6 persen, nah ini masih 6 persen, baru 6 persen. Sulawesi 7 persen, Papua dan Maluku 3 persen.
Menurut Presiden, kepadatan penduduk yang tidak terkelola dengan baik itu menyebabkan sejumlah dampak. Di antaranya, kemacetan dan banjir.
Jokowi menyebutkan, kemacetan parah tak hanya terjadi di Jakarta, melainkan merata di pesisir Pulau Jawa. Kemacetan di DKI bahkan sudah masuk kategori kritis.
Selain itu, banjir juga kerap melanda Belum lagi permasalahan banjir setiap musim hujan. ketersediaan air bersih pada musim kemarau juga menjadi sorotan Jokowi.
Di musim kemarau, lanjut Jokowi, ketersediaan air bersih hanya sekitar 2 persen dari kebutuhan. Pencemaran juga menjadi masalah serius bagi masyarakat, tercatat beberapa sungai di Pulau Jawa masuk dalam daftar 10 sungai tercemar di dunia.
“Ada pencemaran yang berat juga, dan ini di Pulau Jawa. Sungai-sungai di Pulau Jawa merupakan 10 sungai yang paling tercemar di dunia. Informasi juga yang saya terima, sebanyak 40 ribu hektare lahan yang sangat produktif beralih fungsi di Jawa,” ungkap Jokowi.
Jokowi juga menyoroti ketersediaan lahan
produktif. Menurut dia, sebanyak 40 ribu hektare lahan produktif setiap
tahunnya beralih fungsi.
“Dari sawah ke properti. sehingga kita harapkan
alasan-alasan dari pak menteri ini benar-benar menjadi sebuah cara kita untuk
membangun anak tangga dalam mengefektifkan pengelolaan negara kita betul-betul
arahnya harus ke sana,” jelas Jokowi.
Karena itu, daerah di luar pulau Jawa dipilih sebagai memindahkan ibu kota baru merupakan solusi yang tepat. Sebab, mayoritas jumlah penduduk Indonesia tersebar mayoritas berada di Pulau Jawa.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam Rapat Terbatas dengan topik “Tindak Lanjut Rencana Pemindahan Ibu Kota” di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4/2019).
“Pertanyaannya, apakah di Jawa mau ditambah? Sudah 57 persen, (tapi) ada yang 6 persen dan 7 persen dan 3 persen. Kalau masih berpikir tiga alternatif, kalau saya sih alternatif satu dan dua sudah tidak,” ujar Jokowi.
Badan Khusus Pemindahan Ibukota
Menindaklanjuti
rencana Presiden Jokowi memindahkan ibu kota, Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional (PPN/Bappenas) Bambang P.S Brodjonegoro mengusulkan pembentukan badan otoritas khusus.
Tujuannya, agar proses pemindahan berjalan lebih lancar dan cepat.
Bambang menjelaskan kajian kementerian menunjukkan pemindahan ibu kota
setidaknya membutuhkan waktu sekitar 5-10 tahun. Estimasi ini merujuk pada
pengalaman pemindahan ibu kota atau pusat pemerintahan di sejumlah negara di
dunia.
“Kami melihat pengalaman Korea, dari Seoul ke Sejong itu bertahap sampai 2030, jadi multiyears, karena itu, perlu ditangani oleh tim khusus. Usulan kami memang semacam badan otorita,” ujar Bambang di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (29/4/2019).
Bambang menjelaskan, badan
otoritas juga akan bertanggung jawab langsung ke presiden dan memiliki dewan
pengawas. Nantinya, badan tersebut akan memiliki tugas untuk mengoordinasikan
seluruh proses pemindahan ibu kota. Mulai dari pengelolaan dana investasi dan
membangun kerja sama dengan seluruh pihak, baik dengan pemerintah, Badan Usaha
Milik Negara, hingga swasta.
Selanjutnya, badan itu juga akan mengelola proses pengalihan aset pemerintah di
Jakarta untuk membiayai investasi pemindahan kota baru. Tak ketinggalan, badan
ini juga harus melakukan pembangunan ibu kota baru. Mulai dari menyusun
struktur, pola tata ruang, membangun infrastruktur, fasilitas pemerintah,
hingga sarana dan prasarana.
“Juga
mengawasi pergerakan harga tanah. Kami tidak mau nanti harga tanah di kawasan
baru dikontrol oleh pihak swasta, karena nanti masyarakat akan kesulitan untuk
mendapatkan lahan dan pemukiman yang layak,” jelasnya.
Sementara Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, nampaknya sedikit tidak nyaman
dengan rencana pemindahan ibukota ini. Anies menilai dengan dipindahkannya ibu kota dari Jakarta ke
kota lain tidak akan memberikan dampak perubahan yang signifikan untuk DKI
Jakarta. Pusat bisnis masih akan di Jakarta.
“Jadi kalau di catatan kita jumlah kendaraan pribadi di Jakarta sekitar 17 juta kendaraan kedinasan 141 ribu. Jumlahnya kecil sekali, kalau pun pemerintah pindah tidak kemudian mengurai masalah kemacetan,” ujar Anies di Pasar Kenari, Jakarta Pusat, hari ini.
Anies berujar, masalah banjir yang juga menjadi salah satu alasan pemindahan ibukota dari Jakarta sejatinya masih bisa diselesaikan.
“Tetap harus diselesaikan, begitu juga dengan penurunan tanah. Penurunan tanah itu tetap harus diselesaikan,” ucapnya.
Anies mengungkapkan, maksud dari rapat bersama Presiden Joko Widodo yang meminta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas untuk mengkaji permasalahan di ibu kota. Ia juga mengatakan, Jokowi akan memprioritaskan pembangunan infrastruktur di ibu kota selama 10 tahun mendatang.
“Jadi kesimpulan Pak Presiden begini, kaji lebih jauh soal ibu kota yang ditugaskan dengan Kementerian Bappenas dan ibu kota. Kemudian yang kedua komitmen untuk pembangunan di Jakarta selama sepuluh tahun ke depan yang diputuskan,” tegasnya. (bes/im)