IM.com – Tim Saber Pungli masih mengembangkan penyidikan kasus penyelewengan tiket masuk wsata pemandian air panas Padusan Pacet, Kabupaten Mojokerto ke arah tindak pidana korupsi terstruktur.
Besar kemungkinan ada pihak lain yang terlibat ikut menikmati hasil pungli selain dua PNS dan satu pegawai honorer Disparpora Kabupaten Mojokerto yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Sabtu lalu (21/9/219).
Tim Saber Pungli bersemangat membongkar skandal penyelewengan ini. Pasalnya, jika penanganan perkara hanya mengacu pada hasil OTT dengan barang bukti kecil, maka prosesnya justru akan merugikan Negara.
“Biaya sidang saja Rp 60 juta, ya rugi negara. Belum makannya (para pelaku) di penjara. Tidak ada pengembalian kerugian negaranya. Melihat pungli kami gemas. Tapi harus melihat asas kemanfaatan dari pemidanaan sendiri apa,” kata Ketua Pokja Yustisi Satgas Saber Pungli Mojokerto Agus Hariono, Selasa (24/9/2019).
Sementara barang bukti yang disita dalam OTT menurut Agus hanya Rp 2.240.000. Versi Kapolres Mojokerto AKBP Setyo Koes Heriyatno sebesar Rp 7 juta. (Baca: Dua PNS dan Pegawai Honorer Terjaring OTT di Wisata Air Panas Padusan).
Terlebih, menurut Agus, proses pidana kasus korupsi tergantung pada besaran kerugian negara atau kualitas subjek hukumnya. Karena itu, Tim Saber Pungli berkoordinasi dengan Inspektorat Pemkab Mojokerto untuk melakukan penyelidikan di jajaran birokrasi pemkab.
Agus menduga, kasus ini melibatkan oknum PNS lain di instansi tempat salah satu terlapor, Lamat, bertugas. Sembari menunggu hasil investigasi inspektorat, Agus tak mau berspekulasi terkait instansi yang dimaksud adalah Disparpora Kabupaten Mojokerto atau yang SKPD yang lain.
“Tergantung pemeriksaan Inspektorat, ada ndak mengarah ke sana. Yang jelas, dia (Lamat) bukan pejabat, jadi perlu ditelusuri arahnya (aliran dana hasil pungli) ke mana, ke atas, ke samping, semua harus jelas,” tandasnya.
Tim Satgas Saber Pungli meringkus dua oknum PNS dan satu tenaga honorer di Disparpora Kabupaten Mojokerto pada Sabtu (21/9/2019). Ketiganya yakni Lamat dan Dian Ragil (PNS) serta Angga, anak dari Lamat yang menjadi tenaga honorer di Disparpora
Untuk mengungkap indikasi keterlibatan pihak lain, Agus menilai, langkah yang dilakukan adalah aparat pengawas internal pemerintah (APIP) harus menghitung kerugian negara akibat pungli ini.
Sebab, Agus menemukan potensi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) Pemkab Mojokerto akibat pungli di wisata Banyu Panas ini lebih besar dari yang dibongkar dalam OTT.
“Potensi kerugian mencapai Rp 40 juta per bulan. Hitungannya dari yang kami dengar rata-rata sehari dapat Rp 600 ribu, hari libur dan weekeend Sabtu-Minggu Rp 3,5 juta,” ungkapnya.
Agus menyatakan, potensi bocornya PAD sebesar itu setidaknya terjadi sejak Lamat menjadi petugas loket di wisata Padusan pada April 2019. “Aliran dananya masih didalami Kita tunggu hasilnya dari Inspektorat,” tuturnya. (im)