IM.com – Narapidana dan warga binaan kabur dari tahanan lembaga pemasyarakatan (Lapas) menjadi trending topic di negeri ini. Kendati bukan perkara baru. Banyak faktor penyebab, diantaranya lemahnya pengawasan dan over kapasitas.
Seperti di Lapas Klas IIB Mojokerto di Jalan Taman Siswa Kota Mojokerto, memiliki luas area hunian 50 x 75 meter persegi. Sementara jumlah warga binaan ada 641 orang. “ Jumlah itu terbagi 230 tahanan dan 411 napi. Maka kondisi seperti itu sangat tidak ideal karena kamar ukuran 5 x 6 meter dihuni sampai 50 orang.”terang Kepala Lapas Klas IIB Mojokerto Muhammad Hanafi.
Kondisi yang over kapasitas sampai 300%, itu diperparah lemahnya pengawasan di dalam Lapas. “ Idealnya dihuni 200 orang, bukan 641 orang,” ujar Hanafi seraya menandaskan pihaknya melaksanakan istiqosah sebagai upaya penyadaran kepada napi dan warga binaan.
Tak itu saja, jumlah sipir yang sangat minim juga menjadi faktor lemahnya pengawasan sehingga berdampak napi atau warga binaan kabu. Seperti di Lapas Klas IIB Mojokerto, jumlah sipir saat ini hanya 20 orang. Mereka berjaga selama 24 jam, dibagi dalam tiga shift.
Praktis setiap waktu, dengan jumlah penghuni yang membludak, Lapas Mojokerto hanya dijaga 5 sipir.
Idealnya, lanjut Hanfi setiap shift dijaga 14 orang.”Dibandingkan jumlah warga binaan, jumlah petugas kami sangat kurang. Inilah yang sebenarnya menjadi akar dari semua persoalan di lapas,” ungkapnya.
Dan kondisi ini sudah terjadi selama bertahun-tahun. Tak pelak insiden napi kabur hingga keributan di dalam lapas masih saja terjadi.
Seperti pada 2 Oktober 2016, dua napi kasus curat dan narkoba kabur dari sel isolasi dengan cara menjebol plafon menggunakan gergaji besi. Sementara pada 23 Agustus 2015, terjadi perkelahian antara napi kasus penganiayaan dengan napi kasus narkoba.
Perkelahian dipicu hutang itu nyaris memicu kerusuhan antar kelompok napi di dalam lapas. Situasi kembali kondusif setelah petugas memindahkan empat napi ke Lapas Jombang.
Untuk mencegah insiden tersebut terulang, lanjut Hanafi, pihaknya menggunakan pendekatan spiritual. Seluruh warga binaan Lapas Mojokerto diajak menggelar istighosah.
“Kegiatan spiritual ini untuk mengantisipasi kerusuhan dan napi kabur. Supaya warga binaan bisa ikhlas menjalani hukuman pidananya karena perbuatannya, di lapas mereka kami bina supaya menjadi orang yang lebih baik,” terangnya.
Sementara untuk menekan over kapasitas, Hanafi berharap kepada polisi dan Badan Narkotika Nasional (BNN) di deerah agar melakukan assesment terhadap para pelaku kasus narkotika. Upaya itu untuk memilah para pelaku tergolong pengedar atau sekadar pecandu. Karena 30% penghuni lapas saat ini terkait kasus narkotika.
“Mereka sebagian kan pecandu yang harusnya mendapatkan rehabilitasi medis. Lapas bukan tempat orang rehabilitasi, itu ranahnya medis,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Hanafi, over kapasitas yang terjadi selama ini karena Lapas Mojokerto digunakan untuk menampung warga binaan dari Kabupaten dan Kota Mojokerto. Dia berharap kepada pemerintah daerah agar melakukan pemekaran dengan membangun lapas baru di wilayah kabupaten.
“Sebagaimana amanah KUHAP, setiap kota dan kabupaten perlu dibangun lapas, tentunya dibarengi pengadaan petugas pemasyarakatan terlatih,” tandasnya. (kus/uyo)