IM.com – Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Mojokerto membenarkan isi pengaduan dari tim kampanye Pungkasiadi-Titik Masudah (Putih) terkait dugaan pelanggaran kode etik Panwascam Kemlagi dan Sooko. Namun terlepas dari aksi vandalisme dan foto provokatif di media sosial, Bawaslu menegaskan, tindakan mereka melucuti banner Pungkasiadi sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ketua Bawaslu Kabupaten Mojokerto Aris Fahrudin Asy’at menyatakan pencopotan banner di dua kecamatan yang dilaporkan tim pemenangan Putih memang dilakukan Panwascam atas instruksi lembagannya. Khususnya terkait media sosialisasi kampung tangguh semeru yang melanggar ketentuan PKPU Nomor 4 tahun 2017.
Pada pasal 71 disebutkan bahwa kepala daerah dilarang menggunakan program atau kegiatan yang menguntungkan salah satu pasangan calon, sejak masa penetapan hingga menjadi paslon. Menurut Aris, banner yang terpasang di Gapura Desa Tanjungan Kecamatan Kemlagi termasuk dalam kategori penyalahgunaan program atau kegiatan itu.
“Sesuai pasal 188 ayat 5, sanksinya bisa sampai dipidana dan diskualifikasi. Makanya kami melakukan penindakan untuk mencegah sebelum sampai pada tahap sanksi berat itu,” tegas Aris.
Banner yang dicoreti dan dilucuti Panwascam Kemlagi memang bukan termasuk alat peraga kampanye. Melainkan media sosialisasi Pemkab beserta jajaran Forkopimda terkait pencanganan kampung Tangguh Semeru di Desa Tanjungan yang terpasang di gapura masuk desa sebelum penetapan paslon.
Banner tersebut memampang foto Pungkasiadi sebelum mengambil cuti kampanye sebagai calon bupati incumbent serta Kapolres Mojokerto AKBP dan Dandim 0815 Letkol Inf Dwi Mawan Sutanto. Namun dari ketiga pimpinan daerah itu, hanya wajah Pungkasiadi yang dicoret menggunakan cat pilox dan banner lainnya ditutupi lakban. (Baca: Banner Putih Dicoret dan Dilucuti Panwascam, Tim Kampanye Mengadu ke Bawaslu).
Aris mengatakan, pencopotan banner kampung tangguh itu seharusnya dilakukan oleh Pemkab selaku pemilik dan pihak yang memasangnya. Namun pihak pemda tak kunjung melakukan pencopotan hingga batas akhir Pungkasiadi ditetapkan sebagai calon bupati pada 23 September 2020.
“Jadi maksimal 1×24 jam setelah penetapan calon, banner itu harus dicopoti sendiri oleh pemkab. Karena ditunggu sampai 19 Oktober tidak ada tindakan, akhirnya Bawaslu mengambil insiiatif melakukan penindakan melalui Panwascam untuk mencopoti banner-banner itu,” tutur Aris.
Apalagi, Bawaslu mencatat banner sejenis terpasang di 250 titik lebih yang tersebar di 18 kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Dengan demikian, Panwascam harus bekerja ekstra untuk melucuti ratusan alat peraga yang berpotensi kecurangan tersebut.
Ihwal dugaan pelanggaran kode etik oleh Panwascam saat melakukan pencopotan banner, baik di Kecamatan Kemlagi maupun di Sooko, Aris menjelaskan pihaknya masih mengkaji lebih jauh. Namun khusus terkait aksi petugas Panwascam Sooko yang fotonya menyebar di medsos dan Whatsapp, Bawaslu telah memanggil pihak-pihak terkait.
“Panwas desa dan panwascam sudah kita panggil untuk dimintai keterangan. Jadi terkait foto itu, panwasdes yang memfoto dan panwascam yang menguploadnya ke medsos. Ini juga masih kita kaji,” ujar Aris. (im)