IM.com – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Mojokerto memberikan sejumlah catatan kritis atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Tahun 2021. Dewan mengkritik kebijakan politik anggaran Pemerintah Kota Mojokerto yang dianggap cenderung mengandalkan suntikan dana dari Badan Usaha (BUMD maupun BLUD) serta CSR untuk menutup pembiayaan daerah.
Sementara di sisi lain, pihak legislatif tidak pernah mendapatkan laporan arus keluar masuk dana yang bersumber dari badan usaha. Dewan mengaku tidak pernah menerima laporan kegiatan dari anggaran tersebut.
“Kami baru mengetahui setelah ada tim auditor pemeriksaan dari perwakilan BPK untuk mengaudit dan menelusuri arus dana CSR tersebut serta pengelolaannya,” kata Juru Bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Mojokerto Moch. Rizki Fauzi Pancasilawan, membacakan pandangan fraksinya atas Raperda APBD Tahun 2021 dalam rapat paripurna, Kamis (12/11/2020) kemarin.
Rizki menegaskan, alih-alih mengandalkan dana CSR, Pemkot seharusnya mencetuskan ide-ide kreatif-inovatif untuk menggali sumber pendapatan daerah. Untuk itu, ia menyarankan, eksekustif agar melakukan pemetaan dan kalkulasi akurat pada potensi-potensi berdasar data riil yang bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sebelum menetapkan target.
“Sehingga penetapan target pendapatan tidak di bawah potensi khususnya penetapan target pajak dan retribusi daerah. Pada akhir tahun selisih antara potensi, target dan capaian realisasi tidak terlalu jauh,” tegasnya.
Selanjutnya, pemkot perlu melakukan langkah-langkah strategi lain dalam upaya untuk meningkatkan PAD dan memperkecil rasio ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat. Antara lain dengan pengawasan dan pemantauan secara intensif terhadap perolehan pendapatan sehingga tidak terjadi kebocoran, aktif melakukan penagihan-penagihan piutang yang belum tertagih.
“Eksekutif juga dapat meningkatkan koordinasi antar instansi serta pembenahan sistem terkait pengelolaan pendapatan,” ujar Rizki.
Rizki menambahkan, Pemkot mesti menetapkan peningkatan target pendapatan agar tidak mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif terhadap iklim usaha dan investasi. Menurutnya, kegiatan ekonomi yang bergairah akan mampu menciptakan pasar tenaga kerja dan iklim usaha yang kompetitif.
“Pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi daerah. Selain itu, pengembangan sektor-sektor produktif lainnya juga perlu untuk menjadi sumber penerimaan daerah,” paparnya.
Dalam upaya untuk menggairahkan perekonomian dan iklim usaha tersebut, Fraksi PDIP meminta Pemkot untuk terus membuat terobosan sekaligus membenahi pelayanan perizinan, khususnya terkait investasi.
“Sulitnya mengurus perijinan dan banyak syarat administrasi selama ini sudah menjadi masalah yang berlarut-larut dan harus segera diberikan solusi,” tandasnya.
Kemudian untuk belanja daerah, lanjut Rizki, APBD 2021 hendaknya difokuskan pada kegiatan produktif dan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik, dan pertumbuhan ekonomi daerah. Hanya saja, pemerintah pusat melalui Permendagri Nomor 64 Tahun 2020 melarang pemerintah daerah mengelola sendiri jaminan kesehatan yang memiliki manfaat sama dengan jaminan kesehatan nasional. Termasuk mengelola sebagian jaminan kesehatan daerahnya dengan skema ganda.
“Sedangka untuk belanja modal harus diprioritaskan untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana yang terkait langsung dengan peningkatan pelayanan publik serta pertumbuhan ekonomi daerah,” tegas Rizki.
Masih terkait anggaran belanja, Pemkot juga diminta mengalokasikan untuk penanganan pandemi Covid-19. Anggaran pandemi itu dialokasikan untuk penanganan kesehatan dan hal lain terkait kesehatan dan penanganan dampak ekonomi, terutama menjaga agar dunia usaha di kota mojokerto tetap hidup.
“Serta anggaran untuk penyediaan jaring pengaman sosial,” demikian Rizki dalam paparan pandangan umuim Fraksi PDI Perjuangan. (im)