IM.com – Pemerintah Kabupaten Mojokerto menutup paksa tambang galian C di Desa Jatidukuh, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto. Penutupan ini sebagai langkah tegas pemda terhadap pemilik tambang nakal yang tak berizin maupun menunggak pajak sehingga merugikan keuangan daerah
Tambang galian C milik Widhi Sulthon Wahyudi di Desa Jatidukuh, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto ditutup karena menunggak pajak selama 1,5 tahun. Penutupan dilakukan oleh petugas gabungan dari Satpol PP, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Bagian Umum, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Pemerintah (Bakesbangpol) dibantu TNI/Polri.
“Izinnya ada, tapi mereka tidak taat bayar pajak, jadi terpaksa harus ditutup,” kata Kepala Satpol PP Kabupaten Mojokerto Noerhono, Selasa (6/7/2021).
Noerhono mengatakan, penutupan tambang milik Wihdi sesuai rekomendasi dari Bapenda. Satpol PP juga merujuk pada Perda Kabupaten Mojokerto No 01 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah sebagai mana diubah dengan Perda No 01 Tahun 2018.
“Kita buka lagi setelah mereka melunasi pajak,” tandas Noerhono.
Kepala Bapenda Kabupaten Mojokerto, Bambang Eko Wahyudi menambahkan, pemilik tambang menunggak pajak sejak tahun 2020. Nilainya mencapai Rp 1,5 miliar.
“Itu tunggakan tahun 2020 saja. Untuk tahun 2021 belum kami hitung,” ungkap Bambang.
Bukan hanya satu tambang itu, Bambang menyebutkan, pihaknya juga sedang membuat surat laporan ke pemerintah pusat terkait keberadaan sejumlah tambang bodong dan tak berpotensi merusak lingkungan yang berlokasi di Kabupaten Mojokerto.
’’Ini untuk meminta kepastian. Tambang yang sudah beroperasi ini diberikan izin agar retribusinya bisa masuk ke pemerintah atau dilaukan tindakan tegas berupa penutupan,’’ cetusnya.
Pasalnya, sejumlah tambang yang tidak berizin di wilayah Kabupaten Mojokerto di luar kewenangan Pemkab untuk menerbitkan izin atau melakukan tindakan tegas. Hal itu merugiakan keuangan daerah karena tidak memberikan pemasukan ke Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati menyebutkan, potensi PAD yang bocor dari tambang-tambang ilegal itu ditaksir mencapai Rp 2,5 miliar per bulan. Persoalan itu bahkan sempat mendapat sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
’’KPK meminta untuk mengawal uang yang harusnya masuk negara, namun tidak bisa masuk ke negara (PAD), salah satunya galian-galian,” ucap Ikfina Fahmawati.
Menurtu Ikfina, sedikitnya ada 27 lokasi pertambangan bodong yang masih beroperasi. Meskipun tidak memiliki wewenang dalam penerbitan izin, tatapi pemkab tetap harus mengambil sikap sesuai rekomendadsi KPK.
“PAD dari galian itu luar biasa besar. Kita tentunya bisa melakukan pembangunan dari PAD tersebut. Jadi intinya meminta kejelasan dari galian, apakah galian ini boleh beroperasi atau tidak, kalau tidak ya harus ada penindakan,’’ demikian Ikfina. (im)