IM.com – Wali Kota Pasuruan Setiyono dan para bawahannya menciptakan istilah baru sebagai modus untuk menyamarkan transaksi suap. Setiyono menyebut tiga anak buahnya yang menghimpun dan menyetor ‘ready mix’ (campuran semen) dan ‘Apel’ –istilah untuk menyebut duit fee- proyek dengan panggilan ‘Trio Kwek-kwek’.
Sementara Setiyono sendiri oleh anak buah dan rekanan dijuluki ‘Kanjengnya’ yang berarti bos tertinggi penerima suap.
“Tiga orang (Tri Kwek-kwek) ini yang mengatur komitmen fee untuk Wali Kota Pasuruan,” kata Juru Bicara KPK Febri Ferdiansyah, Juma’t (5/10/2018).
Siapa saja mereka? Febri tak menyebutkannya dalam rilis di Gedung KPK.
Febri hanya mempertegas fee proyek diatur oleh ketiga orang ini. Fee tersebut sebagai uang pelicin agar pihak swasta mendapat proyek Pusat Layanan Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah (PLUT-KUKM).
“Mereka yang mengatur atas fee proyek Pemkot Pasuruan, bahkan dalam fee yang di atur rata rata mencapai 5-7 persen dari nilai besaran dana proyek yang dimenangkan oleh kontraktor,” ujarnya.
Jika merujuk pada para tersangka yang ditetapkan KPK hari ini, selain Setiyono, tiga orang lainnya adalah Plt Kadis PU Kota Pasuruan Wahyu Tri Hardianto, dan staf Kelurahan Purutrejo Dwi Fitri Nurcahyo serta satu pihak swasta Muhamad Baqir selaku pemberi suap. (Baca: Walikota Pasuruan Jadi Tersangka, Terima Fee 7 Persen dari Nilai Proyek).
Ternyata bukan hanya proyek Pusat Layanan Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah (PLUT-KUKM). KPK juga mencium aroma suap dengan modus hampir sama –penggunaan istilah baru dan pengaturan fee- pada proyek irigasi di Kota Pasuruan.
“Di Pasuruan memang banyak proyek pembangunan irigasi. Itu yang kami identifikasi terkait adanya dugaan pemberian fee dari pihak swasta,” ujarnya.
Seperti diberitakan, Setiyono dan dua pejabat Pemkot Pasuruan serta satu rekanan ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan itu melalui setelah KPK melakukan penyidikan terhadap tujuh orang yang diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Pasuruan, Kamis kemarin.
Kronologi OTT Setiyono dan Trio Kwek-kwek
Febri menceritakan, operasi senyap KPK dimulai pada 4 Oktober 2018 pukul 05.30. Tim KPK mengamankan WTH (Wahyu Tri Hardianto) Staf Kelurahan Purut Rejo, Kota Pasuruan di rumahnya, di daerah Sekar Gadung, Pasuruan.
“Dari tangan WTH tim mengamankan kartu ATM dan buku tabungan atas nama yang bersangkutan beserta uang tunai Rp 5,1 juta,” katanya.
Selain itu, tim juga mengamankan kartu ATM atas nama Supaat (Alm) dan bukti transfer sebesar Rp 15 juta dari rekening Supaat ke rekening yang bersangkutan.
Tim juga menyita sebuah laptop berisi data proyek di Pasuruan, barang bukti elektronik berupa HP dan dokumen berisi tabel/rekap proyek di lingkungan Pemkot Pasuruan.
“Barang bukti kami sudah amankan bersama dengan tersangka,” jelasnya.
Bahkan pada pukul, 06.00 WIB, tim lainnya mengamankan MB (Muhamad Baqir) pengusaha swasta CV. M, di kediamannya di daerah Nguling, Kab Pasuruan.
“Di lokasi tersebut tim mengamankan tas MB berisi dokumen proyek. Keduanya kemudian dibawa ke rumah MB di Pandaan. Di sana tim mengamankan buku tabungan atas nama MB,” ujarnya Febri .
Selanjutnya, sekitar Pk. 06.30 WIB, tim mengamankan DFN (Dwi Fitri Nurcahyo) staf ahli sekaligus Plh Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan di kediamannya di Purutrejo, Kota Pasuruan. Dari tangan DFN tim mengamankan barang elektronik berupa HP, PC dan laptop.
Selanjutnya, pukul 06.44 WIB, tim mengamankan Wali Kota Pasuruan, Setiyono (SET) di rumah dinasnya. ”Dari rumah SET, diamankan sejumlah barang bukti elektronik,” ungkap Febri.
Lalu tim mengamankan H di daerah Margo Utomo, Kota Pasuruan sekitar pukul 07.00 WIB. Dari H diamankan uang tunai sebesar Rp 24. 750.000 dalam pecahan Rp 50 ribu yang dimasukkan ke dalam kardus. Selain itu ada 10 buku tabungan dan 3 kartu ATM yang juga diamankan.
“Terakhir, Pk. 10.30 WIB, tim Mengamankan SA di kantor Dinas Koperasi dan UMKM di Jalan Pahlawan, Kota Pasuruan. Setelah itu, tujuh orang yang diamankan tersebut dibawa ke Polres Pasuruan di Bangil untuk menjalani pemeriksaan awal. (jan/im)