Mengembangkan UKM melalui Teknologi. (ilustrasi)


IM.com – Pemilik Usaha Kecil dan Menengah (UKM) kini harus mengikuti teknologi dan mengembangkan usahanya dengan basis IT. Investasi teknologi bagi pelaku UKM merupakan prioritas utama tahun jika ingin  meningkatkan daya saing dan tak mau usahanya tergerus perkembangan bisnis modern ini.

Apalagi, hampir 50 persen pelaku UKM saat ini telah menyadari pentingnya investasi dan pengembangan melalui teknologi untuk mendorong kinerja bisnis. Kebutuhan teknologi pada UKM dipaparkan dalam hasil studi ASEAN SMEs: Are you transforming for the future yang dilakukan United Overseas Bank (UOB), EY, dan Dun and Bradstreet.

Selain itu, 58 persen UKM Indonesia yang disurvei mengatakan bahwa mereka lebih memiliih mengelola biaya dengan meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktivitas tersebut bisa dilakukan dengan pelatihan karyawan, otomatisasi, penggunaan teknologi yang lebih canggih, dan penyederhanaan proses bisnis.

”UKM Indonesia menganggap penting investasi dalam hal teknologi dan menggunakannya sebagai sarana untuk meningkatkan produktivitas,” kata Country Head Business Banking PT Bank UOB Indonesia Paul Kan, dalam keterangan tertulis, Kamis (11/10/2018). Sementara 15 persen UKM Indonesia yang disurvei memilih mengurangi gaji karyawannya.

Menurut Paul, efisiensi biaya yang lebih baik dari penggunaan teknologi akan mendorong pertumbuhan bisnis. Dalam hal ini, UOB Indonesia berkomitmen untuk membantu UKM dalam mengembangkan bisnis mereka. Oleh karena itu, mereka fokus memberikan solusi yang tepat kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan bisnis, mengatasi tantangan, dan memperdalam kemampuan mereka.

Perusahaan berbasis teknologi –terutama yang rintisan (startup) sedang subur-suburnya di seluruh Asia Tenggara yang menjadi rumah bagi sekitar 640 juta orang. Perkembangan pesat bisnis berbasis IT ini karena mereka saling berlomba menawarkan banyak layanan dan kemudahan pada konsumen, termasuk pembayaran online, ride hiling dan e-commerce dengan cepat.

Memanfaatkan Fintech Yang Kian Meroket
Salah satu bidang bisnis yang kini berkembang pesat karena mengandalkan teknologi adalah sektor finansial atau financial technology (fintech). Maka tak heran jika Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia memasukkan agenda pembahasan perkembangan teknologi  di dunia bisnis dalam rapat tahunan dua lembaga tersebut di Nusa Dua, Bali.

Dua lembaga perekonomian dunia ini bahkan telah menyepakati memperkenalkan 12 elemen kesepakatan yang ditujukan untuk membantu negara-negara anggotanya guna mampu secara maksimal memanfaatkan perkembangan teknologi, khususnya di sektor teknologi keuangan (fintech).

Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde, menjelaskan, ke-12 elemen tersebut disaring dari pengalaman para anggota IMF. Itu mencakup tema-tema yang berkaitan secara luas untuk mengimplementasikan fintech secara global, memastikan ketahanan sektor keuangan, mengatasi risikonya, dan mempromosikan kerja sama internasional di sektor tersebut.

“Ada sekitar 1,7 miliar jiwa di dunia yang belum memiliki akses finansial. Fintech bisa memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar untuk mereka,” kata Lagarde di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10/2018).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi moderator dalam The Bali Fintech Agenda yang dibahas Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim dan beberapa narasumber lain di Annual Meeting IMF-World Bank di Bali, Kamis (11/10/2018).

IMF dan World Bank berharap 12 elemen tersebut kesepakatan itu bisa menjadi acuan bagi negara-negara anggotanya untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang baik. Khususnya dalam rangka untuk memanfaatkan perkembangan fintech.

“Semua negara berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari (fintech), di saat yang sama juga berusaha untuk memitigasi risikonya. Karena itu, kita membutuhkan kerja sama internasional yang hebat untuk menggapai hal itu, dan memastikan bahwa revolusi fintech memberikan manfaat bagi orang banyak,” ungkapnya.

Selusin pokok bahasan itu di antaranya pemanfaatan fintech yang tepat sasaran, memberi ruang bagi teknologi baru untuk meningkatkan penyediaan layanan keuangan, dan memperkuat kompetisi serta komitmen untuk membuka dan membebaskan pasarnya. Kemudian, mengarahkan perkembangan fintech untuk mempromosikan keuangan inklusif dan mengembangkan pasar.

Selanjutnya, memonitor perkembangan dan memperdalam pemahaman terkait sistem keuangan, mengadaptasi kerangka kebijakan dan praktik yang sudah lebih baik untuk mengembangkan stabilitas fintech, menjaga integritas sistem keuangan, memodernisasi kerangka hukumnya, memastikan stabilitas moneter dan sistem keuangan domestik.

Di samping itu, juga harus mengembangkan infrastruktur keuangan dan data yang kuat untuk mempertahankan manfaat fintech, mendorong kerja sama internasional dan sharing informasi, serta meningkatkan pengawasan kolektif terhadap sistem moneter dan keuangan internasional.

Lagarde menjelaskan, semua negara di dunia berlomba-lomba untuk mendapat keuntungan dari fintech, sembari memitigasi risikonya. “Kita perlu kerja sama internasional untuk mencapainya, untuk memastikan fintech memberi manfaat bagi masyarakat, bukan segelintir kelompok,” ujarnya.

Sementara Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim menyatakan bahwa Bali Fintech Agenda dapat menghasilkan kerangka kerja untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan. Menurutnya, negara-negara dunia meminta akses yang lebih dalam ke pasar keuangan.

“Terutama di negara-negara berpendapatan rendah, di mana layanan finansial masih sangat rendah,” tuturnya.

Makanya, lanjut Yong Kim, Bank Dunia akan fokus untuk memberikan solusi fintech yang meningkatkan layanan keuangan, mengurangi risiko, dan mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif yang stabil. (bbs/im)

599

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini