IM.com – Bau anyir korupsi menyeruak dari penyaluran dana bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kabupaten Mojokerto. Bansos tunai itu baru akan disalurkan untuk warga terdampak pandemi di wilayah utara Sungai Brantas.
Aroma korupsi ini sudah terendus aparat kepolisian. Sinyalnya, ada pihak tertentu yang akan memotong dana bansos dengan dalih biaya administrasi mengatasnamakan perangkat desa dan tiga pilar.
“Warga sudah diajak komunikasi terkait rencana pemotongan (dana bansos), tapi ini masih rencana saja, belum ada action karena memang bantuannya belum cair,” kata Kapolresta Mojokerto, AKBP Rofiq Ripto Himawan, Jumat (22/10/2021).
Rencana yang mengindikasikan motif penyunatan dana bansos itu semakin terungkap jelas dalam Forum Group Discussion Kapolresta dengan puluhan Kepala Desa dan Lurah se-wilayah hukum Polresta Mojokerto di Pendopo Pemkab Mojokerto, Jumat (22/10/2021) sore. Ia tak menampik, skenario tindak pidana korupsi tersebut kemungkinan besar bakal direalisasikan jika rencana itu luput dari perhatian kepolisian.
“Perlu memverifikasi ke lapangan ini sebagai bagian dari mitigasi kita untuk tidak adanya potensi penyimpangan,” ujarnya.
Pihaknya juga akan mengantisipasi potensi penyimpangan ini dengan koordinasi di tingkat Forkopimda dan perangkat desa/kelurahan. Ia berharap kolaborasi tiga pilar bisa mencegah terjadinya penyimpangan bansos sehingga penyaluran dana bansos tetap berjalan sesuai aturan dan tepat sasaran.
“Nanti saya breakdown di setiap desa. Ketika komunikasi sampai lini desa ini bisa kita perkuat maka potensi penyimpangan itu akan bisa kita minimalisir,” tandas Ripto.
Ripto menambahkan, saat ini kepolisian dipercaya untuk menyalurkan bantuan-bantuan sosial, baik bantuan berupa beras, bantuan berupa uang tunai dan bantuan penanganan Covid-19 lainnya berbentuk handsanitizer dan masker. Ia menyebut, sejauh ini masih ada beberapa miskomunikasi dan persepsi dalam mengeksekusi berbagai kegiatan. Sehingga ada perbedaan data Covid-19.
“Misalnya data yang sudah di vaksinasi dan data terkait warga penerima,” ujarnya.
Kapolresta menambahkan, ada juga perbedaan terkait penentuan sasaran. Data Babinkamtibmas menyebut jika warga tersebut berhak menerima bantuan, tapi berdasar data desa ternyata warga tersebut tak layak menerima bantuan.
“Nah ini yang harus kita sinkronkan sehingga tidak terjadi miss lagi,” tukasnya. (im)