IM.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan Kota Mojokerto menjadi daerah dengan kasus gizi buruk (stunting) terendah di Jawa Timur tahun 2021. Angka stunting di Kota Onde-Onde hanya 6,9 persen, jauh di bawah persentase provinsi yang mencapai 23,5 persen.
Setelah Kota Mojokerto, daerah lain yang menyusul dengan angka stunting terendah kedua yakni Kota Madiun 12,4 persen dan ketiga adalah Kota Blitar dengan 12,9 persen. Sedangkan jumlah tertinggi se-Jatim berada di Kabupaten Bangkalan, yakni 38,9 persen.
Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari mengatakan pihak Pemkot Mojokerto telah menangani persoalan stunting ini mulai dari hulu ke hilir secara preventif. Langkah pencegahan itu dimulai dari calon pengantin, pada saat hamil, hingga saat bayi lahir.
Baca juga: Mendesak, Pencegahan Stunting dan Kekerasan Seksual pada Perempuan-Anak di Kabupaten Mojokerto
“Pas balita udah kadung stunting kami kawal dari sisi gizi, tapi itu pun tak bisa Dinkes saja yang gerak. Ini proses keroyokan stunting, jadi lintas OPD bergerak harapannya bisa diturunkan,” ujar perempuan yang akrab disapa Ning Ita dalam keterangan tertulis.
Rendahnya angka kekerdilan ini, katanya, juga bisa diartikan adanya kesejahteraan di masyarakat Kota Mojokerto. Dengan demikian, lanjutnya, sudah banyak kegiatan dari berbagai OPD.
“Misalnya dari Diskoperindag bagaimana inkubasi wirausaha yang mampu mengerek pendapatan warga miskin yang akhirnya balita kita yang tadinya kurang gizi jadi terangkat,” kata perempuan yang biasa disapa Ning Ita ini.
Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, Farida Mariana, menyampaikan survei tersebut berasal dari status gizi Indonesia yang dilaksanakan Balitbang Kemenkes.
“Jadi, mereka pakai sampling dan kebetulan Kota Mojokerto disampling cukup banyak, jadi validitas angka itu cukup tinggi dan itu survei resmi tahun 2021,” tutur Farida dalam keterangan tertulis yang diterima di Mojokerto, Senin (10/1/2021).
Menurutnya, kekerdilan itu dari hasil pemeriksaan perawakan tinggi badan yang tidak sesuai. Pihaknya mencatat ada sekitar 515 anak yang masuk kategori stunting.
“Itu nanti yang ketemu kami konsultasikan ke dokter spesialis anak yang ada di Puskesmas,” ujarnya.
Ia mengatakan kekerdilan tersebut, perlu dilihat penyebab perawakan pendeknya karena apa, kalau misal karena orang tua pendek tak masalah, karena dari turunan dan genetik. “Namun, jika itu dari pola asuh yang kurang atau karena penyakit, harus diintervensi. Sebab, itu adalah kekerdilan,” ujarnya. (im)