IM.com – Terdakwa Randy Bagus Hari Sasongko (21) membantah semua dakwaan jaksa penuntut umum. Polisi nonaktif berpangkat Bripda itu menyangkal tuduhan telah mendorong Novia Widyasari Rahayu agar menggugurkan kandungan (aborsi) karena dirinya tidak pernah bisa memastikan kebenaran tentang kehamilan sang pacar.
Randy menyampaikan bantahan itu dalam nota pembelaan (pledoi) dalam sidang lanjutan kasus aborsi dan bunuh diri Novia Widyasari Rahayu di Pengadilan Negeri Mojokerto, Selasa (19/4/2022). Pledoi dibacakan secar bergiliran oleh terdakwa dan tim kuasa hukumnya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Sunoto.
Terdakwa menegaskan, tidak pernah meminta atau memaksa Novia mengugurkan kandungannya. Ia bahkan mengaku hubungan badan dilakukan karena permintaan perempuan yang dipacarinya sjeak tahun 2019 tersebut.
“Saya mengaku berhubungan badan dengan Novia atas permintaan Novia. Namun saya tidak pernah menggugurkan kandungannya,” kata Randy membacakan nota pledoinya didampingi tim kuasa hukum, Elisa Andarwati, Wiwik Tri Haryati, Sugeng Prayitno, dan Rara Arista.
Randy mengungkapkan, sejak awal dirinya meragukan kehamilan Novia. Pasalnya, sang pacar yang saat itu berstatus mahasiswi Universitas Brawijaya (UB) Malang tidak pernah mau diajak untuk memeriksakan kehamilannya ke dokter kandungan.
“Saya tidak tahu Novia hamil atau tidak, karena semua yang saya lakukan berdasarkan perintah Novia. Saya tidak tahu sendiri, setiap saya minta periksa ke dokter selalu menghindar,” ungkapnya.
Polisi yang sebelumnya bertugas di Polres Pasuruan itu mempertanyakan tuntutan dari jaksa yang dianggapnya terlalu berlebihan. Pasalnya, ia merasa kasus yang menjeratnya bukan tergolong kejahatan luar biasa seperti korupsi dan terorisme. (Baca: Tuntutan Bripda Randy Tuai Kritikan, Dinilai Terlalu Ringan).
“Apakah perbuatan saya terungkap dalam persidangan merupakan kejahatan yang luar bisa, melebihi seorang teroris, seorang pembunuh, seorang koruptor, sehingga saya harus dituntut 3 tahun 6 bulan. Padahal saya tidak mengakui perbuatan yang didakwakan ke saya,” tukasnya.
Pada sidang sebelumnya, JPU menuntut hukuman 3 tahun 6 bulan pidana penjara karena terbukti secara sah melanggar pasal 348 KUHP ayat 1 juncto 56 ayat 2. (Baca: Tuntutan 3,5 Tahun Penjara untuk Bripda Randy Dianggap Maksimal, Ini Pertimbangan Jaksa).
Oleh karena itu, terdakwa Randy meminta majelis hakim mempertimbangkan nota pembelaan yang dia bacakan agar perkara yang menjeratnya bisa diputus dengan seadil-adilnya. Bahkan, anak kedua dari dua bersaudara ini berani meminta majelis hakim divonis bebas.
“Dengan segala kerendahan hati, saya berharap kepada yang mulia untuk membebaskan saya dari segala tuntutan hukum atau meberikan putusan yang seadil-adilnya,” tutur Randy.
Lebih jauh terdakwa juga berkeluh kesah, sejak kasus ini mencuat, dirinya dan keluarga terus menghadapi cercaan bertubi-tubi dari publik khususnya warganet tanpa mempertimbangkan asas praduga tak bersalah. Ia merasa kecaman itu telah mempengaruhi kehidupan pribadi dan masa depannya.
“Cacian yang luar bisa bagi kehidupan sosial saya dan masa depan saya,” cetus Randy. (Baca: Kisah Tragis Mahasiswi Cantik Bunuh Diri di Pusara Ayahnya Viral di Medsos, #SAVENOVIAWIDYASARI Trending Topic).
Meski begitu, mengungkapkan penyesalannya atas tindakan bunuh diri Novia. Penyesalan itu juga ia sampaikan kepada ibu kandung Novia ketika menjadi saksi di persidangan.
“Saya menyatakan penyesalan yang mendalam atas bunuh diri yang dilakukan Novia. Penyesalan ini sudah sampaikan kepada ibu Novia,” tuturnya.
Salah satu tim penasehat hukum, Wiwik Tri Haryati menyatakan, terkait kehamilan dan keguguran kandungan mendiang Novia Widyasari tidak dapat dibuktikan oleh JPU pada saat persidangan. Selain itu tidak ada bukti terkait kerusakan janin pada kandungan Novia karena polisi juga tidak pernah melakukan autopsi jenazah perempuan asal Desa Japan, Kecamatan Sooko, Mojokerto tersebut.
“Kehamilan Novia berdasarkan fakta persidangan tidak benar-benar adanya. Keguguran kandungan tidak pernah terjadinadanya karena kehamilan tidak dapat dibuktikan. Tidak pernah dilakukan autopsi sehingga tidak dapat dibuktikan adanya janin,” tandasnya.
Kliennya, lanjut Wiwik, dituntut dengan Pasal 348 ayat 1 KUHP Jo Pasal 56 ayat 2 KUHP, namun Visum yang digunakan dalam perkara ini adalah visum mengenai kematian Novia dengan minum racun potasium. Menurut dia, meskipun Novia telah meninggal dunia, polisi tetap harus menetapkan almarhum sebagai tersangka demi hukum.
Sesuai mekanisme hukum, setelah ditetapkan sebagai tersangka, kemudian penyidik bisa mengeluarkan SP3 Novia Widyasari Rahayu dalam perkara ini. Namun sejauh ini, pihaknya tidak pernah menemukan polisi melaksanakan proses hukum tersebut.
“Ini untuk memahami dan mendapatkan kontrusksi hukum secara utuh maka bukti dan barang bukti tidak bisa diterjemahkan sepotong-sepotong dan menerka-nerka saja tanpa dibuktikan secara valid,” sambungnya.
Oleh karena itu, tim penasehat hukum terdakwa memohon kepada majelis memeriksa dan mengadili perkara a quo dengan menerima pledoi dan membebaskan terdakwa.
“Terdakwa Randy Bagus Hari Sasongko tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum. Kami terdakwa dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan yang diajukan JPU,” imbuhnya.
Kasus aborsi ini mencuat ke publik pada Desember 2021 silam. Menyusul tewasnya Novia Widyasari. Tubuhnya tergeletak di atas pusara ayahnya di Makam Umum Sugihan, Desa Japan, Kecamatan Sooko, Mojokerto, Kamis (2/12/2022) sekitar pukul 15.30 WIB.
Novia menenggak teh yang telah dicampur dengan potasium. Belakangan terungkap, aksi nekat Novia ini diduga akibat persoalan asmaranya dengan Bripda Randy yang kala itu masih berdinas di Polres Pasuruan.
Sejoli ini berpacaran sejak Oktober 2019, terungkap jika Novia dua kali hamil dan menggugurkan kandungannya. Proses pengguguran dilakukan dengan cara mengkonsumsi obat dan jamu. (Baca: 5 Kontroversi di Balik Kematian Novia Widyasari, Bias Opini dan Fakta). (cw)