IM.com – Sejumlah tokoh dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kabupaten Mojokerto mengeluhkan kerusakan lingkungan, khususnya sumber mata air, kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat. Keluhan ini akan ditindaklanjuti dengan kesepakatan bersama antara legislatif, eksekutif, stakeholder untuk menolak segala aktivitas pertambangan ilegal sembari merumuskan regulasi yang mengatur tentang Perlindungan Mata Air.
Keluhan dan aspirasi dipaparkan dalam acara dengar pendapat bersama Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto Ayni Zuroh, di Hotel Lynn, Kamis (15/12/2022). Amin, salah satu tokoh masyarakat menyebutkan, banyak jalur irigasi yang penting bagi warga kerap tercemar limbah.
“Karena pencemaran lingkungan di Mojokerto sangat luar biasa, untuk itu kami mendorong agar di periode ini DPRD bisa menelurkan perda perlindungan mata air,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto Ayni Zuroh, menyatakan, ancaman kerusakan lingkungan yang disebabkan galian c menjadi atensi serius bagi dewan. Selain galian ilegal, sejumlah penambang yang memiliki izin banyak yang tidak membayar pajak.
“Yang legal (galian c) rata-rata tidak membayar pajak karena produksinya kalah harga dengan yang ilegal,” jelasnya.
Politisi PKB itu menilai perlindungan terhadap mata air di wilayahnya sangat mendesak dilakukan. Oleh karenan itu, DPRD berencana merumuskan payung hukum untuk melindungi mata air di Kabupaten Mojokerto.
“Usulan tentang perda perlindungan mata air ini saya rasa sangat penting, kita akan usulkan menjadi Raperda Inisiatif,” ucapnya.
Ayni menyatakan DPRD siap mengeluarkan rekomendasi kepada pihak pemerintah agar membatasi bahkan menindak tegas keberadaan galian c ilegal atau aktivitas tambang liar. Pihaknya juga sudah berkirim surat dengan lembaga terkait untuk membahas permasalahan tersebut.
“Kita sudah bersurat ke Bupati dan dan semua elemen untuk bersama-sama merumuskan, bahwa galian ilegal harus diberantas dari Kabupaten Mojokerto,” tegasnya.
Menurut Ayni, tindakan tegas menutup tambang ilegal secara teori sesungguhnya sangat mudah. Hanya, praktiknya sulit dilakukan karena terbentur aturan kewenangan terkait izin dan penindakan terhadap tambang bodong ada di pemerintah provinsi.
Apalagi, lanjut Ayni, rencananya semua proses perizinan tambang akan diambil lalih oleh pemerintah pusat. Kebijakan itu, menurutnya, bakal semakin menutup ruang gerak pemda untuk melakukan tindakan tegas terhadap aktivitas penambangan liar maupun ilegal.
“Sebenarnya, menutup tambang itu mudah, prosesnya yang sulit karena kita dibatasi oleh aturan-aturan. Maka dari itu kita perlu membuat kesepakatan bersama, MoU antara pemerintah, DPRD, dan jajaran samping (penegak hukum) untuk menolak segela bentuk praktik usaha ilegal di Mojokerto, terutama tambang,” pungkasnya. (im)