IM.com – Pelaku usaha jual beli emas emparan di trotoar Jalan Majapahit, Kota Mojokerto ternyata tidak selalu meraup untung dalam setiap transaksi. Sebagian dari mereka bahkan pernah mengalami kerugian hingga belasan juta rupiah.
Bagaimana bisa usaha yang menjanjikan keuntungan besar itu justru membuat rugi sampai belasan juta rupiah? Simak keluh kesah para pelaku bisnis jual beli emas emperan berikut ini.
Puluhan lapak jual beli emas emperan sudah ada di sepanjang Jalan Majapahit sejak belasan tahun lalu. Meski penghasilannya tidak pasti, tetapi usaha ini semakin diminati karena kerap memberikan keuntungan yang menggiurkan.
Dwiki, bakul jual beli emas emperan di Jalan Majapahit mengaku sudah 15 tahun menjalankan bisnis ini di tengah ketidakpastian hasilnya. Selama waktu itu, ia telah mengalami pasang surut usaha ini.
“Penghasilannya enggak pasti. Misalnya saya beli perhiasan dengan harga Rp 1.250 ribu, kemudian dibeli juragan Rp 1.280 ribu. Jadi saya cuma dapet untung Rp 30 ribu per gram,” ujarnya.
Warga Kelurahan Pulorejo, Prajurit Kulon Kota Mojokerto ini membuka lapaknya sekitar mulai pukul 08.00 sampai 16.00 WIB. Meski penghasilannya tidak pasti, ia mengaku bisa tetap bertahan selama 15 tahun menjalankan bisnis ini sambil lalu saja.
“Saya itu simpel, enggak pernah mematok sehari harus dapat sekian. Saya keluar dari rumah habis Sholat Subuh menjaga lapak sembari menanti waktu Dzuhur terus pulang. Balik lagi sampai Shalat Ashar, setelah itu pulang lagi. Begitu setiap hari tanpa target apapun,” tuturnya.
Di tengah ketidakpastian penghasilan itu, Dwiki justru pernah mengalami kerugian besar karena ditipu orang. Bukan sekali, tapi tiga kali ia merugi hingga total mencapai Rp 15 juta.
Dwiki menceritakan penipuan yang pernah dialaminya. Ketika itu, seseorang yang hendak menjual perhiasan lengkap dengan suratnya.
Setelah memastikan keaslian sekaligus kadar dan berat perhiasan emas itu, Dwiki pun deal harga dengan penjualnya senilai RP 11 juta. Karena ia tidak memiliki uang cash sebanyak itu, sehingga ia harus ke mesin ATM untuk mengambil duit.
“Ternyata pas saya setorkan, itu bukan bukan emas. Saya ikut bos, kalau ada orang yang jual, saya langsung telpon bos soal nominalnya. Waktu setor ternyata emas itu palsu, jadi ya saya yang harus menanggung rugi,” cerita Dwiki.
Ia menduga, penjual tersebut melakukan aksi curang dengan menukar perhiasan emas palsu saat dirinya pergi mengambil uang di ATM. Dwiki juga mengakui ceroboh sehingga kejadian naas itu menimpanya.
“Saya curiga dari situ, mungkin waktu saya tinggal ke ATM itu ditukar. Kesalahannya itu enggak saya cek lagi, saya terlalu percaya orang itu,” ungkapnya.
Namun Dwiki tidak pernah melaporkan penipuan itu ke polisi. Pasalnya, ia tidak memiliki bukti apapun untuk melayangkan tuduhan.
Menurutnya, lapak beli emasnya ini dibuka untuk memudahkan seseorang yang ingin menjual perhiasan, meski tanpa surat. Selain itu, penjual juga diperkenankan untuk tawar menawar harga hingga deal.
“Biasanya saya hanya nanya berapa kadar dan beratnya. Karena kalau pemilik aslinya pasti tau, kalau enggak tau biasanya saya minta KTP nya,” tandasnya.
Meski akhirnya harus menganggung rugi belasan juta rupiah karena kecerobohannya, Dwiki tetap bertahan di bisnis ini dan yakin bisa menafkahi keluarga. Karena, selain membuka lapak beli emas, bapak dua anak ini juga memiliki usaha ternak burung murai batu, sekaligus berjualan pakan.
“Saya ternak murai batu sudah 12 tahun, kalau pakan burung baru 3 tahun. Alhamdulillah selama ini cukup buat keluarga sehari-hari,” ucapnya. (sis/imo)