
IM.com – Ketika Indonesia berjibaku melawan pandemi COVID-19 yang melumpuhkan sektor kesehatan dan ekonomi sejak awal Maret 2020, korupsi justru merajalela.
Ironisnya, di tengah ancaman virus mematikan dan tekanan publik untuk mempercepat pemulihan, seorang koordinator rekanan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di Kabupaten Mojokerto diduga melakukan kejahatan luar biasa.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto resmi menahan Yuki Firmanto (40), warga Kecamatan Lowokwaru, Kabupaten Malang, atas dugaan tindak pidana korupsi dana BLUD Puskesmas tahun anggaran 2021–2022 dengan total kerugian negara mencapai Rp 5,041.779.000.
Penahanan dilakukan pada Selasa, 8 Juli 2025, setelah penyidikan yang dimulai sejak November 2023 dan penetapan tersangka pada 31 Januari 2025.
Yuki, yang merupakan koordinator pendamping BLUD di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto, sempat dua kali mangkir dari panggilan penyidik sebelum akhirnya hadir pada panggilan ketiga dan langsung dilakukan tahap II, penyerahan tersangka dan barang bukti.
“Tersangka kami tahan karena sudah cukup bukti, ini merupakan strategi penyidik untuk mempercepat proses pembuktian di pengadilan,” ujar Kepala Kejari Kabupaten Mojokerto, Endang Tirtana.
Yuki dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika terbukti bersalah, ia terancam pidana penjara maksimal 20 tahun serta denda miliaran rupiah.
Dugaan korupsi ini melibatkan pengelolaan dana BLUD di 27 puskesmas yang tersebar di Kabupaten Mojokerto, saat instansi kesehatan sangat membutuhkan alat pelindung diri, oksigen dan fasilitas medis lainnya untuk menangani lonjakan pasien COVID-19.
Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), jumlah kerugian negara mencapai Rp 5,04 miliar. Kejaksaan juga telah melakukan pelacakan aset milik tersangka, termasuk pemblokiran rekening dan properti. Namun hingga kini belum ada upaya pengembalian dana dari pihak Yuki.
“Pelacakan sudah kami lakukan tapi belum ada iktikad baik dari yang bersangkutan. Kita lihat nanti di pengadilan,” kata Endang.
Dalam proses penyidikan, lebih dari 60 saksi telah diperiksa, termasuk para kepala puskesmas dan pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto.
*HUKUMAN MATI*
BLUD sendiri adalah sistem pengelolaan keuangan fleksibel yang bertujuan meningkatkan pelayanan masyarakat di sektor kesehatan. Dana BLUD bersumber dari jasa layanan, hibah, kerja sama dengan pihak ketiga dan sebagian dari APBD.
Kejadian ini mengundang keprihatinan mendalam publik. Di saat rakyat mengencangkan ikat pinggang dan tenaga kesehatan bertaruh nyawa di garda depan, masih ada oknum yang menjadikan pandemi sebagai ladang korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun sempat mengingatkan bahwa korupsi di masa bencana nasional bisa dikenai hukuman berat, termasuk hukuman mati. “Ancaman hukuman mati bisa saja diterapkan terhadap pelaku korupsi di masa bencana,” ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam jumpa pers pada 4 Desember 2020.
Kini, publik menanti proses hukum terhadap Yuki Firmanto dan berharap kasus ini menjadi pelajaran keras bagi siapapun yang memanfaatkan bencana untuk meraup keuntungan pribadi. (kim)