IM.com – Koalisi Petani Mojokerto Menggugat (KPMM) menolak penanaman Agroforestry Tebu Mandiri (ATM) di hutan Kemlagi. Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap bakal menggusur lahan garap pertanian dan menutup sumber mata pencaharian petani.
Koordinator KPPM M Trijanto mengatakan, pengelolaan hutan dalam program sharing agro selama ini tidak memberi manfaat kepada petani yang selama ini menggantungkan penghasilannya dengan menggarap lahan hutan. Kondisi itu seperti terjadi pada sharing produksi Daun Kayu Putih (DKP).
“Menolak program ATM di Kemlagi karena banyak masyarakat yang hanya menggantungkan hidupnya dengan mengolah lahan di kawasan hutan,” tandas Triyanto dalam melakukan aksi unjuk rasa, Selasa (24/10/2023).
KPPM menilai, pengelolaan lahan hutan di wilayah Kemlagi belum benar-benar merujuk pada kebijakan Kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK) sebagaimana SK dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Sehingga kawasan hutan yang bersentuhan dan sudah menjadi lahan garap masyarakat akhirnya juga tidak jelas.
“Perhutanan sosial ini sudah banyak memberi berkah bagi masyarakat, membuat para petani merasa nyaman dapat menggarap lahan hutan, bisa panen tanpa ada rasa takut dikriminalisasi oleh Perum Perhutani,” tutur Prijanto.
Menanggapi penolakan dari KPPM, Administratur Perhutani Mojokerto, Andi Adrian Hidayat, mengatakan, intitusinya sudah memberikan kelonggaran kepada masyarakat sekitar hutan untuk menanami polowijo dengan syarat Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan tidak merusak hutan. Sedangkan dalam implementasi pengembangan ATM di Kemlagi, pihaknya memastikan tidak ada pengusiran atau penggusuran terhadap petani, karena masing masing tetap bisa menjadi mitra dalam program tersebut.
“Kami mengajak untuk beralih komoditas dari palawija ke tebu,” kata Andi didampingi Kepala Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Nganjuk, Endang Handayani saat menerima perwakilan massa KPPM.