IM.com – Pembahasan sembilan Rancangan Peraturan Daerah Kota Mojokerto Tahun 2020 di Dewan Perwakilan Daerah memasuki agenda pandangan umum fraksi. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) secara umum menyetujui sembilan raperda dibawa ke tingkat selanjutnya dalam rapat kerja gabungan komisi DPRD dengan Pemkot Mojokerto.
Fraksi PKB melalui juru bicaranya Wahyu Nur Hidayat, menekankan agar kesembilan rancangan regulasi yang disahkan menjadi perda itu jangan sampai membebani dan menyulitkan masyarakat. Hal ini sebagai bentuk upaya untuk melindungi hak-hak masyarakat dan menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk menerapkan perda tersebut ke depannya.
“Makanya, dibutuhkan kebersihan hati dan semangat gotong royong kita semua dalam pembahasan raperda ini,” kata Wahju Nur Hidajat dalam pembacaan pandangan umum Fraksi PKB di rapat paripurna DPRD Kota Mojokerto, Kamis (22/10/2020).
Sidang paripurna DPRD Kota Mojokerto dengan agenda penyampaian walikota atas 9 raperda sesuai dengan mekanisme yang diatur Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 80 Tahun 2015 tentang pembentukan produk hukum daerah. Sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018.
Secara rinci, Wahju memaparkan pandangan umum fraksi PKB terkait sembilan raperda. Pertama, Raperda tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Mojokerto.
Raperda ini menyempurnakan pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yang sebelumnya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Walikota Ika Puspitasari dalam pidato sebelumnya menyampaikan bahwa raperda ini untuk mewujudkan tiga pilar pengelolaan keuangan daerah yang baik yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipatif.
“Kami fraksi partai kebangkitan bangsa dprd kota mojokerto mengharap dalam penyusunan raperda ini pemerintah sudah melakukan kajian yang mendalam, sehingga cita-cita yang baik dan mulia yaitu menciptakan transparansi, akuntabilitas dan partisipatif dalam pengelolaan keuangan daerah bisa terwujud,” tutur Wahju Nur Hidajat.
Kedua, Raperda Tentang Perubahan Atas Perda Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Bangunan Gedung. Raperda ini mengatur secara administratif dan teknis bangunan gedung agar terjamin keselamatan penghuni dan lingkungannya, serta menyesuaikan perubahan beberapa peraturan perundang-undangan terkait bangunan gedung khususnya di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
“Kami berharap dalam raperda perubahan ini teknis perijinan yang diatur di dalam nya tidak mempersulit dan memberatkan masyarakat. Sehingga raperda yang akan dibahas dan ditetapkan menjadi perda bisa ditaati seluruh masyarakat Kota Mojokerto,” ujar Wahju.
Ketiga, Raperda Tentang Pengarusutamaan Gender. Fraksi PKB mendukung disahkannya regulasi ini untuk menyikapi isu-isu persamaan hak antara wanita dan laki-laki atau persamaan gender yang sejak lama menggema di dalam negeri.
“Tapi kami harap raperda yang akan disahkan jadi perda ini dalam pelaksanaannya tidak mandul di tengah jalan dan hanya menjadi buku yang di tumpuk dalam lemari. Kami berharap raperda yang akan di sahkan menjadi perda ini bisa menjadi landasan hukum untuk menggerakkan partisipasi perempuan di Kota Mojokerto dalam pembangunan dan pemerintahan,” tuturnya
Keempat, Raperda Tentang Hari Jadi Kota Mojokerto. Wahju mengingatkan agar Pemkot melakukan kajian mendalam, hhususnya tentang sejarah berdirinya Kota Mojokerto.
“Penelusuran sejarah harus didukung bukti-bukti kuat dalam bentuk tulisan maupun benda bernilai historis lain yang berkaitan dengan awal mula berdirinya Kota Mojokerto. Pemkot juga dapat mengundang pakar-pakar sejarah untuk melakukan kajian ini,” paparnya.
Kelima, Raperda Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Raperda ini sebagai landasan dan dasar hukum dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat.
“Kami berharap pemerintah serius dalam penerapan dan pelaksanaan raperda ini. Jangan sampai setelah disahkan, raperda ini hanya menjadi hiasan di dalam lemari tanpa adanya keseriusan pemerintah dalam penerapannya,” ujarnya. Sebab, lanjut Wahju, fraksinya kerap menerima keluhan masyarakat terkait pelayanan kesehatan di Kota Mojokerto.
Keenam, Raperda Tentang Perubahan Atas Perda Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum. Menurut Wahyu, payung hukum itu akan mengakomodir beberapa perubahan terkait dengan perubahan obyek pada retribusi pengujian kendaraan. Terutama terkait bukti uji dan keterlambatan uji, penyesuaian tarif dan besarnya tarif dan denda retribusi.
“Fraksi partai kebangkitan bangsa dprd kota mojokerto berharap raperda ini setelah menjadi perda nantinya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga bisa meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Mojokerto,” jelasnya.
Ketujuh, Raperda Tentang Penataan Dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan Dan Toko Swalayan. Tujuan dari raperda ini adalah untuk melakukan penataan dan pembinaan pusat perbelanjaan dan toko swalayan dengan maksud mendorong pasar rakyat mampu berkompetisi dan berdaya saing dengan pusat perbelanjaan dan toko swalayan, melalui langkah strategis untuk mewujudkan perlindungan dan kepastian hukum bagi pelaku usaha.
“Kami Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa sangat mendukung dan setuju bila dalam pembahasan nanti, raperda ini ditetapkan menjadi perda. Namun kami juga mengingatkan pada pemerintah agar serius dalam penerapan regulasi yang akan kita sepakati bersama ini,” tandasnya.
Kedelapan, Raperda Tentang Perubahan Kedua Atas Perda Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah. Peraturan ini agar ada sinergitas antar program dalam rencana pembangunan daerah yang seiring, efisien dan efektif.
“Apakah dalam pembuatan raperda tersebut Pemerintah Kota Mojokerto sudah melakukan kajian akademis yang serius dan mendalam? Sehingga regulasi yang tertuang dalam raperda tersebut bisa mewujudkan organisasi perangkat daerah yang tepat ukuran dan tepat fungsi sesuai yang kita harapkan semua,” tanya Wahju.
Kesembilan, Raperda Tentang Perubahan Kedua Atas Perda Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Penyertaan Modal Pada PDAM Maja Tirta dan PT. BPRS Kota Mojokerto. Fraksi PKB memandang, raperda ini dilahirkan sebagai perubahan kedua atas Perda Nomor 12 tahun 2013 dengan mengubah ketentuan pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) karena Pemkot tidak serius menerapkan regulasi tersebut.
Terutama menyangkut sisa penyertaan modal pada PT. BPRS Kota Kojokerto yang akan disalurkan mulai tahun 2021 sampai dengan tahun 2025. Tujuannya untuk menjaga kesehatan perbankan pada perusahaan BUMD tersebut.
Mengingat hal itu, lanjut Wahju, pengawasan pada PT BPRS perlu dilakukan secara ketat. Karena modal yang digelontorkan pemerintah kota selama ini sangat besar.
“Kami menilai saat ini BUMB tersebut sedang mengalami permasalahan likuiditas disebabkan pengawasan pada bumd tersebut sangat lemah. Kami berharap dalam raperda ini tidak hanya mengatur penyertaan modal saja, tapi pengawasan pada bumd tersebut juga harus diatur dan diperkuat,” tegasnya. (*/im)