*Penulis: Rifan Hanum
IM.com – Realisasi monitoring dan evaluasi penggunaan dana desa di Kabupaten Mojokerto ternyata jauh panggang dari api. Terbukti, arahan Bupati Ikfina Fahmawati agar bawahannya melakukan pengawasan secara berkala terhadap pengelolaan alokasi anggaran tersebut tidak terlaksana sesuai harapan.
Dalam Rapat Koordinasi Hasil Evaluasi Dana Desa 2021 Dan Monitoring tahun 2022, pada Rabu, 7 September 2022 lalu, Bupati Ikfina meminta instansi terkait memberikan pemahaman dan pendampingan kepada pemerintah desa terkait proses perencanaan, penganggaran dan dan pertanggungjawaban anggaran desa sesuai ketentuan. Dia juga menginstruksikan, agar selama proses tersebut dilakukan pembinaan dan monitoring secara berkala oleh instansi terkait dalam hal ini jajaran Inspektorat Kabupaten Mojokerto.
“Saya minta tolong pak sekda, bisa menjadi perhatian sehingga nanti monitoringnya dilakukan 3 bulan sekali,” tegas Ikfina saat itu. (Baca: Bupati Ikfina Instruksikan Sekda Monitor Dana Desa Tiga Bulan Sekali)
Adalah tugas dan tanggung jawab Sekretaris Daerah Kabupaten Mojokerto Teguh Gunarko selaku pimpinan birokrasi untuk segera mengejewantahkan dan melaksanakan arahan kepala daerah. Apalagi, sekdakab juga hadir mendampingi Bupati Ikfina dalam rapat tersebut.
Terlebih lagi, Bupati Ikfina dengan tegas menginstruksikan Sekdakab melakukan evaluasi secara berkala 3 bulan sekali untuk memastikan penggunaan dana desa tertib administrasi, tepat sasaran dan bermanfaat secara sosial mayarakat. Namun faktanya, arahan tersebut hingga kini juga belum direalisasikan secara serius. (Baca: Cegah Penyimpangan Dana Desa, Inspektorat Pemkab Mojokerto Lakukan Penyaringan)
Dalam kenyataan di lapangan, jajaran instansi terkait belum melaksanakan, jangankan arahan Bupati, bahkan sekadar sosialisasi juga tidak pernah ada. Melihat fakta itu, rapat koordinasi monitoring dan evaluasi penggunaan dana desa yang diselenggarakan Inspektorat Kabuaten Mojokerto seolah menjadi sia-sia.
Merujuk Peraturan Bupati Nomor 73 Tahun 2021 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Serta Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Mojokerto, pada Pasal 2 Ayat (2) menyatakan Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah dan bertanggung jawab kepada Bupati.
Sekda merupakan jabatan tertinggi sekaligus paling strategis di struktur birokrasi pemerintahan daerah. Posisi itu tidak hanya bisa dicapai melalui jenjang karir aparatur negeri sipil (ASN) dari bawah dengan capaian kinerja positif dan segudang prestasi, tetapi juga orang yang menduduki kursi itu hanya seiring, senafas dengan kepala daerah.
Maka, melihat sikap Sekdakab hingga jajaran inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) yang tidak serius melaksanakan arahan itu tentu bertolak belakang dengan semangat Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati untuk membangun Indonesia mulai dari Desa. Lebih dari itu, hal tersebut bisa memantik label negatif publik terhadap birokrasi Pemkab Mojokerto karena mengabaikan amanat kepala daerah.
Dalam sebuah kesempatan, Sekdakab Mojokerto Teguh Gunarko sebetulnya pernah menegaskan lagi arahan Bupati soal monitoring berkala penggunaan dana desa kepada para bawahan. Namun, penegasan itu terkesan hanya bernada imbauan.
“Saya ingin mengajak semua dalam posisinya masing-masing, apa yang ibu bupati inginkan untuk membentuk pemerintah yang bersih, baik ditingkat kabupaten sampai dengan tingkat desa ini bisa kita bantu untuk wujudkan,” kata Teguh kala itu.
Pengawasan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), termasuk alokasi dana desa, secara berkala tentu sangat penting. Hal tersebut untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan, kecurangan-kecurangan maupun niat menyelewengkan dana desa.
Dalam ilmu hukum, ada istilah das sollen das sein. Artinya apa yang menjadi aturan normatif tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi atau setidaknya dirumuskan dalam suatu proses (Law in action).
Maka jika arahan Bupati tersebut diartikan hanyalah imbauan di anak kalimat ‘3 bulan harus ada monitoring’, tentunya kita tidak bisa menganggap Sekda telah melakukan pengingkaran. Kecuali kalau frasa tersebut diartikan suatu perintah jabatan’.
Arahan Bupati Mojokerto tentu bertujuan yang sangat baik untuk mempercepat pembangunan di Kabupaten Mojokerto, namun dalam praktiknya juga harus dilakukan secara serius, tidak hanya untuk formalitas. Sebab, sejauh ini agenda pembinaan, pengawasan dan evaluasi penggunaan dana desa hanyalah bersifat sampling yakni menjadikan hasil monitoring dan evaluasi 1-2 desa di setiap kecamatan untuk digeneraslisasi di seluruh desa se-Kabupaten Mojokerto.
Terkait pelaksanaan anggaran desa agar bisa berjalan dengan baik, Ikfina juga menilai, pemda perlu membuat mekanisme Standard Operating Procedure (SOP). Prosedur itu kemudian dijadikan acuan dalam mendampingi pemerintah desa terhadap proses pengelolaan anggaran desa.
Instruksi tersebut tentu harus diterjemahkan secara utuh, komprehensif dan hati-hati. Apalagi mengingat pengalaman pemerintahan sebelumnya selalu tersandung perkara hukum yang masuk meja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tentu Bupati Mojokerto saat ini tidak ingin pengalaman pahit itu terjadi.
Kita sebagai masyarakat tentu sangat mendukung upaya Bupati Ikfina untuk menghindarkan bawahannya tersangkut masalah hukum dan menciptakan iklim birokrasi yang bersih dan sehat. Publik berharap upaya pendampingan, pengawasan dan evaluasi anggarana, terutama alokasi dana desa tidak hanya dilakukan untuk formalitas. Sehingga penggunaandana desa berna-benar dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat di lapisan paling bawah sekaligus tidak menjadi perangkap hukum bagi perangkat desa, pegawai sipil negara hingga kepala daerah. (*)
*Praktisi Hukum dan Advokat di Kantor Firma hukum H. Rif’an Hanum & Nawacita