Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari dan Wakil Walikota Achmad Rizal Zakaria ketika melakukan sidak ke pasar tradsional dan toko kelontong.


IM.com – Sektor perdagangan menjadi penyumbang besar dari produk domestik regional bruto (PDRB) di Kota Mojokerto dan 24 daerah lain. Namun, perdagangan di Kota Mojokerto didominasi minimarket yang semakin menjamur.

Mirisnya, melesatnya pertumbuhan minimarket di Kota Mojokerto diiringi dengan tenggelamnya warung atau toko kelontong (retail). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan dalam kurun empat tahun (2014-2018), jumlah minimarket di Kota Onde-Onde tumbuh subur dari 17 menjadi 29.

Pada periode yang sama, jumlah retail menurun signifikan dari 21 menjadi 13 toko. Demikian pula dengan keberadaan pasar tradisional berkurang satu. Kedua unit kegiatan perdagangan ini banyak menopang perekonomian masyarakat kelas bawah.

Sementara PDRB kota kecil ini hanya PDRB Rp 4,7 triliun dari jumlah penduduk sekitar 128.000 jiwa.

Bandingkan dengan Kota Sungai Penuh dengan penduduk hanya 89.000 jiwa dan PDRB Rp 4,4 triliun. Kota kecil di Provinsi Jambi justru mengalami pertumbuhan pasar tradisional yang pesat, empat kali lipat. Dari enam pasar (tahun 2014) menjadi 23 pasar (2018) per 100.000 penduduk.

Selain itu, idealnya pertumbuhan minimarket dibarengi dengan berkembangnya toko eceran. Kondisi itu setidaknya terjadi di sejumlah kota kecil dan sedang yang PRDB-nya banyak ditopang sektor perdagangan.

Sebagai contoh, Kota Palopo yang berpenduduk 180.000 jiwa dengan, PDRB Rp5,1 triliun. Jumlah minimarket di kota yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan ini melonjak hampir 2,5 kali lipat, dari 10 menjadi 23 minimarket sepanjang 2014-2018. Pada saat yang sama, jumlah toko kelontong malah berkembang sedikit lebih baik, dari 10 menjadi 24 retail.

Perkembangan unit kegiatan perdagangan di 25 kota/kabupaten se-Indonesia yang menyumbang PDRB dengan prosentase paling sedikit 25 persen.

Pertumbuhan toko kelontong bahkan lebih pesat dari minimarket terjadi di Kota Sibolga, Sumatra Utara. Retail di kota kecil dengan jumlah penduduk 87.000 jiwa dan PDRB Rp 3,3 triliun bisa naik empat kali lipat, dari 5 menjadi 21 retail.

Sementara minimarket hanya naik 2 kali lipat, dari 5 menjadi 10. Meskipun, jumlah pasar tradisional merosot drastis dari 44 menjadi hanya 9 pasar. Hal itu lantaran banyak pedagang mengalihkan kegiatan niaganya dari lapak pasar menjadi toko retail atau warung.

Daerah di Jawa Timur yang mengalami pertumbuhan tiga unit aktivitas perdagangan (pasar tradisional, minimarket dan retail) paling stabil adalah Kota Pasuruan. Kota ini masuk daftar 25 daerah yang sektor perdagangannya menyumbang paling sedikit 25 persen dari PDRB.

Di Kota Pasuruan, jumlah pasar tradisional bertambah satu sepanjang 2104-2018, dari 7 mnejadi 8 pasar. Sebaliknya, jumlah minimarket berkurang satu dari 29 menjadi 28 unit. Sedangkan jumlah retail menyusut dari 15 menjadi 10 toko. (im)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini