IM.com – Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak boleh ikut membawa kepentingan politik dalam pemilu maupun pilkada. Wujud netralitas itu juga harus ditunjukkan ASN di lingkungan Pemkab Mojokerto di serentak 2020.
Demikian disampaikan Pjs Bupati Mojokerto Himawan Estu Bagijo saat memberi pengarahan dalam giat pembinaan wilayah dengan tema “Meningkatkan Kondusifitas Wilayah Dan Jaga Harmoni Sosial Dalam Pemilu Bupati Dan Wakil Bupati 2020”.
“Sebenarnya kita yang ada di ruang ini tidak ada kepentingan (pilkada). Posisi kita ini imparsial (tidak memihak) karena jabatan. Misalnya TNI, Polri dan ASN,” kata Pjs Bupati.
Kegiatan ini digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Mojokerto di Vanda Hotel Gardenia Trawas, Selasa (24/11/2020) sore.
Kegiatan dibuka Yo’ie Afrida Soesetyo Djati Kepala Bakesbangpol Kabupaten Mojokerto dan dihadiri Kapolresta Mojokerto AKBP Deddy Supriyadi serta jajaran Forkopimda.
Himawan menjelaskan beberapa jenis hak dan hakikat ASN sebagai manusia dan warga negara. Hak tertinggi yakni natural right (alami pemberian Tuhan) dan tidak terganti, seperti hak hidup. Lalu ada social right, yang merupakan lapis ke-dua setelah hak kodrati.
“Social right ini pun berbeda-beda tiap negara,” ujar Kepala Dinas Tenaga Kerjad an Transmigrasi Jawa Timur ini.
Terakhir, lanjut Himawan, adalah positive legal right, termasuk hak politik. Hak ini berada di layer ketiga.
“Itupun tetap bergantung pada negara. Jika negara tidak kondusif, hak-hak politik tidak bisa dipenuhi,” tuturnya.
Pjs Bupati menegaskan, bahwa menyampaikan pendapat juga merupakan hak manusia. Namun, cara berpendapat harus tetap disampaikan dengan cara-cara yang baik dan santun.
“Berpendapat itu kita nulisnya kemerdekaan (independence), bukan kebebasan (freedom). Di dalamnya ada responsibility atau tanggung jawab. Silahkan menyampaikan pendapat, tapi jangan merebut hak orang lain. Jangan menyampaikan pendapat dengan bakar-bakar ban di jalan, bikin rusuh dan sejenisnya. Aparat silahkan menindak, itu sudah diatur dalam Undang-Undang dan hukum,” tambah Pjs Bupati.
Dalam paparannya pula, Pjs Bupati juga menjabarkan beberapa isu strategis dalam pelaksanaan pilkada 2020. Mulai dari faktor kerawanan yang berkutat pada regulasi dipandang sebelah mata dan disoal, multi tafsir atas UU dan peraturan pilkada pemilu, serta sengketa gugatan PTUN atas peraturan pilkada.
Dari faktor penyelenggara, misalnya budaya politik siap menang siap kalah penggunaan black campaign, isu SARA dan money politic. Serta, dari faktor pemilih, misalnya potensi permasalahan di perbatasan dan mobilisasi, serta rendahnya antusias masyarakat yang berpengaruh pada partisipasi. (im)