
IM.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemerintah menerapkan pendidikan gratis wajib belajar sembilan tahun untuk siswa SD dan SMP swasta. Kebijakan itu sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat 1.
MK menegaskan, pemerintah pusat maupun daerah harus menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar (sembilan tahun) tanpa memungut biaya. Jaminan pendidikan gratis itu berlaku baik untuk sekolah negeri maupun swasta.
Maklumat ini merupakan keputusan MK yang mengabulkan permohonan dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan dalam sidang, Selasa (27/5/2025). Pemohon menggugat Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam amar putusannya, MK berpandangan negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar. Termasuk karena alasan faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.
“Norma konstitusi a quo mewajibkan negara untuk membiayai pendidikan dasar dengan tujuan agar warga negara dapat melaksanakan kewajibannya dalam mengikuti pendidikan dasar. Dalam hal ini, norma Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus dimaknai sebagai pendidikan dasar baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta),” kata hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Para pemohon menyoal Pasal 34 ayat (2) UU 20/2003 tentang Sisdiknas yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pertimbangan putusannya, Enny Nurbaningsih, menilai frasa ‘wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya’ dalam pasal tersebut hanya berlaku untuk sekolah negeri menimbulkan kesenjangan.
“Terjadi fakta yang tidak berkesesuaian dengan apa yang diperintahkan oleh UUD NRI Tahun 1945, khususnya Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, karena norma konstitusi tersebut tidak memberikan batasan atau limitasi mengenai pendidikan dasar mana yang wajib dibiayai negara,”.
Hakim MK menyebut, frasa “tanpa memungut biaya” dalam pasal tersebut dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri dan harus bersekolah di sekolah swasta dengan beban biaya yang lebih besar. Akibatnya, kata Enny, ada keterbatasan daya tampung di sekolah negeri hingga peserta didik terpaksa bersekolah di sekolah swasta.
“Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa,” ujar Enny.
Permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu. Ketiga pemohon perseorangan tersebut, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.
MK menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
“Baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan. (imo)