Gorong-gorong kuno yang ditemukan warga di Dusun/Desa Dukuhngarjo, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto diperkirakan berasal dari zaman kerajaan Kadiri atau Singasari sekitar abad 12 Masehi sebelum lahirnya Majapahit.

 IM.com – Gorong-gorong kuno yang ditemukan warga dilahan bekas tambang batu di Dusun/Desa Dukuhngarjo, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto masih menyisakan misteri. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim memperkirakan, situs tersebut merupakan peninggalan era kerajaan sebelum Majapahit sekitar abad 12 Masehi.

Prediksi itu didasarkan pada struktur bata kuno pada gorong-gorong yang memiliki dimensi lebih besar jika dibandingkan dengan bata di situs-situs peninggalan Majapahit. Hasil riset BPCB, rata-rata bata kuno di situs ini mempunyai ukuran 40x23x9 cm.

Sementara bata merah di situs-situs Majapahit yang ada di wilayah Trowulan, Mojokerto paling besar berdimensi 34x18x7 cm. Seperti struktur batu bata kuno di Candi Brahu, Candi Bajangratu dan Candi Gentong.

“Jadi (gorong-gorong) ini Kemungkinan peninggalan zaman sebelum Majapahit. BisaKerajaan Kadiri abad 12 atau Singosari,” kata Arkeolog BPCB Jatim, Wicaksono, Rabu (12/12/2018). Struktur bangunan dengan dimesni batu bata yang lebih besarjuga masih digunakan di zaman kerajaan pasca Kadiri, yakni Singosari.


Menurut Wicaksono, bangunan peninggalan zaman Kerajaan Kadiri cenderung menggunakan bata merah berukuran besar. Dari pengamatan Wicaksono sejauh ini, panjang bata merah pada masa itu mencapai 38 cm. Hal itu bisa dilihat pada struktur batu bata di Candi Surawana, peninggalan Kerajaan Kadiri yang terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri.

Beranjak dari observasi dan hipotesa itu, Wicaksono menduga gorong-gorong di Desa Dukuhngarjo, Kecamatan Jatirejo itu bisa bertahan sampai sekarang karena dirawat, bahkan boleh jadi masih difungsikan pada era Majapahit.

“Majapahit merenovasi peninggalan Kadiri dan Singosari. Contohnya Candi Jawi (di Desa Candi Wates, Prigen, Pasuruan),” tuturnya.

Namun sampai sekarang, BPCB Jatim hanya bisa memasukkan temuan gorong-gorong purba itu dalam daftar cagar budaya. Untuk ekskavasi, ditargetkan pada tahun 2020.

“Ekskavasi belum bisa sekarang karena tahun depan kami ekskavasi di tempat lain,” jelas Wicaksono.

Untuk mencegah kerusakan karena faktor alam atau ulah warga seperti yang terjadi pada situs Kumitir, Jatirejo, Wicaksono mengaku telah melakukan upaya antisipasi. Di antaranya, sosialisasi kepada wargaterkait adanya sanksi pidana bagi perusak situs purbakala.

Saat ini, temuan situs gorong-gorong tersebut masih dalam pengawasan pemerintah  Desa Dukuhngarjo, Kecamatan Jatirejo.

Gorong-gorong kuno di Dusun Dukuhngarjo, Desa Dukuhngarjo, Kecamatan Jatirejo awalnya ditemukan warga setempat, Suyitno. Ia menemukan tumpukan batu bata merah dan sumur di lahan kosong milik tetangganya saat hendak bercocok tanam di sawah tersebut pada Selasa (20/11/2018).

Menurut Suyitno, lahan kosong itu merupakan bekas galian pribadi milik Ridwan. Sejak dua minggu sebelum ditemukan, sudah tidak ada aktivitas galian di sana.

Tumpukan batu bata itu bentuknya sama seperti batu bata yang berada di Candi Tikus. Kesamaan itu terletak pada ukurannya yang memiliki panjang sekitar 40 cm, lebar 23, tebal 9 cm.

Temuan itu lalu dilaporkan Suyitno ke BPCB Jatim. Tapi sayangnya, sebagian batu bata yang berada diatas tumpukan tersebut hancur akibat kerukan ekskavator.

Setelah mengamati dan meneliti sekitar 2 jam setengah, tim BPCB menduga temuan tersebut merupakan struktur bangunan kuno berbentuk saluran air. (tik/im)

146

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini