IM.com – Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari bereaksi atas kritikan dewan soal penurunan target penerimaan pajak dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada P-APBD 2019. Disebutkan bahwa target penerimaan pajak daerah itu tidak berpengaruh pada defisit proyeksi anggaran pendapatan dan belanja.
Walikota Ika Puspitasari menerangkan, target pajak daerah dalam P-APBD 2019 sebesar Rp 43.776.500.000 sudah naik dibandingkan dengan target 2018 lalu Rp 40.103.105.000. Kendati, kenaikan itu tidak sebanding dengan realisasi penerimaan pajak pada akhir tahun 2018 yang menyentuh Rp 47.920.074.429.
Sebelumnya, legislator PDI Perjuangan DPRD Kota Mojokerto, Silvia Elya Rosa dalam pandangan umum fraksinya terkait P-APBD 2019 menyatakan heran mengapa Wali Kota Ika Puspitasari (Ning Ita) menurunkan target pendapatan dari sektor pajak daerah di tahun 2019 dibanding capaian tahun 2018. (Baca: P-APBD 2019 Kota Mojokerto Defisit Rp 153,8 M, Proyeksi Penerimaan Pajak Malah Diturunkan).
Menurut Walikota yang akrab disapa Ning Ita, proyeksi pada tahun 2019 yang ditetapkan lebih rendah daripada realisasi tahun 2018, karena mempertimbangkan penerimaan pajak daerah yang fluktuatif, tergantung transaksi di masyarakat.
“Terlebih, terkait dengan penerimaan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pajak Restoran dan juga penerimaan tunggakan Pajak Bumi Bangunan (PBB) dari masyarakat,” jelas Walikota dalam keterangan tertulisnya yang disampaikan ke redaksi inilahmojokerto.com, Selasa (20/8/2019).
Adapun terkait proyeksi pendapatan yang lebih kecil dibandingkan proyeksi belanja dalam P-APBD 2019, Ning itu menyatakan, tidak bisa dikatakan defisit selama tahun anggaran masih berjalan. Sebab, defisit sebesar Rp 153.858.356.364 berasal dari proyeksi anggaran pendapatan Rp 942.483.065.354 dibanding anggaran belanja Rp 1.096.341.421.718 masih bisa ditutup dengan penerimaan pembiayaan daerah.
“Sehingga perubahan APBD tahun 2019 mengalami anggaran seimbang. Jadi jangan salah menerjemahkan defisit,” tutur Ning Ita dalam pernyataan tertulisnya.
Penerimaan pembiayaan untuk menutup kekurangan anggaran belanja yang dimaksud walikota tadi bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebelumnya (SiLPA) yakni sebesar Rp. 153.558.356.364. Selain itu, ditambah penerimaan piutang daerah sebesar Rp. 300.000.000 dari pinjaman lunak/pinjaman bergulir pada Usaha Kecil Menengah di Kota Mojokerto.
“SiLPA merupakan dana milik daerah yang bersangkutan, sehingga tidak menimbulkan risiko fiskal seperti halnya pinjaman. Dalam hal APBD mengalami defisit, tidak ada pendanaan khusus yang disalurkan dari APBN kepada daerah untuk menutup defisit tersebut,” jelasnya.
Sedangkan SILPA (dengan huruf I besar/capital) atau Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan adalah selisih antara surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam penyusunan APBD angka SILPA ini seharusnya sama dengan nol. Artinya bahwa penerimaan pembiayaan harus dapat menutup defisit anggaran yang terjadi.
Misalnya dalam APBD terdapat defisit anggaran sebesar Rp 100 Miliar, akan ditutup dengan penerimaan pembiayaan (pembiayaan netto) dengan jumlah serupa sehingga maka SILPA-nya tetap Rp 0. Tetapi jika terdapat defisit anggaran sebesar Rp 100 Miliar dan ditutup dengan penerimaan pembiayaan (pembiayaan netto) sebesar Rp 120 Miliar (SILPA Positif), yang berarti bahwa secara anggaran masih terdapat dana dari penerimaan pembiayaan Rp 20 Miliar yang belum dimanfaatkan untuk membiayan Belanja Daerah dan/atau Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
“SILPA Positif ini perlu dialokasikan untuk menunjang program-program pembangunan di daerah,” demikian pernyataan tertulis Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari.
Juru Bicara Fraksi PDIP DPRD Kota Mojokerto, Silvia Elya Rosa pada pamaparan pandangan umum fraksinya terkait P-APBD 2019 dalam sidang paripurna, pekan lalu, mempertanyakan target pajak seharusnya ditingkatkan untuk menunjang realisasi pendapat asli daerah (PAD) yang diproyeksikan Rp 209.057.376.841.
Sebab hal itu akan menyokong kebijakan dan upaya realisasi anggaran P-APBD 2019 dengan proyeksi anggaran pendapatan sebesar Rp 942.487.605.454 dan belanja daerah ditetapkan Rp 1.096.341.421.718.
Artinya ada defisit Rp 153.853.816.264 yang harus dicarikan solusinya oleh pemerintah. Berkaca struktur P-APBD tersebut, kata Silvia, maka strategi yang dilakukan Pemkot Mojokerto menjadi sangat penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. (im)