Emha Ainun Najib atau Cak Nun memandu dan mengisi acara Sinau Bareng BKKBN dengan tema 'Mikul Duwur Mendem Jero dan Kenali Risiko Stunting’ yang dihadiri Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati di Ponpes Segoro Agung, Jalan Syeh Jumadil Kubro No. 297A Dusun Sidodadi, Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Jumat (15/4/2022) malam.

IM.com – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melanjutkan kegiatan sosialisasi pencegahan dan penurunan stunting di Mojokerto. Sosialisasi dalam acara Sinau Bareng Mbah Nun bersama jamaah Maiyah dan masyarakat di Pondok Pesantren Segoro Agung, Jalan Syeh Jumadil Kubro No. 297A Dusun Sidodadi, Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jumat (15/4/2022).

Kegiatan sosialisasi ini merupakan langkah penting untuk mencegah dan menekan stunting yang menjadi prioritas kerja BKKBN. Hal ini mengingat tingginya angka balita yang mengalami kekurangan gizi dan nutrisi.


“Saat ini, satu dari empat balita di Indonesia tergolong stunting. Angkanya sangat tinggi, jadi harus dicegah bersama,” kata Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) Sukaryo Teguh Santoso dalam acara Sinau Bareng Cak Nun, Jumat (15/4/2022) malam.

Sinau Bareng bertema ‘Mikul Duwur Mendem Jero dan Kenali Risiko Stunting’ ini digelar bertepatan dengan Milad Ponpes Segoro Agung ke-7. Hadir dalam acara ini, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati, Kepala Biro Umum dan Humas BKKBN, Direktur Pemberdayaan Ekonomi Keluarga BKKBN, Direktur AKIE BKKBN dan Kepala Perwakilan BKKBN Jatim.

Sukaryo menjelaskan, balita stunting disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain yang paling dominan adalah karena kurangnya asupan gizi dan nutrisi serta mengalami infeksi berulang selama di dalam kandungan sampai usia dua tahun.

“Balita stunting itu (tubuhnya) pendek. Tapi tidak semua balita yang bertubuh pendek termasuk stunting,” ujarnya.

Perbedaan stunting dengan balita yang berpostur tubuh pendek bukan stunting adalah tingkat kecerdasannya. Menurut Sukaryo, pertumbuhan kognitif balita stunting sangat lamban, bahkan stagnan.

“Sehingga balita stunting ini memiliki risiko masa depan yang besar. Ketika beranjak remaja, mau masuk AKABRI tidak bisa, karena tubuhnya pendek, dan risiko lainnya seperti rawan terpapar gangguan penyakit tertentu,” paparnya.

Oleh karena itu, upaya bersama untuk mencegah dan menurunkan stunting sangat mendesak dilakukan. BKKBN sendiri telah merumuskan tiga langkah pencegahan stunting.

Pertama, menekankan pada setiap perempuan yang hendak menikah untuk memeriksakan kesehatan secara berkala sejak tiga bulan sebelum akad nikah. Pemeriksaan antara lain diutamakan pada kadar zat besi dan kondisi gizinya.

“Jadi tolong adik-adik remaja putri yang akan menikah supaya memeriksakan kesehatannya ke puskesmas ke bidan, tiga bulan sebelum pernikahan. Bapak ibu juga mohon mengingatkan anak perempuannya melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum menikah,” tandas Sukaryo.

Kedua, ibu yang sedang hamil hendaknya memeriksakan kesehatan dan janinnya setidaknya 4 kali. Hal ini untuk memastikan bahwa bayi yang dikandungnya benar-benar dalam keadaan sehat dan nantinya bisa lahir dengan kondisi normal.

Ketiga, ibu menyusui harus memastikan bayinya yang baru lahir hanya diberi asupan air susu ibu (ASI) eksklusif, setidaknya sampai usia 6 bulan. Berikutnya, mulai 6 bulan sampai usia 2 tahun, balita bisa diberikan makanandan minuman pendamping ASI.

“Pastikan ibu yang baru melahirkan harus rajin memberikan ASI kepada bayinya sampai  usia 6 bulan, secara  minimal tiga jam sekali. Setelah itu sampai usia 2 tahun perlu diberikan makanan pendamping lain. Selain gizi dan nutrisi, balita juga diberikan pengasuhan yang baik,” tegas Sukaryo.

Kenapa tiga jam sekali? Karena selama waktu tersebut, perut bayi sudah kosong dan menjaga produksi ASI tetap dalam kondisi baik.

“Secara rinci, ilmunya ada di Puskesmas, bidan, kader pendamping dan penyuluh KB yang siap membantu. Yang jelas, stunting ini harus dicegah bersama, untuk menjaga masa depan anak bangsa agar tumbuh berkembang dengan baik,” pungkasnya.

Sebagai catatan, di Mojokerto ada 800 tim pendamping yang terdiri dari bidan, penyuluh KB dan PKK.  Sementara angka stunting mencapai 27 persen dari jumlah balita yang ada di daerah ini.

Pemerintah Kabupaten Mojokerto menargetkan angka tersebut turun sampai 15 persen pada tahun 2024. (Baca: Begini Langkah Pemkab Mojokerto Turunkan Stunting Sampai 15 Persen di Tahun 2024).

Sementara Emha Ainun Najib atau yang akrab disapa Cak Nun sebagai pemandu sekaligus pengisi acara Sinau Bareng bertema menekankan pada kesehatan jiwa (psikologis) dan rohani. Menurut budayawan kelahiran Jombang ini, kondisi psikologis manusia juga tak kalah penting untuk diperhatikan dengan serius.

“Jadi yang dicegah bukan hanya stunting fisik, tapi juga hati dan jiwanya. Bangsa Indonesia ini juga memiliki ilmu kedokteran milik sendiri asli dari mbah-mbah kita dulu. Silahkan teliti dan aplikasikan yang penting baik bagi bangsa, jangan hanya terpaku pada ilmu dari luar.  Ini yang disebut Mikul Duwur Mendem Jero, jangan keliru obyeknya,” tukasnya. (im)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini