IM.com – Perubahan budaya yang diiringi perkembangan teknologi selalu diwarnai oleh tumbuh tenggelamnya profesi yang pernah berkembang di masyarakat.
Profesi lama kemudian dianggap tradisonal lambat laun punah, tergantikan oleh yang baru. Seperti halnya perajin bambu yang memproduksi peralatan dapur, kini keberadaannya semakin jarang karena masyarakat dominan beralih ke plastik atau metal.
Meski pasar peralatan dapur berbahan bambu kian menyusut namun bagi Mbah Usrek yang menekuni pekerjaan itu sejak belia, tetap saja ia lakoni untuk menyambung kehidupan bersama suaminya. Warga Desa Blimbing, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, ini memproduksi “bèsèk”. Anyaman bambu model kubus untuk menyimpan barang atau membersihan beras.
Hasil anyaman Mbah Usrek dijual ke pengepul di Pasar Mojo sekitar Rp 5.000, tergantung ukurannya. Di pasaran harganya Rp 8.000, sedangkan yang berukuran besar dijual Rp 12.000 .
Untuk memproduksi ayamannya, Mbah Usrek membeli bambu yang setiap batangnya seharga Rp 10.000. Setiap batang atau lonjor menghasilkan 15 hingga 20 buah bèsèk, tergantung ukurannya.
Memang tidak butuh modal besar, namun proses kerjanya membutuhkan waktu sehingga perolehannya hanya bisa untuk mencukupi kebutuhan konsumsi semata, tidak lebih.
“Berapapun hasil yang saya peroleh, saya tetap bersyukur karena masih diberi rezeki oleh Gusti Allah sementara banyak orang sebaya saya yang sudah tidak sanggup lagi untuk bekerja,” tutur Mbah Usrek, yang terus “usrek” (bergerak) sehingga dirinya tetap berdaya.
Bersama suaminya, ia menghuni di rumah sederhana berdinding bambu yang lokasinya di sisi perbukitan curam. Sebagai penduduk desa, mereka juga menanam sayur mayur dan beternak ayam untuk mendukung kebutuhan hidupnya.
Pada hari Minggu (23/9/2018), sebuah tim survey Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD d/h AMD – ABRI Masuk Desa) menemukan rumah Mbah Usrek.
Tim yang terdiri atas Dandim Kediri Letkol Kav Dwi Agung Sutrisno, Danramil Mojo Kapten Arm Sugito, Pasi Ter Kodim Kediri Kapten Inf Warsito serta Kepala Desa Blimbing Djoeari, kemudian mengamati kondisi bangunan tersebut.
Berdasar kriteria TMMD tentang perbaikan rumah layak huni maka rumah Mbah Usrek dipilih sebagai obyek program RTLH (Rumah Tidak Layak Huni), meskipun bagi Mbah Usrek, rumah tersebut dihayati dengan penuh syukur sebagai tempat hunian sepanjang hayatnya.
Namun sebagai obyek program, dalam waktu dekat, rumah tersebut akan dibongkar dan dibangun secara layak. (kim/alam waktu dekat, rumah tersebut akan dibongkar dan dibangun secara layak. (rem/kim)