IM.com – Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto berkonsulitasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur terkait penanganan masalah gizi buruk atau stunting yang kian banyak dialami masyarakat. Meskipun, Kabupaten Mojokerto bukan termasuk 11 daerah di Jatim yang butuh perhatian dan tindakan serius dalam penanganan stunting.
Rombongan Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto diterima Kepala Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur drg. MVS. Ina Mahanani didampingi Kepala Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur drg. Lili Aprilianti.
Dalam kunjungan itu, rombongan yang dipimpin Ketua Komisi Kesehatan DPRD Kabupaten Mojokerto Sopi’i membahas banyak hal terkait permasalahan stunting. Khususnya penderita di Jatim yang angkanya semakin meningkat. Program penanganan Stunting menjadi permasalahan nasional dalam rangka dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan.
Dinkes Jatim bersama Kementerian Kesehatan RI juga akan melakukan pendataan kembali status gizi masyarakat utk mengetahui kualitas kesehatan terutama tingkat gizi masyarakat Jawa Timur.
Bahaya stunting penting untuk diwaspadai karena berdampak buruk pada tumbuh kembang anak. Semisal tinggi tubuh di bawah normal atau lebih pendek, kemampuan intelektual rendah dan saat dewasa berpotensi ada gangguan metabolisme.
Seperti diabetes dan hipertensi, serta gangguan metabolisme lainnya, dan sejauh ini meski sudah melakukan interfensi namun hasil menurunkan angka stunting tidak bisa dilihat dalam waktu singkat.
Dinkes Jatim mencatat, angka stunting di provinsi ini berkisar antara 26,2 persen dari angka pemantauan gizi masyarakat dan dihitung dari riset kesehatan dasar. Hal ini menjadi pekerjaan rumah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan Pemerintah Provinsi Jatim dan pemerintah kabupaten.
Secara khusus, data Dinkes menyebutkan ada 12 Kabupaten di Jatim yang harus mendapatkan tindakan (treatment) serius untuk mengentaskan masalah stunting. Yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Jember, Bondowoso, Probolinggo, Nganjuk, Lamongan, malang, trenggalek dan kediri.
“Mereka mendapatkan interfensi. Mulai penanganan bayi stunting, penyuluhan pada remaja calon ibu dan juga yg memiliki keturunan stunting,” ungkap drg. MVS. Ina Mahanani, M.Kes.
Ina berharap, pemerintah kabupaten juga membuat terobosan dan interfensi untuk membantu pemprov menangani masalah stunting. Ia mengatakan, penanganan intensif tidak bisa disamaratakan disemua daerah mengingat tidak semua daerah memiliki kasus stunting.
“Maka diperlukan kebijakan lokal seperti tradisi yang baik di masyarakat harus tetap dilestarikan utk bisa merubah pola pikir (mindset) masyarakat tentang pentingnya kesehatan,” jelasnya. (im)