Debat publik kedua Cawali-Cawawali Mojokerto antara paslonniomor urut 1 Junaedi Malik-Chusnun Amin (Jamin) dan paslon nomor urut 2 Ika Puspitasari-Rachman Sidharta Arisandi (Ning ta-Cak Sandi), Rabu (7/11/2024) malam.

IM.com – Debat publik kedua Calon walikota (Cawali)-Calon Wakil Walikota (Cawawali) Mojokerto tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, monoton dan minim gagasan segar dari para calon kepala daerah. Nuansa perdebatan bahkan baru muncul pada segmen kelima, saat kedua pasang kandidat saling melontarkan tanya jawab dan memberi tanggapan.

Debat diawali dengan pemaparan visi misi pasangan calon yang berkaitan dengan tema ‘Memajukan Daerah Dan Menyerasikan Pelaksanaan Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota Dan Provinsi Dengan Nasional’. Acara dipandu oleh  moderator Helmi Kahaf – Sandana Laksmi.

Pasangan calon nomor urut 1, Junadi Malik-Chusnun Amin disingkat Jamin menyampaikan visinya membangun Kota Mojokerto yang kuat, tangguh dan bermartabat. Paslon ini menegaskan, visi tersebut bisa terwujud jika tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel.

“Kami pasangan Junaedi-Amin punya niat yang bersih sebagai pelayan masyarakat untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Seluruh perangkat pemerintah daerah harus takut dan hanya melayani rakyat, karena, rakyat adalah tuan kami,” tandas Junaedi Malik.

Pasangan Cawali-Cawawali Mojokerto nomor urut 1 Junaedi-Amin (Jamin).

Terkait misi dan programnya, paslon Jamin memastikan akan melaksanakan pembangunan yang partisipatif yakni melibatkan semua pihak. Mulai tokoh masyarakat, RT/RW, pengusaha, LSM dan segenap elemen masyarakat lainnya.

“Metode partisipatif ini untuk mengajak berdialog para stakeholder dalam menyusun kebijakan dan program APBD yang pro rakyat,” tegas cawali nomor urut 1.

Baca Juga: Pilbup Mojokerto 2024, Ini Lima Poin Debat Sengit Idola Vs Mubarok

Sedangkan paslon nomor urut 2,  Ika Puspitasari-Rachman Sidharta Arisandi (Ning Ita –Cak Sandi) memaparkan visi mewujudkan Kota Mojokerto yang lebih maju, berkarakter, sejahtera dan berkelanjutan. Dalam misi dan programnya lima tahun ke depan, pasangan ini banyak mengacu pada capaian Ning Ita sebagai walikota periode pertama berdasarkan indikaor kinerja 2018-2023 yang sudah mencapai target.

“Maka keberlanjutan melanjutkan kebijakan baik yang sudah dirintis sejak 2018 akan terus kita tingkatkan secara graduatif sekaligus menyempurnakan apa yang belum selesai pada jilid pertama,” kata Ning Ita.

Dengan visi itu, Ning Ita-Cak Sandi mengusung lima misi atau panca bakti. Yakni, Peningkatan SDM berdaya saing global dan berkarakter; Peningkatan ketahanan sosial dan budaya yang luhur, humanis dan toleran.

Kemudian, Pembangunan ekonomi yang progresif melalui penguatan potensi sektor perdagangan, jasa dan pariwisata, Tata Kelola Pemerintahan yang adaptif dan inovatif serta Mewujudkan infrastruktur dan lingkungan yang terintregasi dan berkelanjutan.

“Dengan panca bakti ini, Ning Ita-Cak Sandi ingin seluruh kebijakan baik akan lebih menguat dalam rangka mengusung Spirit of Majapahit di Kota Mojokerto,” jelas Ika Puspitasari.

Propaganda Vs Umbar Capaian Petahana

Selanjutnya, debat dalam tiga segmen berikutnya yang menyuguhkan pertanyaan dari panelis juga berlangsung monoton atau statis. Pasalnya, tidak ada gagasan dan program segar dari dua paslon saat menjawab pertanyaan yang disiapkan panelis.

Kendati, setiap cawali dan cawawali mendapat kesempatan untuk menjawab pertanyaan dalam sesi tersendiri.

Pasangan calon nomor urut 1, Junaedi-Chusnun Amin (Jamin) cenderung memaparkan visi misi dan program berdasarkan retorika dan lebih banyak propaganda. Paslon Jamin tidak bisa menyajikan jawaban yang konkret dan substansial atas pertanyaan dari panelis yang menggambarkan permasalahan faktual di Kota Mojokerto.

Jawaban yang tidak substantif itu bisa terlihat saat Cawali Junaedi Malik menjawab pertanyaan panelis ihwal langkah konkret yang akan dilakukan paslon Jamin untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah (RLS). Dalam pertanyaanya, panelis merujuk data BPS terkait RLS Kota Mojokerto hanya 9,5 persen atau hanya setara SMP.

Namun data tersebut dibantah oleh Ning Ita pada kesempatan lain bahwa angka RLS tersebut adalah milik Kabupaten Mojokerto. Sedangkan di Kota Mojokerto yang sebenarnya adalah 11,5 atau sampai tingkat SMA.

Junaedi Malik menjawab pertanyaan panelis menegaskan komitmennya untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan beasiswa kepada peserta didik sampai S1 dan S2. Pihaknya berjanji akan memperbaiki program pemberian beasiswa yang tidak rumit, serta menghapus syarat-syarat yang sering menjadi kendala bagi masyarakat untuk mengaksesnya.

“Kami juga akan memperluas sosialisasi dengan asas berkeadilan. Sehingga masyarakat punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa dengan mudah sampai S1 dan S2,” paparnya.

Sementara paslon nomor urut 2, Ning Ita-Cak Sandi, kerap menyuguhkan pernyataan dan jawaban yang membanggakan capaian Pemkot Mojokerto era Ning Ita sebagai walikota. Dari pencapaian itulah, paslon ini terus menggaungkan slogan program lanjutan dari apa yang sudah dicapai selama kepemimpinan cawali petahana pada periode pertama.

Hal itu terlihat kala moderator membacakan pertanyaan panelis terkait bagiamana paslon nomor urut 2 meningkatkan kesadaran masyarakat Kota Mojokerto tentang pentingnya sanitasi untuk mencegah pencemaran lingkungan. Dalam konteks ini, Ning Ita mengawali jawabannya dengan capaian pemkot menyangkutt permasalahan tersebut selama 5 tahun terakhir di bawah kepemimpinannya.

“Kota Mojokerto sudah mendapatkan STBM sejak tahun 2017 yang di dalamnya terdapat ODF (open defication free) atau bebas buang air sembarangan. Dan pada tahun 2020 mendapatkan sertifikat ODF dari kementerian. Sehingga pada tahun 2024, sudah 97 persen pengelolaan sanitasi atau limbah rumah tangga berdasarkan standarisasi,” ungkapnya.

Menurutnya, kepadatan penduduk Kota Mojokerto termasuk salah satu yang terpadat di Indonesia yakni dari total luas wilayah 20,4 km, sebesar 57 persennya adalah permukiman penduduk. Kondisi itu menimbulkan beberapa persoalan pada pengelolaan air limbah atau sanitasi, khususnya di wilayah permukiman.

“Maka, program IPAL, septic komunal, jamban sehat, bedah rumah, adalah solusi yang sudah kami laksanakan pada jilid pertama. Dan upaya partisipasi masyarakat secara masif untuk pola hidup yang bersih adalah poin utama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan lingkungan,” terangnya.

Debat Sesungguhnya Baru Mulai di Akhir

Nuansa perdebatan antar calon kepala daerah baru benar-benar terasa pada segmen kelima. Pada tahap itu, setiap cawali dan cawawali mendapat kesempatan mengajukan pertanyaaan kepada lawan debatnya.

Cawawali nomor urut 1, Chusnun Amin mendapat kesempatan pertama bertanya kepada Cak Rizal. Ia menanyakan dua hal, pertama bagaimana cara Cawawali nomor urut 2 merevitalisasi bangunan-bangunan proyek pemkot yang tidak berfungsi, seperti rest area Gunung Gedangan yang sudah empat tahun ini terlihat mangkrak. Kedua, bagaimana konsep Cak Rizal untuk mengoptimalkan fungsi kolam renang Sekar Sari.

Menjawab dua pertanyaan itu, Cak Sandi mengakui bahwa fungsi rest area Gunung Gedangan memang perlu dikaji ulang. Pihaknya tidak masalah jika dari hasil kajian itu nanti muncul solusi alih fungsi bangunan.

“Ya tidak soal, ketika itu memang perlu dialihfungsikan ya kita lakukan nanti. terkait kolam renang Sekar Sari, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan meminta anak-anak sampai orang dewasa bahkan lansia untuk ikut gerakan bugar dengan berenang. Bagi lansia, cukup hanya dengan berjalan di dalam air bisa bermanfaat bagi kesehatannya, ada kajian akademiknya,” ujar Cak Sandi singkat.

Jawaban tersebut rupanya tidak memuaskan Cawawali nomor urut 1. Chusnun Amin justru mempertanyakan sikap Cak Rizal yang baru akan mengusulkan agar melakukan kajian terkait keberadaan bangunan yang tidak berfungsi seperti rest area, mengingat gedung tersebut sudah lama mangkrak.

“Kalau melakukan kajian lagi, bisa memakan waktu lama, jangan-jangan malah roboh itu bangunannya. Saya hanya menanyakan bagaimana anda sebagai pendamping walikota memberikan masukan untuk mengoptimalkan bangunan mangkrak itu, paling tidak anda sudah punya konsep untuk itu,” tukas Amin.

Cak Sandi kontan berkelit dan memberikan respon tegas atas tanggapan Chusnun Amin.

“Untuk pengalihfungsian bangunan jika memang diperlukan, maka perlu kajian lagi, itu yang saya maksud. Tapi untuk melanjukan fungsinya, ini berkaitan dengan program kami yang menyentuh ribuan UMKM, akan kita sebar ke lima titik, salah satunya di rest area itu,” jelasnya.

Pada sesi berikutnya, Cak Sandi yang mendapat giliran membalas langsung mencecar tiga pertanyaan kepada Cawawali nomor urut 1 Chusnun Amin, meskipun sifatnya cenderung teoritis.  Pertama, berkenaan dengan tema debat ini, apa potensi dalam konteks pembangunan kota maupun hubungannya dengan regional dan nasional?

Kedua, bagaimana Cawawali nomor urut 2 mengoptimalkan potensi-potensi tersebut sebagai basis pembangunan ekonomi kerakyatan yang inovatif?. Ketiga, apa saja indikator dan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi rencana dan implementasi program tersebut benar-benar berbasis potensi daerah dan berorientasi kerakyatan?

Atas cecaran tiga pertanyaan itu, Chusnun Amin menekankan pada pengoptimalan peran UMKM untuk memperkuat program ekonomi kerakyatan. Pasalnya, sektor tersebut menjadi penopang utama perekonomian masyarakat di Kota Mojokerto, daerah yang tidak punya potensi sumber daya alam.

“Maka jika terpilih sebagai walikota dan wakil walikota, kami ingin mengoptimalkan peran UMKM dan PKL, karena itu mampu menyangga perekonomian masyarakat Kota Mojokerto,” ujarnya.

Cara mengoptimalkannya, paslon yang diusung partai tunggal, PKB, itu akan melakukan strategi menjemput pasar. Menurut Chusnun Amin, selama ini, Pemkot Mojokerto hanya pasif terhadap kondisi UMKM, terutama para PKL.

“Saya amati, PKL di Benteng Pancasila itu, sebenarnya sangat berpotensi memperluas pasarnya secara online, hanya tiinggal kita memfasilitasinya melalui pelatihan teknologi informasi dan menyediakan sarana digitalnya, itu yang akan kita lakukan nanti,” paparnya.

Berikutnya dalam kesempatan memberikan tanggapan, Cak Sandi justru melontarkan pertanyaan lagi yang agak melenceng dari topik sebelumnya tentang potensi daerah. Tentu hal ini menuai kontra dari paslon Jamin.

“Saya kira jawaban saya tadi ditanggi, tapi ternyata diajukan pertanyaan lagi, saya jadi bingung mau menjawabnya,” seloroh Chusnun Amin seraya tersenyum.

Namun, Cawawali nomor urut 1 tetap mau menanggapi pertanyaan kedua yang diajukan Cak Sandi ihwal indikator pencapaian ekonomi masyarakat dan pemerintah daerah. Menurut Chusnun Amin, parameter perekonomian dikatakan tumbuh dan berkembang bisa dilihat secara konkret dari kondisi masyarakat.

“Kalau saya melihat secara konkret saja, ketika di suatu daerah tidak ada lagi masyarakat yang termarjinalkan, tidak ada pengemis di jalan, itu sudah bisa jadi paramater kalau perekonomian kota tersebut meningkat. Tapi kalau sebaliknya, maka hal itu menunjukkan bahwa peran pemerintah tidak maksimal dalam membantu perekonomian masyarakat,” urainya.

Cawali Saling Sindir, Isu Putra Daerah hingga Bangunan Mangkrak

Perdebatan dan saling sindir terjadi dalam sesi tanya jawab antar cawali. Calon petahana Ika Pusitasari yang pertama bertanya kepada Junaedi Malik secara terbuka menyindir slogan paslon nomor urut 1 yang menonjolkan status putra asli daerah Kota Mojokerto.

Ning Ita, sapaan akrabnya, menilai slogan membanggakan putra daerah dalam konteks kepemimpinan seperti mengerdilkan aspek yang lebih penting yakni kapabilitas dan kompetensi seorang pemimpin. Oleh karena itu, ia menanyakan tiga hal kepada lawan debatnya, Junaedi Malik.

Bagaimana cawali nomor urut 1 menanggapi kapabilitas yang diperlukan dari seorang pemimpin daerah, apakah tereliminasi oleh isu putra daerah?. Kedua, bagaimana peran kepala daerah untuk memimpin pemerintahan sekaligus sebagai pelayan masyarakat?.

Dan pertanyaan ketiga menyangkut isu gender yang dianggap tidak lagi relevan dalam konteks kepemimpinan di era demokrasi modern yang mengedepankan kualitas dan kapabilitas.

Junaedi Malik dalam kesempatan berikutnya, memberikan jawaban langsung atas tiga pertanyaan tersebut. Terkait isu putra daerah yang terus digaungkan oleh paslon Jamin dan tim suksesnya, politisi PKB itu menyatakan bahwa slogan itu sebagai bagian strategi kampanye untuk sosialisasi kepada masyarakat.

“Dan kebetulan kami sebagai putra asli daerah tentu bakal lebih totalitas dalam upaya mensejahterakan masyarakat di kampung halaman kami sendiri. Sama sekali tidak ada niat mendeskreditkan paslon lain,” tandas Juned.

Terkait kepemimpinan, cawali yang pernah menjabat Wakil Ketua DPRD itu, menyatakan aspek tersebut merupakan pondasi dan tolak ukur bagi seorang pemimpin, terlebih bagi kepala daerah. Juned memastikan paslon Jamin akan menerapkan model leadership yang berintegritas dan pastisipatif dalam memimpin birokrasi Pemkot Mojokerto.

“Kepemimpinan kami nanti tidak ada menonjolkan yang ego sektoral. Kami berkomitmen untuk menjadikan partisipasi publik sebagai bagian utama sebagai sumber perencanaan. Karena kami yakin pembangunan yang didasarkan pada partisipasi publik akan bermanfaat dan outputnya juga tepat sasaran,” tegas Juned.

Penjelasan Junaidi Malik soal isu putra daerah rupanya tidak mampu menenangkan Ning Ita. Dalam tanggapannya, cawali petahana itu bahkan memperuncing isu tersebut untuk menyindir keras paslon Jamin.

“Sepanjang sejarah Kota Mojokerto sudah lebih dari 100 tahun, kepala daerahnya selalu dari luar daerah, karena sistem pemerintahan di NKRI memberikan kebebasan masyarakat untuk memilih pemimpinnya. Maka, sejatinya kompetensi dan kapabilitas menjadi tolak ukur penting dari seorang kepala daerah,” tukas Ning Ita.

Pasangan Cawali-Cawawali Mojokerto nomor urut 2 Ning Ita-Cak Sandi.

Atas tanggapan Ning Ita, cawali Junaidi Malik menegaskan pernyataan terkait sistem demokrasi tidak membatasi warga negara untuk menjadi pemimpin dan masyarakat juga memiliki untuk memilih calon kepala daerahnya. Maka, lanjutnya, paslon Jamin juga memilik hak untuk mensosialisasikan statusnya sebagai putra daerah dan dipilih oleh warga asal Kota Mojokerto.

Di sisi lain, Juned justru balik menyindir kepemimpinan Ning Ita selama lima tahun terakhir yang kurang partisipatif dan mengakomodir aspirasi masyarakat melalui wakil rakyat di DPRD. Sementara dirinya, sebagai bagian dari anggota legislatif saat itu, tentu tidak memiliki wewenang untuk memenuhi kebutuhan rakyat karena ranahnya ada di eksekutif atau pemerintah.

“Legislatif bukan pengambil keputusan. Sehingga jika ada yang tidak sesuai dengan kebutyhan masyarakat, kami hanya bisa bersuara menolak, hasilnya tergantung kebijakan pemkot,” tukasnya,

Kritikan terhadap Pemkot Mojokerto di bawah nakhoda Ika Puspitasari dikuatkan lagi dalam sesi pertanyaan dari Junadi Malik kepada cawali nomor urut 2. Juned kembali menyinggung soal program pembangunan yang dominan tidak berdasar asas kemanfaatan, utamanya bagi masyarakat luas.

Menurutnya, selama ini pembangunan fisik dan nonfisik di Kota Mojokerto juga tidak bisa berkesinambungan. Ia mencontohkan revitalisasi kolam renang  Sekarsari yang dilaksanakan Dinas Pekerjaan Umum, tidak ditindaklanjuti oleh Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata sebagai pengelola dengan program yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

“Sama juga dengan Rest Area (Gunung Gedangan), bagaimana Disperindag bisa memanfaatkan bangunan itu untuk mengembangkan sektor UMKM. Demikian juga di sektor-sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan,” cetusnya.

Ning Ita awalnya menjawab sindiran Juned dengan diplomatis dan retoris. Istri dari Supriyadi Karima Syaiful itu menegaskan, bahwa Kota Mojokerto sudah memiliki desain besar pembangunan yang berlandaskan Spirit of Majapahit.

“Maka, Pemkot merencanakan proyek strategis nasional (PSN) di mana konsep pembangunannya berbasis kawasan yaitu untuk mengangkat spirit kemajapahitan,” tuturnya.

Dari konsep besar itu, Ning Ita menjelaskan, tercetuslah program untuk mengembangkan potensi dan unggulan dari berbagai sektor di Kota Mojokerto. Seperti perdagangan, seni budaya berupa warisan batik tulis, kerajinan sepatu, kriya dan sebagainya.

“Namun waktu lima tahun ini tidak cukup untuk merealisasikan semua grand desain tadi. Maka kami maju mencalonkan diri lagi (sebagai Cawali) untuk melanjutkan program pembangunan pada jilid kedua nanti,” terangnya.

Junaedi Malik merasa penjelasan Ning Ita tadi tidak menjawab pertanyaan yang dia ajukan. Mantan pimpinan DPRD ini menilai, konsep pembangunan Spirit of Majapahit yang digaugkan Pemkot Mojokerto selama ini bakal sulid terwujud dan tepat guna bagi masyarakat.

Sebab, menurutnya, banyak pembangunan fisik yang sampai hari ini output manfaatnya langsung untuk masyarakat tidak ada. Ia menilai, proyek-proyek yang dikerjakan pemkot selama ini karena dorongan ego sektoral, bahkan kepemimpinannya.

“Saya mencontohkan rest area, itu adalah pembangunan yang hanya karena ego sektoral, kepemimpinan dan antra daerah. Hal yang sama terjadi dalam program pengendalian banjir, yang terakhir pembangunan saluran di Gunung Gedangan dalam satu dua tahun ditumpuki lagi dengan saluran lain sampai akhirnya pembuangannya terbuntu. Semua itu juga karena kesalahandalam perencanaan,” tukasnya.

Tanggapan Juned, langsung direspon Ning Ita dengan pamer pencapaian indeks kinerja utama (IKU) sebagai indikator keberhasilan kepala daerah serta indeks pembangunan manusia (IPM) di Kota Mojokerto. Ia menyebutkan bahwa IKU dan IPM sejak kepemimpinannya 2018-2023 terus meningkat secara bertahap.

“Jadi kalau program di bidang pendidikan dan kesehatan dianggap tidak berhasil, maka ini sangat bertolak belakang dengan indeks-indeks tadi,” ujar Ning Ita.

Selanjutnya, Ning Ita menyangkal tudingan lawan debatnya soal banyaknya program pembangunan tanpa perencanaan. Ia malah balik menyindir fungsi legislatif yang seharusnya mengawasi dan ikut menyetujui anggaran pendapatan dan belanjar daerah (APBD) beserta alokasi programnya.

“Kalau ada pembangunan yang sudah dilaksanakan ternyata kurang tepat, maka yang perlu juga dipertanyakan bagaimana legislatif selama ini menjalankan fungsinya dalam pengawasan, perencanaan dan penyusunan anggaran sampai penentuan sasaran program yang dilaksakan eksekutif,” cetus Ning Ita balik menyindir anggota legislatif.

Sebagai informasi, Cawali nomor urut 1 Junaedi Malik selama duduk di kursi DPRD dikenal vokal dan kritis terhadap pemkot. Ia kerap melontarkan kritik keras pada kebijakan dan program yang ditelurkan Ning Ita.

Acar debat ditutup dengan pernyataan pamungkas dari dua cawali-cawawali. Paslon nomor urut 1 Junaedi-Amin dominan dengan paparan retorika dan kritikan terhadap incumbent.  Sementara paslon nomor urut 2 Ning Ita-Cak Sandi secara bergiliran masih menekankan program pembangunan berkelanjutan, yang selalu menjadi slogan khas calon petahana. (imo)

79

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini