Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati bersama para kepala daerah se-Jawa Timur mengikuti rakor Penanggulangan Kemiskinan dan Percepatan Pencairan Dana Desa tahun 2023.

IM.com – Provinsi Jawa Timur menjadi salah satu daerah penyalur Dana Desa (DD) tercepat, berdasar data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Data ini disampaikan dalam rapat koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Percepatan Pencairan Dana Desa tahun 2023 yang diikuti Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Provinsi Jawa Timur Budi Sarwoto menegaskan alokasi Dana Desa Rp 7,9 triliun disalurkan untuk 7724 desa. Menurutnya yang sudah tersalurkan 5814 desa dengan total penyaluran 2,134 triliun dan yang belum tersalurkan  1.910 desa.

“Total penyaluran hingga 6 Maret sebesar Rp 2,134 triliun atau 26,78 persen. Sedangkan untuk BLT desa sebanyak 4889 desa. Yang sudah tersalurkan di 25 Kabupaten/Kota sebanyak 163.669 KPM degan total BLT yang tersalur Rp 147 miliar atau 1,9 persen dari pagu dana desa,” terangnya.

Rakor yang diinisiai diinisiasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Timur  berlangsung di Hotel Santika Premiere Gubeng, Surabaya, Selasa (7/3/2023). Rapat dihadiri diikuti Kepala Daerah se-Jatim dan Wakil Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak

Dalam arahannya, Wagub Jatim Emil Dardak menyampaikan Ini mengubah angka kemiskinan di desa per Maret 2023 tercatat menurun dibanding sebelum pandemi Covid-19 tahun 2019 lalu.

Padahal, secara global angka kemiskinan Jawa Timur dari rilis terakhir BPS Januari 2023 lalu mencatat data per September 2022 mencapai 4.236.510 penduduk. Angka tersebut naik 0,11 persen atau 55,22 ribu orang dari data Maret 2022.

“Namun yang menarik itu, data tersebut tidak berlaku kemiskinan di desa. Angka kemiskinan desa kita lebih baik daripada sebelum Pandemi. Artinya, effort kita menurunkan kemiskinan desa sudah luar biasa,” kata Emil.

Dari data yang ada, angka kemiskinan desa per September 2022 di angka 13,90 persen. Persentase tersebut turun dibanding pada saat sebelum pandemi Covid 2019 dengan presentasi 14,16 persen.

“Pengentasan kemiskinan desa ini jauh lebih baik dibanding angka kemiskinan di perkotaan. Sebab, data BPS menunjukkan angka kemiskinan kota meningkat dari 6,77 persen per September 2019 menjadi 7,78 persen pe September 2022,” paparnya.

“Kalau kemiskinan kota naik tapi kemiskinan desa turun. Artinya, kita harus optimis desa bisa menjadi tulang punggung pemulihan ekonomi Jatim,” imbuh mantan Bupati Trenggalek itu.

Kendati ada penurunan angka kemiskinan desa, namun Emil meminta pemerintah daerah agar tetap serius menyikapi angka kemiskinan yang masih cukup tinggi. Dengan cara melakukan koordinasi dengan kepala desa penyelarasan data by name by address dan menjalankan program pengentasan tepat sasaran.

“Kita harus mawas diri bahwa kita belum seperti sebelum pandemi. Sebelum pandemi kemiskinan jatim 10,20 persen sekarang masih di angka 10,49 persen,” terangnya.

Sementara, sejumlah daerah dengan angka penduduk miskin tertinggi ada di Malang dengan total 252.880 penduduk, Jember dengan 232.739 penduduk, Sampang dengan 217.970 penduduk, Sumenep dengan 206.200 penduduk, dan kelima ada Kabupaten Probolinggo dengan 203.230 penduduk.

Sedangkan secara persentase penduduk miskin tertinggi Sampang 21,61 persen, Bangkalan 19,44 persen, Sumenep 18,76 persen, Kabupaten Probolinggo 17,12 persen, dan Tuban 15,02 persen.

“Ini menjadi tantangan kita bersama bagaimana bisa mereduksi kemiskinan ekstrem,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Taukhid mengungkapkan masih banyak Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa untuk yang turun ke pemerintah desa guna Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim (PPKE) belum tepat sasaran. Untuk itu, pihaknya membuat skenario agar BLT Desa yang cair bisa tepat sasaran.

“Dengan cara, desa benar-benar bisa menghimpun datanya. Kalau belum punya bisa koordinasi dengan kabupaten/kota. Artinya ada tanggung jawab dari Bupati/Walikota untuk turut memastikan bahwa data P3KE ini bisa tersedia untuk kepala desa agar bisa segera teridentifikasi,” ujar Taukhid.

Taukhid mengungkapkan permasalahan penyaluran BLT desa. Yang pertama adalah pemerintah desa masih terkendala dalam pendataan calon Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Kedua, masih terdapat desa yang belum menerima P3KE.

“Ketiga, masih terdapat desa-desa yang tidak dapat memenuhi jumlah KPM yang ditetapkan minimal dari pagu dana desa. Keempat, hal-hal tersebut menyebabkan pemerintah desa belum mengajukan penyaluran BLT desa,” jelasnya.

Taukhid mengaku, alokasi dana desa untuk Jatim tahun 2023 mengalami kenaikan. Yakni dari Rp 7,7 triliun menjadi Rp 7,9 triliun. “Walaupun alokasi nasional turun tapi alokasi di Jatim meningkat,” katanya. (im)

72

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini