

IM.com – Tim kuasa hukum suhartono, terdakwa kasus tindak pidana pemilu menudingpengawas pemilu mulai tingkat des sampai kabupaten sengaja menjebak kliennya agar terjerat perkara hukum. Jebakan itu dirasakan terdakwa Suhartono kala Panwasdes hingga Bawaslu melakukan pembiaran terhadap rencana mobilisasi warga Desa Sampangagung menyambut Cawapres Sandiaga Uno.
“Jadi semacam ada pembiaran dan penjebakan untuk dilanjutkan ke ranah hukum,” kata Abdul Malik, Ketua Tim Kuasa Hukum terdakwa Suhartono.
Malik mengatakan, pengawas pemilu seharusnya menegur pihak-pihak yang terlibat merancang mobilisasi massa ketika mengetahui pemberitahuan disebar lewat pesan singkat (SMS). Menurut Malik, saat itu Panwasdes, Fala Yunus sudah mengetahui adanya sms yang dikirim istri terdakwa Suhartono keibu-ibu PKK.
Dalam SMS tersebut, istri terdakwa Suhartono mengajak para ibu PKK untuk hadir di acara penyambutanCawapres Sandiaga Uno pada Minggu (21/10/2018) dengan iming-iming akandiberikan uang Rp 20 ribu.
“Seharusnya saksi (Fala Yunus) mencegah, menegur. Tapi itu tidak dilakukan,” ujar Malik membacakan nota pembelaan (Pledoi) terdakwa Suhartono di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Mojokerto, Rabu (12/12/2018). Lebih jauh, pengawas pemilu malah membiarkan rencana mobilisasi massa penyambutan cawapres nomor urut 2 itu sampai terjadi.
Tak berhenti disitu, Malik menyebutkan, Bawaslu sengaja membiarkan pihak terlibat mobilisasi massa itu terjerembab dalam pelanggaran lebih dalam. Indikasi itu terlihatketika Bawaslu didampingi Panwascam hanya memantau dan memotret aktivitas terdakwa bersama ibu-ibu PKK mencegat rombongan Sandiaga Uno yang melintas di Jalan Raya Desa Sampangagung menuju Pacet dan berswa foto (selfie) dengan sang cawapres.
“Panwascam danBanwaslu hanya lewat dan berhenti sebentar untuk memotret dan terus melanjutkan perjalanan ketika kegiatan penyambutan itu berlangsung, tidak turun untuk melihat dan menegur langsung. Sehingga tidak tahu apa yang sebenarnya,” terangnya. Bahkan, kata Malik, Bawaslu seharusnya membubarkan kegiatan bernuansa kampanye itu.
Hal lain yang dipermasalahkan kuasa hukum terdakwa adalah tuduhan jaksa pada kegiatanpenyambutan tersebut dinilai sebagai pelanggaran kampanye karena menguntungkan salah satu peserta pemilu (Cawapres Sandiaga Uno) seusai Pasal 490 UU Pemilu. Padahal menurut Malik, secara kasat mata perbuatan terdakwa dalam kegiatan tersebut apakah menguntungkan atau merugikan capres-cawapres tertentu tidak bisa dibuktikan dengan mudah.
“Tidak menjamin orang-orang yang menyambut Sandiaga Uno akan memberikan suaranya untuk paslon nomor 2 pada saat hari pemungutan suara. Sebaliknya, paslon nomor 1 juga belum bisa dibuktikan sebagai pihak yang dirugikan dari aksi penyambutan emak-emak tersebut,” tandasnya.
Berdasar dalil-dalil tersebut, Malik meminta majelis hakim menyatakan Suhartono tak terbukti melakukan tindak pidana Pemilu. Selanjutnya, ia juga meminta hakim memulihkan nama baik, harkat, dan martabat kliennya.
Usai jeda sidang selama 15 menit, JPU langsung memberi tanggapan singkat atas pledoi tim kuasa hukum Suhartono ini. Dalam tanggapannya, Jaksa tetap pada tuntutan agar majelis hakim mengukum Kepala Desa Sampangagung pidana penjara 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun dan denda Rp12 juta. (Baca: SambutKampanye Sandiaga Uno, Kades SampangagungDituntut 6 Bulan Masa Percobaan 1Tahun).
“Kami tetap pada tuntutan yang kami baca di sidang sebelumnya. Karena tuntutan itu menurut kami sudah sesuai dengan perbuatan terdakwa,” tandas JPU Ivan Yoko.
Jika tak ada halangan, Suhartono akan dijatuhi vonis pada sidang lanjutan, Kamis besok (13/12/2018). (tik/im)