IM.com – Puluhan warga Desa Wonodadi, Kecamatan Kutorejo, Mojokerto mendesak Kejaksaan Negeri menghentikan proses penyelidikan dugaan pungutan liar (pungli) Pendaftaran Tanah Sistematis Langsung (PTSL). Mereka bersikeras menolak biaya PTSL yang dipungut dari warga yang mendaftar sebagai pungli.
Warga menyatakan, penarikan biaya dan besarannya itu sudah sesuai dengan kesepakatan bersama dalam musyawarah desa.
“Mereka mengatakan biaya pada kegiatan PTSL tersebut sudah melalui rapat musyawarah Desa dan sudah sepakat dengan biaya tersebut. Makanya hari ini mereka datang ke Kejari Kabupaten Mojokerto meminta untuk tidak membesar – besarkan permasalahan ini, ” kata Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Mojokerto, Agus saat ditemui di kantornya Jalan RA Basuni, Sooko, Mojokerto, Selasa (25/2/2020).
Menurut pengakuan warga, lanjut Agus, berdasarkan kesepakatan yang sudah dilakukan para peserta PTSL di Desa Wonodadi itu biayanya sebesar Rp 350 ribu. Tarif itu masih ditambah Rp 500 ribu untuk biaya pembuatan akte hibah, waris dan jual beli ditambah Rp 500 ribu.
“Jadi total Rp 850 ribu per bidang, ” ucap Agus. .
Namun dari keterangan para saksi yang pernah diperiksa kejaksaan, rata-rata mereka mengeluarkan biaya PTSL di atas nilai tersebut. Per bidang seorang peserta PTSL bisa mengeluarkan biaya bervariasi, bahkan ada mencapai Rp 4 juta.
“Kami melakukan penyelidikan berdasar laporan dan pengaduan warga yang identitasnya jelas. Laporan dan datanya lengkap terkait dugaan pungli pada kegiatan PTSL di Desa Wonodadi pada tahun 2017,” jelasnya. Menurut Agus sejauh ini sudah ada 15 saksi dari warga dan pihak terkait yang diperiksa penyidik.
Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor: 25/SKB/V/2017, Nomor: 590-3167A Tahun 2017, Nomor: 34 Tahun 2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis. Untuk wilayah Jawa-Bali sebesar Rp 150 ribu.
“Karena permasalahan ini tidak bisa berpatokan pada ketentuan SKB 3 Menteri yang baru terbit pada Mei 2017. Sehingga proses penjaringan dan sebagainya dilakukan mulai 2016. Apakah nantinya mengarah ke pungli atau kesepakatan bersama, makanya kita uji di sini, ” bebernya.
Kejari Kabupaten Mojokerto pun mengundang para pihak yang berkompeten dan bertanggung jawab terhadap permasalahan ini.
Terkait tuntutan puluhan warga Desa Wonodadi yang mendesak penyelidikan kasus ini dihentikan dengan alasan biaya PTSL merupakan kesepakatan bersama, Agus mengatakan akan memasukkannya dalam pertimbangan. Puluhan warga ini endatangi Kantor Kejari Kabupaten Mojokerto, Selasa (25/2/2020).
“Di sini kami tidak melakukan mediasi tetapi berupaya mendudukan permasalahan itu pada tempatnya. Barangkali dengan adanya audiens hari ini mereka lebih terbuka agar nanti bisa memberi keterangan dan bisa menjadi terang permasalahan ini,” ujar Agus pada awak media.
Selanjutnya terkait tuntutan massa yang menginginkan agar persoalan ini dihentikan, Agus mengatakan tidak bisa serta merta menghentikan. “Persoalan itu tetap kami dengarkan dan tampung, tetapi kami juga melihat secara prinsip permasalahan itu seperti apa. Kita juga memberi kesempatan pada mereka untuk memberi keterangan dan penjelasan masalah yang ada di Desa tersebut, ” pungkas Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Mojokerto. (rei/im)