IM.com – Kabar baik untuk para pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemerintah akan memberikan upah bagi pekerja yang terkena PHK selama enam bulan pertama.
Pemberian upah tersebut akan berbentuk Jaminan Kehilangan Kerja (unemployment benefit) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari Kartu Prakerja yang dikeluarkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Tapi fasilitas itu hanya untuk pekerja atau perusahaan yang terdaftar pada BPJS Ketenagakerjaan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai menghadiri Rapat Terbatas (Ratas) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (27/12/2019).
Airlangga mengatakan, kebijakan pemberian upah untuk pekerja korban PHK dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Aturan tersebut sekaligus merevisi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Saat ini, pemerintah masih memperhitungkan besaran upah yang akan diberikan kepada korban PHK. “Nanti akan ada hitungan aktuarianya,” ucapnya.
Airlangga memastikan iuran peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak akan naik. Peserta juga mendapatkan manfaat berupa Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Pensiun, hingga Jaminan Kehilangan Kerja.
“Itu yang di-cover BPJS. Bagi mereka yang di luar job market akan masuk lapangan pekerjaan menggunakan Kartu Prakerja,” tutur Ketua Umum Partai Golkar ini.
Nantinya dengan Kartu Prakerja, korban PHK akan diberi pelatihan dan insentif dalam waktu tertentu. Sedangkan, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang terkena PHK akan langsung mendapatkan upah selama 6 bulan agar pekerja dapat mengikuti pelatihan hingga mendapatkan kerja.
Jokowi sebelumnya menegaskan bahwa program Kartu Prakerja bukan untuk menggaji para pengangguran. Ia menyampaikan kembali hal itu, karena masih banyak masyarakat yang beranggapan demikian.
“Ini penting saya sampaikan, karena seolah-olah pemerintah akan menggaji (pengangguran). Tidak. Itu keliru,” kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Untuk diketahui, istilah Omnibus Law pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019. Jokowi mengatakan, omnibus law akan menyederhanakan kendala regulasi yang kerap berbelit-belit dan panjang.
Regulasi Omnibus Law terdiri atas dua Undang-Undang (UU) besar, yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Perpajakan.
Omnibus law diharapkan dapat memperkuat perekonomian nasional dengan memperbaiki ekosistem investasi dan daya saing Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. Pemerintah menyatakan setidaknya ada 82 UU yang akan terdampak omnibus law.
“Akan kami gabungkan dan kami ajukan untuk direvisi secara berbarengan di DPR. Nah, ini mohon didukung. Jangan dilama-lamain, jangan disulit-sulitin,” kata Jokowi seperti dikutip dari laman Setkab.go.id, Jumat lalu (29/11/2019). (im)