Oleh: Sila Basuki SH. MBA*
IM.com – Orang-orang partai, terutama pemenang pemilu, apalagi pemenang pilpres, boleh saja menggadang-gadang “incumbent” (petahana, yang baru menjabat 1 periode) untuk kembali mendulang kemenangan dalam pilkada pada umumnya, di Indonesia.
Kecenderungan seperti itu, memang lazim, karena incumbent juga manusia biasa, sehingga entah dirinya ataupun para ketua partai (pemenang pemilu). Setali tiga uang, punya gereget (ghirah) yang sama. Ingin tetap berkuasa kembali.
Kedua pihak hampir pasti, sama-sama menggoda atau digoda untuk bekerjasama dukung mendukung, memenangkan pilkada, guna melanjutkan “kekuasaan” periode kedua. Setidaknya, itulah “hasrat”nya. Ada yang terbuka terang-terangan, ada pula yang malu-malu kucing (garong), tapi mau.
Simbiose mutualistis, incumbent dan para ketua partai itu sama-sama “napsu”, entah bagaimanapun caranya harus unggul dalam kontestasi pilkada lima tahunan tersebut. Lantaran juga segala perangkat dan struktur sudah dikuasai, biasanya incumbent sangat PD (percaya diri) dengan mengeluarkan segala jurus, siasah yang sistematis dan masiv.
Malahan karena pemilu sudah dianggap “perang”, maka “character assasination” (bunuh membunuh karakter lawan) jamak dilakukan, baik oleh pendukung, relawan atau “buzzer” sewaan. Tak jarang, satu sama lain, sama-sama “attack” hingga semua yang terlibat sebagai relawan atau pendukung nyaris “brutal”.
Di depan mata telanjang rakyat konstituen (pemilih), sudah jadi rahasia umum, semua lembaga aparatur – pusat maupun daerah – sangat mungkin “dikondisikan” agar bisa mendukung salah satu kontestan (peserta pilkada). Dalam hal ini, yang paling mungkin, dengan ‘effort’ yang sangat tinggi, dilakukan oleh incumbent. Apakah dengan itu semua incumbent pasti menang dan berkuasa kembali ? Jawabnya : Belum Tentu atau Mungkin Saja.
Pilgub Jatim 2024, Siapa Layak Tantang Khofifah
Tenggat waktu 24 sampai 27 Agustus 2024 (hanya 3 hari), adalah saat pendaftaran 545 pasangan Calon Kepala Daerah seluruh Indonesia dalam Pilkada serentak yang akan dilaksanakan tanggal 27 November 2024.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP agaknya masih gamang, antara: semula masyarakat heran dengan pernyataan Ketua DPD PDIP Jawa Timur, Abdullah Said yang kabarnya tengah berupaya mendorong kadernya sebagai calon wakil gubernur pendamping Khofifah Indar Parawansa (KIP) (CNN Indonesia, Rabu, 5 Juni 2024).
Pada sisi lain PDIP juga tak ingin KIP hanya bertarung sendiri dalam Pilgub Jatim melawan “bumbung kosong”. Sehingga mereka pun menyiapkan kader terbaiknya untuk diusung dalam perhelatan lima tahunan ini. (TEMPO.CO. Sabtu, 15 Juni 2024).
Andaikata yang dipilih adalah bakal calon untuk Wakil KIP, itu artinya partai-partai papan atas Jawa Timur, antara lain Golkar, PAN, Demokrat, dan PSI serta PDIP, kecuali PKB sepakat hanya mengusung pasangan tetap incumbent Khofifah Indar Parawansa (KIP) dan Emil Dardak (ED) sebagai calon pasangan tunggal (seng ada lawan). Maka masyarakat Jatim cuma akan disuguhi memilih KIP-ED ataukah coblos “bumbung kosong”. Tentu ini tak akan menarik alias SJB (sama juga bo’ong).
Sementara ini, KIP dan ED sebagai pasangan incumbent, hingga kini memang telah didorong sejumlah partai, untuk kembali maju di Jawa Timur sebagai pasangan Pilgub Jatim 2024 ini. Beberapa partai yang telah memberikan rekomendasi kepada keduanya yakni, Golkar, PAN, Demokrat, dan PSI (CNN Indonesia, Rabu, 5 Juni 2024).
Sebaliknya, penulis menduga kuat, hampir pasti, jika PDIP bisa bergandengan mesra dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), maka yang bakal dimajukan PDIP Provinsi maupun Pusat bersama PKB itu adalah perempuan perkasa, “Srikandi” Jawa Timur, mantan Walikota Surabaya dua periode (2010-2020) yang sekarang masih menjabat Menteri Sosial dalam Kabinet Indonesia Maju, Tri Rismaharini.
Cuma Risma yang punya kharisma tinggi menandingi KIP. Sebab masyarakat Jawa Timur, khususnya Surabaya bisa bertestimoni, bahwa perempuan “berkarakter kuat” ini sudah ‘valid’ terbukti punya seabrek penghargaan prestasi, dari dalam dan luar negeri, terkait membangun Surabaya lebih maju. Jadi, tinggal PKB musti mencari yang tepat dan majukan calon wakil bagi Risma, yang pamornya juga tinggi pada masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) Jatim, jangan sampai “nggandhol” atau jadi batu sandungan.
Srikandi ‘Kembar’ Perang “APLE TO APLE”
Tanggal pelaksanaan Pilkada 2024 tercantum pada Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024. Berdasarkan surat tersebut, pemungutan suara Pilkada 2024 akan dilaksanakan tanggal 27 November 2024.
Cerita pewayangan Jawa dalam perang Baratayuda, mengisahkan Srikandi telah didapuk menjadi senopati (panglima) perang Pandawa melawan Resi Bisma ; yakni seorang senopati Agung Binathara, senior dan ‘sakti mandraguna” dari barisan bala tentara Kurawa. Melegenda, dengan panah “Hrusangkali” nya, Srikandi akhirnya dapat mengalahkan dan membunuh Resi Bisma. Peristiwa ini sekaligus menandai kemenangan Pandawa atas 100 bala Kurawa penguasa Durjana.
Namun dalam konteks judul tulisan ini, penulis memandang, bahwa baik Risma maupun Khofifah adalah sama-sama wanita hebat dari Jawa Timur. Keduanya juga pernah menjabat Menteri dan telah teruji sebagai Kepala Daerah. Karena itu mereka berdua adalah “Srikandi Kembar” yang mempunyai bobot kapasitas berimbang. Layak berlaga.
Jika itu yang terjadi, maka rakyat Jawa Timur yang menjunjung tinggi nilai suci demokrasi, akan antusias mengikuti SRIKANDI “KEMBAR” PERANG “APLE TO APLE”.
Seiring dengan itu, seyogyanya, semua lembaga aparatur pusat maupun daerah tidak mencawe-cawe atau “meng-kondisi-kan” untuk hanya mendukung salah satu kontestan (peserta pilkada), baik incumbent maupun pasangan penantangnya. Semoga tidak ada “babon” yang menjadi “qurban” kelicikan demokrasi. Selamat Hari Raya Qurban.
*) Sila Basuki merupakan penulis biografi Trimoelja D Soerjadi serta Ketua Bawas PDTS KBS 2017-2020